Oleh:
Ari Nurdiansyah
Endriana Pratama
Mohamad Nazil Firman H
Muflih Fadhilah
Harvin Fikri Panggabean
(Junior Researcher
Supply Chain Indonesia)
Colin Huang, seorang miliarder Tiongkok yang juga mendirikan Pinduoduo, salah satu e-commerce terbesar di Tiongkok, adalah pemilik platform e-commerce Temu, yang menawarkan berbagai produk dengan harga kompetitif. PDD Holdings, perusahaan induk yang mengelola Pinduoduo, mengawasi Temu.
Temu ini mengalami pertumbuhan pesat sejak peluncurannya pertama kali di Amerika Serikat pada tahun 2022. Karena menawarkan produk langsung dari pabrik dengan harga yang lebih murah daripada pesaingnya, Temu menarik konsumen global dengan model bisnis factory-to-consumer (F2C). Dalam sepuluh bulan pertama tahun 2024, Temu menjadi aplikasi iPhone yang paling banyak diunduh, mengalahkan aplikasi populer seperti ChatGPT dan TikTok. Platform ini sangat diminati oleh pengguna Gen Z di Amerika Serikat, dengan 42 juta unduhan dari pengguna berusia 18 hingga 24 tahun.
Namun, Temu menghadapi banyak kontroversi di tengah popularitasnya. Dianggap dapat mengancam keberlangsungan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lokal, beberapa negara, termasuk Indonesia, menolak kehadiran Temu. Pemerintah Indonesia bahkan menolak perizinan Temu untuk melindungi UMKM dalam negeri dari persaingan yang tidak sehat karena harga produk yang terlalu murah. Selain itu, masalah keamanan siber juga menimbulkan kekhawatiran.
Aplikasi Temu memiliki perilaku yang mencurigakan, seperti kemampuan untuk mengubah fungsinya tanpa menerima pembaruan dari Play Store atau App Store, dan penggunaan enkripsi tambahan yang dapat menyembunyikan pengiriman data yang tidak diinginkan. Akibatnya, para ahli mengeluarkan peringatan terkait aplikasi tersebut.
Temu masih menjadi perdebatan di berbagai negara karena pertumbuhan yang pesat dan strategi bisnis yang agresif. Meskipun sangat murah, platform ini menimbulkan masalah penting untuk bisnis lokal dan keamanan data.
Factory-to-Consumer (F2C)
Pendekatan Factory-to-Consumer (F2C) memungkinkan pelanggan membeli barang secara langsung dari pabrik, seringkali dalam jumlah besar, baik secara individu maupun kelompok, dengan melewati perantara seperti distributor atau pengecer.
Model F2C menghilangkan perantara dalam rantai pasokan dan memberikan beberapa keuntungan bagi produsen dan konsumen. Produsen mendapatkan kontrol lebih besar atas branding dan pengalaman pelanggan, dan produsen dapat mengurangi biaya yang biasanya ditanggung oleh perantara. Untuk konsumen, model ini memberikan akses ke produk dengan harga yang lebih kompetitif.
Untuk mendekatkan produk berkualitas kepada konsumen tanpa perantara, beberapa perusahaan membuka showroom atau toko pabrik di Indonesia untuk menerapkan model F2C. Namun, tantangan yang dihadapi model F2C di Indonesia cukup besar, terutama karena infrastruktur e-commerce yang masih berkembang dan persaingan dengan pengecer tradisional yang sudah mapan.
Selain itu, munculnya platform e-commerce dari negara lain yang menggunakan model F2C menimbulkan kekhawatiran tentang kelangsungan usaha kecil dan menengah (UMKM) lokal. Mereka khawatir bahwa produk impor dengan harga sangat rendah yang ditawarkan oleh model ini dapat mematikan bisnis lokal melalui praktik predatory pricing, yang dapat mengakhiri hubungan kerja massal di sektor UMKM dan industri terkait lainnya.
Secara keseluruhan, model bisnis untuk konsumen (F2C) menawarkan efisiensi dan potensi penghematan biaya, tetapi juga menghadirkan masalah besar bagi bisnis lokal dan infrastruktur perdagangan yang ada.
Keunggulan dan kekurangan dalam sektor logistik
(Keunggulan)
- Harga Produk yang Kompetitif: Temu menawarkan berbagai macam barang dengan harga yang sangat rendah, menarik pelanggan yang mencari harga terbaik.
(Kekurangan)
- Waktu Pengiriman yang Lama: Pelanggan sering menghadapi waktu pengiriman yang lebih lama daripada platform lokal karena barang dikirim langsung dari Tiongkok.
- Kualitas Produk yang Tidak Konsisten: Beberapa pelanggan mengatakan bahwa barang yang mereka terima tidak memenuhi deskripsi atau harapan mereka.
- Kebijakan Pengembalian yang Rumit: Proses pengembalian barang dapat menjadi sulit, terutama karena perbedaan kebijakan internasional dan jarak geografis.
Inovasi atau upaya pemerintahan Indonesia dalam menghadapi Temu
Pemerintah Indonesia telah melindungi UMKM lokal dari dampak negatif dari platform e-commerce Temu, yang berasal dari Tiongkok.
Beberapa upaya yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:
- Penolakan Izin Operasional Temu: Pemerintah melarang Temu beroperasi di Indonesia untuk melindungi UMKM domestik, kata Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi. "Kita tetap melarang. Hancur UMKM kita kalau dibiarkan," katanya.
- Permintaan untuk Memblokir Aplikasi di Platform Digital: Pemerintah Indonesia meminta Apple dan Google untuk menghentikan akses ke aplikasi Temu di toko aplikasi mereka. Tujuan dari langkah ini adalah untuk mencegah pelaku UMKM mengalami kerugian sebagai akibat dari persaingan dengan produk murah Temu.
- Penerapan Regulasi Ketat terhadap E-commerce Asing: Pemerintah memperkuat regulasi untuk membatasi masuknya platform e-commerce asing yang dapat mengganggu ekosistem perdagangan lokal. Menurut Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga, Indonesia memiliki payung hukum untuk mencegah e-commerce asing yang baru datang merusak ekosistem perdagangan.