Opini

Apa Salahnya dengan Deflasi

Apa Salahnya dengan Deflasi

Oleh

Affan Afriyana 

BPS Kota Bekasi

Rilis Badan Pusat Statistik (BPS), tanggal 3 Maret 2025 membuat kejutan bagi pemangku kebijakan, deflasi bukan saja terjadi secara bulanan (m-to-m) tetapi juga secara tahunan (y-ony). Angka yang dirilis luar biasa (extraordinary), kata Mendagri sewaktu rapat kordinasi pengendalian inflasi tahun 2025. Disebutkan, secara bulanan mengalami deflasi sebesar 0,48 persen, secara tahunan sebesar 0,09 persen. Dilihat dari inflasi bulan Februari 2025, berdasarkan kelompok pengeluaran, kelompok makanan, minuman, dan tembakau mengalami deflasi sebesar 0,40 persen. 

Menurut ekonom Muhammad Andri Perdana, angka deflasi pangan di bulan Februari 2025 inilah kita bisa melihat daya beli masyarakat masih rendah, bahkan lebih rendah dari tahun lalu. Perlu diketahui, inflasi dipengaruhi oleh 3 komponen yaitu, harga Inti (core value), harga yang diatur oleh pemerintah (administered price), dan harga yang mudah berubah (volatile foods). 

Komponen dari harga inti cenderung stabil, seperti sewa rumah, pendidikan, dan pakaian. Kemudian harga yang diatur pemerintah, seperti BBM, tarif listrik, dan transportasi umum, yang bisa naik atau turun sesuai kebijakan. Sedangkan harga yang mudah berubah biasanya bahan makanan seperti beras, cabai, dan telur, yang dipengaruhi musim dan cuaca. 

Dari 11 kelompok pengeluaran yang dikeluarkan oleh BPS, terdapat 2 kelompok yang mengalami deflasi, yaitu kelompok makanan, minuman, dan tembakau serta perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga. Bulan Februari 2025, kelompok makanan, minuman, dan tembakau memberikan andil deflasi terdalam, sebesar 0,40 persen. Komoditas tersebut yang memberikan inflasi diantaranya, daging ayam ras sebesar -3,50 persen, bawang merah sebesar -10,03 persen, cabai merah sebesar -7,31 persen, cabai rawit sebesar -4,85 persen, tomat sebesar -8,56 persen, telur ayam ras sebesar -1,93 persen, kacang panjang sebesar -5,86 persen, jeruk sebesar -1,06 persen, jengkol sebesar -10,85 persen, ayam hidup sebesar -2,16 persen. 

Sedangkan harga yang diatur pemerintah mengalami deflasi sebesar 2,65 persen dengan andil deflasi sebesar 0,48 persen, komponen tersebut adalah tarif listrik berada di kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga. Sesuai dengan keputusan Mentri ESDM, pemberian diskon 50 persen diberikan kepada pelanggan rumah tangga PT PLN dengan daya 450, 900, 1300 dan 2200 VA yang berlaku selama dua bulan yaitu Januari dan Februari 2025. 

Ekonom INDEF, Ariyo DP Irhamna, menyatakan, meski diskon listrik yang seharusnya meningkatkan pendapatan siap pakai, jika kepercayaan konsumen rendah, masyarakat memilih menabung. Terdapat kelompok pengeluaran yang deflasinya baik, dikatakan begitu karena kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya, penyediaan makanan dan minuman/restoran, pendidikan dan rekreasi mengalami tren positif maka daya beli masyarakat relatif cukup baik. Secara tahunan, kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebesar 2,25 persen, artinya harga-harga masih dalam posisi berimbang, menyenangkan konsumen karena bisa terjangkau sedangkan untuk produsen masih ada selisih harga kenaikan. 

Bicara diskon listrik 50 persen, Mendagri mengatakan karena adanya diskon listrik tersebut berarti adanya dukungan pemerintah dalam pengendalian inflasi. Selain itu, harga yang bergejolak juga mengalami deflasi sebesar 0,93 persen dengan andil deflasi sebesar 0,16 persen, komoditas harga yang bergejolak meliputi daging ayam ras, bawang merah, cabai merah, cabai rawit, tomat, dan telur ayam ras. Bila dilihat data diatas, kelompok makanan, minuman, dan tembakau disebut juga sebagai harga yang mudah berubah/bergejolak yang oleh sebabnya tergantung mekanisme pasar. 

Menurut Tito Karnavian, mekanisme pasar terjadi ketika permintaan (demand) tinggi maka harga akan naik, ketika permintaan turun/kurang maka harga akan turun, sedangkan pemasok (supply) kurang maka akan otomatis harga naik, tapi bila supply belebihan harga akan turun. Deflasi yang terjadi pada kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau disebabkan permintaan berkurang yaitu daya beli masyarakat berkurang dalam membelanjakan pendapatannya sehingga penawaran akan turun. 

Dirangkum dari berbagai sumber, faktor yang menyebabkan deflasi yaitu penurunan atau berkurangnya jumlah uang beredar karena masyarakat lebih banyak menyimpan uang yang dimilikinya, penurunan atau berkurangnya permintaan barang di pasar, permintaan barang yang berkurang karena masyarakat menahan untuk berbelanja. 

Inilah kejutan yang belum pernah terjadi, data yang disampaikan oleh Kepala BPS, menurut mendagri tidak perlu mengkhawatirkan, menurutnya deflasi terdapat 2 macam yaitu deflasi positif dan deflasi negatif. Deflasi negatif terjadi kalau daya beli/kemampuan masyarakat turun, otomatis permintaan (demand) akan turun, bila terjadi turun maka penjualan ikut turun. Sedangkan, deflasi positif dapat menguntungkan bagi masyarakat, seperti harga barang dan jasa dapat terjangkau, rupiah bisa menguat, adanya kesadaran untuk menabung semakin meningkat serta menimbulkan gaya hidup berhemat. 

Bagi pengusaha dapat berpengaruh terhadap perekonomian usahanya dan negara. Dampaknya adalah harga jual produk dan jasa menurun, pengusaha mengurangi jumlah produksi sehingga akan berdampak terhadap pengurangan tenaga kerja, maka pemutus hubungan kerja (PHK) bertambah, sehingga pengangguran terbuka bertambah, berpotensi menimbulkan kredit macet, dan potensi investor dalam menanamkan modalnya akan menurun, pendapatan negara atau pajak akan menurun yang terjadi akan membebankan pengusaha atau masyarakat. 

Tidak salah, bila deflasi dilihat dari hanya sisi pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau serta perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga itu dapat menurunkan daya beli masyarakat dan mempengaruhi penurunan pendapatan pelaku ekonomi. Serta benar juga bila yang disampaikan Mendagri mengatakan kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya, penyediaan makanan dan minuman/restoran, pendidikan dan rekreasi mengalami tren positif. Disimpulkan, tidak ada salahnya deflasi terjadi di bulan Februari 2025, bila beberapa kelompok pengeluaran masih mengalami inflasi yang normal.

Tag :
Terkini Lainnya

Lihat Semua