Opini

BPS Kota Bekasi Goes to WBK WBBM

BPS Kota Bekasi Goes to WBK WBBM

Oleh

Affan Afriyana 

BPS Kota Bekasi

Perwujudan dalam membangun good governance dan clean government di era reformasi birokrasi Aparatur Sipil Negara (ASN) dimulai dengan pembangunan zona integritas menuju wilayah bebas dari korupsi dan wilayah birokrasi bersih dan melayani yang berdampak pada karakter pegawai dan kinerja sebuah institusi. Wujud itu dimulai dengan pencanangan zona integritas tahun 2021 oleh BPS Kota Bekasi.

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah (Kemenkeu, 2018). Selain itu, dalam panduan buku Badan Kepegawaian Negara (BKN) tentang Core Value ASN yaitu BerAKHLAK. bertujuan untuk memberikan arah kepada seluruh ASN dalam berperilaku, memberikan pelayanan, maupun melakukan pekerjaannya sehari-sehari. 

Mengacu pada Core Value ASN yaitu BerAKHLAK, menjadi ASN mempunyai komitmen kuat untuk memberikan pelayanan yang baik, jujur, dan berintegritas. Tujuan dari BerAKHLAK yaitu, berorientasi pelayanan, akuntabel, kompeten, harmonis, loyal, adaptif, dan kolaboratif. Pejelasan tersebut dapat di implementasikan ASN dalam mewujudkan kinerja di lingkungan instansi masing-masing.

Diambil dari Jurnal Aksi Reformasi Government Dalam Demokrasi Volume 10 – Nomor 2, November 2022, (Hlm 98 - 107), bahwa Zona Integritas terdiri dari dua kata kunci utama yaitu integrity dan island/zone. Pengertian integrity adalah konsistensi sikap antara perkataan dan perbuatan untuk menolak segala tindakan yang dapat merugikan diri sendiri dan instansinya, sedangkan zone dapat dideskripsikan sebagai unit-unit dari instansi pemerintah yang telah memulai menerapkan nilai-nilai integritas (kementrian PAN-RB, 2018). 

Core Value bisa dikatakan sebagai inti dari reformasi birokrasi ASN. Untuk menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) harus dilalui secara bertahap dan berjenjang oleh setiap unit kerja yang mengajukan pembangunan zona integritas. Ada enam pilar perubahan program reformasi birokrasi diantaranya yaitu manajemen perubahan, penataan tatalaksana, penataan sistem manajemen SDM, penguatan akuntabilitas, penguatan pengawasan dan peningkatan kualitas pelayanan publik (KemenPan, 2021). 

Dalam penyampaian di media online, Kepala BPS Kota Bekasi, Ari Setiadi Gunawan memulai  pencanangan zona integritas dalam penjelasannya, enam pilar perubahan dimulai dari pilar pertama yaitu manajemen perubahan yang melibatkan seluruh pegawai, serta membentuk tim kerja, mendiskusikan rencana kerja zona integritas, kemudian adanya role model dan agen perubahan, serta evaluasi dan monitoring dari agen perubahan, Pilar yang kedua, penataan tatalaksana yang menggunakan standar operasional pekerjaan (SOP) berupa administrasi yang lengkap, SOP survei dan publikasi, terdapat aplikasi e-office yang mencakup Back Office Selindo (BOS), Fasih, KipApp, E-lakip, E-no surat, Simpeg, keterbukaan informasi publik melalui website dan media sosial. Pilar ketiga berupa penataan sistem manajemen SDM, seperti penyiapan peta jabatan, daftar mutasi pegawai, monitoring dan evaluasi terhadap setiap pegawai, pengembangan pegawai berbasis kompetensi, analisis beban kerja (ABK), dan aturan kode etik.

Pilar keempat berupa penguatan akuntabilitas kinerja, terdapat pada rencana kerja (Renstra), laporan kinerja, penyusunan manajemen resiko dan menyiapkan bahan publikasi terkait WBK. Pilar kelima yaitu penguatan pengawasan, berupa publik campaign secara online atau offline di internal kantor dan eksternal kantor seperti pemasangan spanduk yang berhubungan dengan WBK, penanganan pengaduan melalui media digital dan non digital, penataan internal kantor seperti jalur masuk bagi penyandang disabilitas, ruang kerja, monitoring keamanan, laporan sistem pengendalian internal pemerintah (SPIP), serta penguatan pengawasan melalui aplikasi internal.

Kemudian terakhir pilar keenam yaitu peningkatan pelayanan kualitas publik, seperti SOP pelayanan statistik terpadu (PST), jalan penghubung bagi disabilitas, petugas pelayanan data yang berkompeten, terdapat kotak saran PST, penataan ruang tamu, pemanfaatan sistem informasi, kolaborasi dengan mitra statistik, media pengaduan, pelayanan kepada perangkat pemerintah daerah berupa rekomendasi statistik, pembinaan metadata, dan seputar rilis inflasi (serasi). Bicara tim kerja, dalam Analisa SWOT, terdapat 2 faktor yaitu internal dan eksternal. Volume 22 Nomor 1 Jurnal Studi Interdisipliner Perspektif, menjelaskan bahwa faktor internal terdiri dari kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness). Sedangkan faktor eksternal berupa, peluang (opportunity) dan ancaman (threat). 

Dari internal, sumber daya manusia yang unggul terlihat dari kesiapan BPS Kota Bekasi dengan diawali  pilar manajemen perubahan yang menyiapkan tim kerja pembangunan zona integritas, menyiapkan media sosialisasi pembangunan, untuk pilar penataan tatalaksana berupa merancang inovasi prosedur operasional tetap, melakukan perbaikan laporan monev dan melampirkan aktifitas penggunaan aplikasi-aplikasi yang terbarukan, kemudian pilar penataan sistem manajemen SDM melakukan monitoring penegakan aturan disiplin/kode etik/kode perilaku, menyusun pengembangan pegawai berbasis kompetensi, pilar penguatan akuntabilitas menyiapkan dokumen akuntabilitas kinerja pegawai, menyiapkan bukti kehadiran pimpinan dalam penyusunan dokumen perencanaan kegiatan dan anggaran, pilar penguatan pengawasan menyiapkan Survei kepuasan masyarakat terhadap pelayanan pada Satker Badan Pusat Statistik Kota Bekasi, menyiapkan konsep inovasi pelayanan yang berbeda dengan unit kerja lain, lalu pilar peningkatan kualitas pelayanan publik melaksanakan E-Government, mengkoordinir pelaksanaan keterbukaan informasi publik dan pelayanan data yang berkompeten. (Suwarto, 2020), menunjukkan bahwa meningkatnya kinerja ASN dapat ditunjukkan dengan cara kerja, kreativitas, inisiatif, dan sikap kerja.

Hal ini sejalan dengan pendapat Deby (2018) menyatakan ASN harus memiliki kompetensi inovatif dalam pelayanan publik, hal ini dimaksudkan adanya terobosan jenis pelayanan berupa gagasan/ide kreatif orisinal dan/atau adaptasi/modifikasi untuk kebermanfaatan bagi masyarakat. Inovasi ini bisa berupa hasil dari perluasan maupun peningkatan kualitas pada inovasi yang telah ada dan telah dilaksananakan sebelumnya, misalnya dalam membuat SOP harus jelas, sederhana, transparan dan akuntabel, fleksibilitas pelaksanaan pekerjaan, dan rencana aksi yang mudah dilaksanakan sehingga dapat dipahami oleh seluruh pegawai. Sedangkan untuk pembuatan e-office diperlukan kemitraan, sinergi, jejaring, dan memanfaatkan teknologi informasi yang tersedia. Dengan demikian dalam setiap menginformasikan kegiatan kepada publik diharapkan memiliki pelayanan publik prima, cepat, tepat, murah, mudah, dan aktual (Deby et al., 2018). Sedangkan Pringgabayu (2019) menemukan bahwa manajemen perubahan dan penataan organisasi dapat menjadi tolak ukur penguatan kinerja ASN (Pringgabayu et al.,2019).

Sedangkan faktor eksternal, yang bisa menghambat atau ancaman (threats) untuk pencapaian tujuan dalam WBK yaitu adanya ketidakpuasan masyarakat dalam menerima informasi pelayanan data BPS Kota Bekasi, ini menjadi tantangan yang positif untuk belajar dan meningkatkan diri, belajar dari kesalahan hingga memberikan motivasi serta menjadi percaya diri.

Faktor positif dari pihak luar terhadap kinerja BPS Kota Bekasi terdapat pada testimoni Anang Laksono, Ph.D Head of Statistics Division, ASEAN Secretariat, menyatakan dukungannya dalam pencapaian tata laksana dan tata kelola kegiatannya dalam menjamin kualitas data sehingga dapat memberikan masukan bagi kebijakan-kebijakan yang tepat guna dan tepat sasaran. Sesuai dengan kerja nyata serta dukungan tersebut, memberikan hal yang optimis dan bermanfaat bagi BPS Kota Bekasi untuk mencapai tujuan core value untuk meraih keberhasilan WBK WBBM yang unggul.

Tag :
Terkini Lainnya

Lihat Semua