Opini

Jelang Tahun Baru Hijriyah 1446 Hijriah

opini

 

Oleh

1. Drs. H. Priyono, M.Si. (Dosen Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta)

2. H. Agus Prasmono, M.Pd. (Alumni Geografi UM ’85 dan Kepala SMAN 1 Parang Magetan)

 

Setiap peristiwa memiliki makna yang tersirat. Islam kaya akan peristiwa yang bermakna mulai dari peristiwa Nabi Ibrahim meninggalkan isteri dengan putranya Ismail di tengah padang pasir yang gersang karena perintah Allah Swt disambung dengan peristiwa Siti Hajar membopong bayinya Ismail berlari diantara bukit Sofa dan Marwa untuk mendapatkan air dan peristiwa tersebut mengandung makna yang dalam dan diabadikan dalam prosesi Ibadah Umroh dan Haji. Doa adalah senjata ampuh bagi umat Islam. Begitu juga peristiwa Isra’ dan Miraj Nabi Agung Muhammad Saw, yang kemudian keluarlah perintah sholat bagi umat Islam. Demikian juga tahun hijriyah dan masehi yang berbeda dalam menentukannya, yang satu berdasarkan perputaran bulan mengelilingi bumi (komariyah) dan satunya berdasarkan peredaran bumi mengelilingi/revolusi matahari (Samsyiah). Tgl 1 kalender masehi berdasarkan lahirnya Nabi Isa dan tanggal kalender hijriyah mengacu pada hijrahnya Nabi Muhammad Saw dari kota Mekah menuju Madinah. Tak lama lagi umat Islam akan menyambut tahun baru hijriyah 1446 yang bertepatan hari Ahad Kliwon  tgl 7 Juli tahun 2024 M.

Sejarah penetapan awal penanggalan kalender Hijriah yang menjadi awal tahun dalam kalender Islam tidak lepas dari peran Khalifah Umar bin Khattab. Dilansir dari laman resmi Al Ain University, sejarah penentuan awal tahun baru Islam itu diprakarsai oleh Khalifah Umar bin Khattab dengan persetujuan Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Tahun baru hijriah atau tahun baru Islam merupakan salah satu momen penting bagi muslim di seluruh dunia. Sejarah penetapan awal tahun baru Islam merujuk pada peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Kota Mekah ke Madinah, yaitu periode dakwah Rasulullah SAW terbagi menjadi dua, yakni di Mekkah dan Madinah atau sebelum dan setelah hijrah. Perintah dakwah ini beliau jalankan selama 23 tahun, di mana 13 tahun di Mekkah dan 10 tahun sisanya di Madinah. Hari tersebut kemudian ditetapkan sebagai hari pertama dalam penanggalan hijriah atau kalender Islam yakni 1 Muharram 1 hijriah atau tahun 622 masehi. Dari sejarah Dakwah Rosulullah Saw itulah kedua kota tersebut menjadi banyak bermakna bagi peradaban umat Islam termasuk menjadi bagian penting dalam ibadah umat Islam.

Keraton Kasunanan Surakarta memiliki tradisi yang khas, setiap malam 1 Suro atau malam tahun baru Hijriyah, menyelenggarakan kirab pusaka keraton dan iring iringan kirab atau festival diawali dengan barisan kerbau bule sebagai pembuka iring iringan. Seluruh anggota keluarga dan bagian keraton, mulai dari Pangeran, keluarga Raja sampai ribuan Abdi Dalem. Berbeda dengan penanggalan masehi, maka penanggalan hijriyah dimulai bulan Muharram dan oleh Sultan Agung kemudian dinamai bulan Sura. Kala itu Sultan Agung berinisiatif memadukan kalender Saka (perpaduan antara Jawa asli dengan Hindu ) dengan penanggalan hijriyah atau penanggalan Islam. Tahun hijriyah sebagai patokan adalah hijrahnya Nabi Muhammad Saw dari Mekah menuju ke Madinah, sehingga hingga kini sudah 1446 tahun, sedangkan tahun baru masehi merujuk pada lahirnya Isa Al-Masih, dianggap tahun 0 masehi. Sedangkan tahun sebelum masehi (SM) merujuk pada masa sebelum tahun masehi tersebut. Sehingga hingga  kini sudah 2024 tahun.

Bulan Suro bagi sebagian masyarakat Jawa dianggab bulan sakral, pada masyarakat Jawa tradisional tidak satupun yang berani mengisi bulan Suro dengan aktivitas penting seperti resepsi, ijab qabul, syukuran karena takut kena balak atau bahaya dan hanya orang yang imannya kuat yang mau dan mampu melakukannya. Di klaten, seorang tokoh Muhammadiyah tulen, pak kyai (Almarhum) Amir Maksum mengadakan resepsi di masjid raya Klaten pada bulan Suro dan ternyata juga gak ada efek apa apa dan ingin meyakinkan kepada umat Islam yang masih menganut kejawen bahwa semua hari adalah baik. Termasuk didaerah Mataraman (sekitar Eks Karesidenan Madiun) dulu banyak yang menyakralkan Bulan Suro, namun sekarang semakin berkurang bahkan tidak sedikit yang mempunyai hajat di bulan tersebut dan ternyata tak ada dampak apapun yang berakibat negatif dalam kehidupannya kecuali memang Allah swt telah mentakdirkannya.

Dua tahun baru Hijriyah atau H dan tahun baru Masehi dengan M memiliki dasar  dan histori yang berbeda dan cara mengekspresikanpun juga bisa berbeda. Masyarakat dalam menyambut kedua tahun baru tersebut bisa beraneka ragam mulai dari yang kental dengan budaya maupun religi, tergantung pemahaman mereka tentang tahun baru tersebut. Hal tersebt merupakan histori dan momentum sebuah peristiwa. Meskipun kemudian dalam perkembangannya hari tibanya tahun masehi atau tahun hijriyah kemudian digeser ke hari lain dengan pertimbangan tertentu, tentu ini perspektif lain yang tidak memperhatikan histori yang monumental.

Bagi umat Islam yang menjadi umat terbesar di Indonesia, Muharram merupakan bulan suci dimana pada bulan itu itu diharamkan untuk berperang. Pada bulan itu Allah swt menyelamatkan para Nabi dan Rosul dari serangan musuh. Tahun Hijriyah juga mengandung perjuangan Nabi Muhammad Saw dalam menyebarkan Islam atau syiar Islam, karena selama di Mekah, beliau mendapat tantangan yang berat sehingga harus berhijrah ke kota besar lainnya di Madinah sampai beliau wafat dan dimakamkan di wilayah komplek masji besar Nabawi, tempat paling suci ke dua setelah Masjidil haram di Mekah. Nabi membangun masjid ini pada tahun pertama setelah hijrah dari mekah ke madinah, yang saat itu bernama Yathrib.

Oleh sebab itu umat Islam menyambut tahun baru tersebut dengan berbagai cara, ada yang dengan mendekatkan diri kepada Allah swt dengan zikir, doa, pengajian dan kegiatan ritual sejenis, akan tetapi ada juga yang menyambutnya dengan beramai ramai ke pantai melakukan kesenangan, ada yang dengan bermain kartu sampai semalam suntuk dan sebagainya. Secara kultural, masyarakat Jawa, mengekspresikan malam tahun baru hijriyah dengan bertapa atau menyepi ke tempat tempat yang sepi, termasuk membersihkan keris pusaka (jamasan) yang jadi koleksi kulturalnya. Hal ini agak berbeda dengan ekpresi masyarakat ketika menyambut tahun baru masehi. Mereka meramaikannya dengan meniup terompet, menyalakan kembang api dan kumpul kumpul di tempat yang strategis dan pusat keramaian. Jadi beda tahun baru juga bisa beda ekspresinya tergantung histori dan pendalaman pemahamannya. Bagi penjaja kuliner dan penyedia jasa penginapan di pantai manapun maka peristiwa malam suro jadi moment untuk mengeruk keuntungan yang banyak karena banyak wisatawan yang semedi dan bermain semalam suntuk di pantai untuk menghabiskan malam tahun baru, sesudah itu baru tidur berlama lama.

Berkaitan dengan menyambut tahun baru hijriyah, Allah swt menekankan pentingnya pemanfaatan waktu dalam kehidupan, seperti yang diabadikan dalam Firman Allah Swt dalam Surah Al-‘Asr, Surah ke 103: “Demi masa, sungguh manusia berada dalam kerugian, kecuali orang orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran.” Ayat  tersebut mengingatkan pada kita agar kita jangan sampai menjadi orang yang merugi, dan kesempatan ini adalah kesempatan emas, di tahun baru hijriyah untuk melakukan  muhasabah atau berhisab, apakah kita sudah beriman dengan baik dan beramal shaleh ?

Maka kita perlu berhisab sebelum dihisab oleh Allah swt sebagaimana Sayyidina Umar bin Kattab berkata, “Hisablah diri kalian sebelum dihisab oleh Allah swt”. Mari menyambut tahun baru hijriyah 1443 H ini kita melakukan evaluasi terhadap ibadah kita, perilaku kita dan ibadah sosial kita untuk hijrah ke masa depan yang lebih baik. Banyak saudara kita yang sudah tidak lagi punya kesempatan untuk memperbaiki diri karena sudah meninggal duluan. Sebagaiman Rosul mengajarkan kepada kita bahwa: Orang yang beruntung adalah orang yang menghisab dirinya serta beramal untuk kehidupan setelah kematian (HR Turmudzi ).

Disamping itu, ada ajaran Rosulullah saw saat menyambut tahun baru hijriyah adalah dengan melaksanakan puasa sunah, bisa Senin Kamis, bisa puasa tgl 9 dan 10 Muharram atau puasa Nabi Daud (sehari puasa sehari tidak) sebagai rasa syukur kita atas nikmat Allah swt yang masih diberikan kepada kita semua sehingga kita masih diberi nafas panjang untuk melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangannya, dalam upaya untuk mendapatkan bekal yang cukup dan bermutu untuk kehidupan akherat. Sebaik baiknya bekal adalah taqwa, kata Al Qur’an. Untuk itu dalam akir tahun dan tahun apapun jenis tahunnya yang terbaik adalah instrispeksi diri (muhasabah) apa yang pernah dilakukan dalam setahun berlalu terus ditimbang-timbang dengan membuang yang buruk di masa lalu dengan mengisi yang baik di masa yang akan datang, meninggalkan yang merugikan orang lain dan menyambut dengan mengisi hal yang bermanfaat dan menyenangkan orang lain. Bukankan orang yang terbaik adalah yang bermanfaat bagi orang lain? Semoga.

 

Berita Terkait