Opini

Ketika Pangan di Bumi Semakin Sulit

Ketika Pangan di Bumi Semakin Sulit

Oleh: Agus Prasmono, M.Pd.

(Alumni Departemen Geografi UM dan Kepala SMAN 1 Parang Magetan)

Bumi masih menjadi satu satunya tempat kehidupan sampai saat ini di alam dunia yang fana ini. Manusia dengan akal dan tehnologinya terus mengadakan penelitian dan eksplorasi untuk mencari hunian lain misalkan ekspedisi Mars atau bahkan planet lain yang memungkinkan ada potensi yang bisa dihuni oleh manusia ini. Mars telah lama menjadi subjek minat manusia untuk riset tempat kehidupan baru. Pengamatan teleskopik awal mengungkapkan perubahan warna pada permukaan yang dikaitkan dengan vegetasi musiman dan fitur linear yang jelas dianggap berasal dari sebuah desain cerdas. Pengamatan teleskopik lebih lanjut menemukan dua bulan yang ada di Mars yaitu  Fobos dan Deimos, lapisan es kutub dan fitur yang sekarang dikenal sebagai Olympus Mons, gunung tertinggi kedua Tata Surya ternyata berada di Mars. Penemuan ini menarik minat lebih lanjut dalam studi dan penjelajahan planet merah tersebut. Mars adalah planet berbatu, seperti Bumi, yang terbentuk sekitar waktu yang sama, namun dengan hanya setengah diameter Bumi, dan atmosfer yang jauh lebih tipis dan memiliki permukaan yang dingin dan seperti gurun. Namun karena kondisinya yang demikian semakin banyak para ahli yang menyangsikan adanya kehidupan di Mars.

Nama Vera Mulyani mungkin tidak begitu terdengar di Indonesia. Namun, idenya yang visioner dan “gila” telah terbang jauh hingga keluar planet Bumi. Vera Mulyani adalah perempuan asal Indonesia yang mendirikan Mars City Design atau Desain Kota Mars (Marschitect) yang ada di Los Angeles, California, Amerika Serikat. Proyek ini adalah inovasi pembangunan kota pintar yang berkelanjutan di planet Mars. "Debut kami, kompetisi tahunan Mars City Design 2015-2020, dari desain konseptual hingga inovasi dan pembuktian konsep, telah secara signifikan memengaruhi pengembangan konsep kehidupan berkelanjutan Mars di seluruh dunia, dengan total lebih dari 100 Juta tayangan global. Ini termasuk pekerjaan penelitian dan pengembangan yang dilakukan di NASA dan badan antariksa komersial," tulis keterangan di situs resmi marscitydesign.com

"Desain Kota Mars sangat berpengaruh karena beberapa alasan. Saat kita hidup di luar angkasa, penting untuk memiliki gagasan arsitektur ini. Saya suka konsep itu karena sebagian fungsional, praktis dan juga artistik. Itu memperhitungkan unsur manusia. Apalagi ketika kita pergi ke sana untuk tinggal, bukan hanya untuk berkunjung sebentar," ucapnya.

Selain itu, Vira juga mengatakan alasan kedua bisa memberi gambaran bahwa pergi ke Mars akan mengajari manusia cara hidup di planet ekstrem.

Selain itu para ahli ruang angkasa terus berekplorasi dan terus mengadakan penelitian tentang kemungkinan planet lain yang berpotensi adanya kehidupan. Hal ini didasari bumi yang dirasa sudah semakin tidak nyaman untuk kehidupan dan over kapasitas. Salah satu penyebab ketidaknyaman itu adalah penduduk bumi yang sudah terlalu padat jumlahnya. Jumlah penduduk dunia terus bertambah setiap saat. Berdasarkan data real time situs World Population Review mengungkapkan, jumlah penduduk dunia pada 4 Juni 2023 telah mencapai 8.039.642.225 jiwa. Setahun berikutnya jumlah penduduk dunia mencapai 8,09 milliar jiwa atau meningkat 0,62% dibandingkan dengan populasi tahun 2023. Namun, tidak setiap negara selalu meningkat jumlah penduduknya. Data tersebut sejalan proyeksi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Sementara daya dukung kehidupan di bumi terus merosot baik kuantitas maupun kualitasnya. Memang teori Thomas Robert Maltus di awal abat 19, bahwa pertumbuhan pendududuk sesuai deret ukur (1,2, 4, 8, 16 dst)  sedangkan pertumbuhan bahan makanan sesuai deret hitung (1, 2, 3, 4, 5 dst) memang tidak terbukti, tetapi setidaknya ancaman akan kekurangan pangan di beberapa belahan bumi mulai dirasakan walaupun tehnologi hijau terus dikembangkan sebagai solusi teori Maltus tersebut. 

Indonesia sendiri yang konon masih disebut sebagai negara agraris, namun hasil pertanian terus berkurang jumlahnya dan semakin tergantung negara lain untuk memenuhinya. Beras harganya terus meroket, jagung selalu import, kedelai mendatangkan dari Amerika, kacang dipasok India, apalagi gandum yang bukan ciri-ciri tanaman tropis dan buah-buahan import seperti kurma, jeruk, apel, peer, anggur, pisang, selalu membanjiri pasar domestik sampai detik ini. Belum lagi dari segi hewani seperti daging sapi, susu, keju dan olahannnya, terus membanjir ke Indonesia karena memang kekurangan di tanah air tercinta ini.

Hal diatas ada beberapa sebab yang memicu kekurangan bahan pangan tersebut seperti lahan pertaian yang setiap tahun terus menyusut di dalam negeri. Sebagai contoh, luas lahan baku sawah nasional sebesar 8,07 juta ha pada 2009. Angkanya kemudian menyusut menjadi sebesar 7,46 juta ha pada 2019. Dua tahun setelahnya, BPS belum mencatat berapa luas lahan baku sawah di Indonesia. Data terakhir masih berbasis kepada Keputusan Menteri ATR/BPN Nomor 686/SK-PG.03.03/XII/2019 tentang Penetapan Luas Lahan Baku Sawah Nasional Tahun 2019. Alih fungsi lahan akan terjadi terus menerus yang disebabkan oleh semakin meningkatnya kebutuhan lahan seperti, pemukiman, industri, perkantoran, tempat wisata, jalan raya dan infrastruktur lain untuk menunjang perkembangan masyarakat.

Pemakaian lahan pertanian ini semakin hari semakin membengkak bahkan sering tidak terkendali karena lemahnya kebijakan pemerintah setempat. Suatu contoh banyak lahan subur yang diijinkan dibuka untuk pemukiman, penengembangan industri dan kebutuhan infrastrukktur lainnya. Juga tidak sedikit pemilik modal yang investasi tanah namun banyak yang tidak digunakan untuk apapun sehingga menjadi tanah yang terbengkelai. Jelas ini akan semakin merugikan sektor pertanian. Di kelas menengahpun tidak sedikit yang berivestasi tanah dengan dalih untuk pemukiman anaknya nanti karena memang investasi tanah merupakan investasi paling gampang sekaligus paling menjajikan untuk orang yang awam bisnis, namun kenyataannya anaknya pergi ke luar kota yang tak tentu rimbanya karena tidak pulang kampung bahkan rumah orang tuanyapun akhirnya terbengkelai menjadi rumah kosong tak bertuan setelah anaknya tidak ada yang tingal meneruskan mendiaminya. Jumlah ini memang belum ada data akurat namun setidaknya banyak dijumpai di kota kecil kasus semacam ini.

Kedua adalah kepemilikan lahan per individu petani yang semakin lama semakin sempit. BPS mencatat, mayoritas atau 15,89 juta petani hanya memiliki luas lahan pertanian kurang dari 0,5 ha. Sebanyak 4,34 juta petani lahan pertaniannya hanya di kisaran 0,5-0,99 ha. Kemudian, petani yang luas lahan pertaniannya sebesar 1-1,99 ha sebanyak 3,81 juta jiwa. Petani yang luas lahannya di kisaran 2-2,99 ha sebanyak 1,5 juta jiwa. Di atas luasan itu, jumlah petaninya tak ada yang sampai 1 juta jiwa. Lahan pertanian yang menghasilkan tanaman pangan adalah lahan pertanian yang bagus dalam arti tingkat kesuburannya tinggi dan sistem irigasinya mudah. Tanpa kedua syarat tersebut terpenuhi sulit rasanya pertanian akan berhasil dengan baik. Kasus menanam singkong di Kalimantan yang berbuah jagung adalah sebuah bukti untuk itu.

Ketiga Menurut catatan BPS adanya tren penurunan jumlah usaha pertanian perorangan sejak tahun 2013. Dimana pada tahun 2013 petani RI mencapai 31,70 Juta sementara saat ini, jumlah petani di Indonesia mencapai 29,34 juta petani atau turun 7,45 %. Dan penurunanini terus berlangsung secara signivikan setiap tahun. Memang penrunan ini tidak untuk semua komoditas, untuk komoditas yang masih prospektif seperti kelapa sawit dan hortikultura masih cukup minat petani dan petani muda. Namun mengingat 70% pertanian di Indonesia berfokus pada pertanian padi dan tanaman pangan lain, maka sektor ini harus banyak mendapat perhatian karena semakin banyak ditinggalkan oleh petani. Hal ini erat kaitannnya dengan biaya produksi yang semakin tinggi mulai ongkos kerja, pupuk, obat-obatan namun disisi lain hasil pertaniannya harganya semakin lama semakin rendah.

Untuk mengatasi ketiga hal diatas perlu kebijakan pertanian makro oleh pemerintah yang bisa menjangkau semua kepentingan. Sebenarnya yang diinginkan petani adalah kepastian nasibnya dengan harga produksi yang stabil. Mereka tidak muluk-muluk menginginkan harga yang tinggi karena mereka sadar bahwa harga tinggi juga akan memberatkan penduduk lain yang tidak tergantung pada sektor pertanian, namun dengan kestabilan biata produksi dan hasil pertanian akan menjamin masa depan petani itu sendiri. Ini memang tugas berat pemerintah yang sangat didambakan petani yang selama ini termarginalisasi, dan selama ini pula hanya dibumilah pertanian bisa diandalakan. Planet lain masih impian.

Tag :
Berita Terkait
Terkini Lainnya

Lihat Semua