Opini

Tantangan yang Dihadapi dalam Pengembangan Kompetensi Guru

opini

Oleh : 
1.Yulia Enshanty, S.Pd ( Mahasiswa Pascasarjana Pendidikan Geografi Universitas Siliwangi, Guru Geografi SMA di Kabupaten Sukabumi)
2.Drs.Priyono,MS (Dosen Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta dan Mitra Kerja MGMP Geografi di Indonesia)

Pengembangan kompetensi guru merupakan salah satu pilar utama dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Melalui berbagai forum seperti Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), para guru memiliki kesempatan untuk berbagi pengetahuan, pengalaman, dan strategi pengajaran yang efektif. Namun, terdapat tantangan serius yang dihadapi, terutama ketika kebijakan kepala sekolah menghambat partisipasi guru dalam kegiatan tersebut. Salah satu contohnya adalah ketika guru yang menjabat sebagai pengurus MGMP tidak diperkenankan untuk mengikuti kegiatan ini, yang berdampak negatif pada pengembangan kompetensi mereka.

Pengurus MGMP memiliki peran yang sangat penting dalam setiap kegiatan MGMP. Mereka bertanggung jawab untuk merancang agenda, mengkoordinasikan kegiatan, dan memfasilitasi diskusi antar guru. Melalui kepemimpinan mereka, pengurus dapat memastikan bahwa semua anggota mendapatkan manfaat maksimal dari kegiatan yang diselenggarakan. Selain itu, pengurus juga berfungsi sebagai jembatan komunikasi antara guru dan pihak-pihak terkait, seperti dinas pendidikan dan pengembang kurikulum. Tanpa partisipasi aktif pengurus, efektivitas MGMP dapat berkurang secara signifikan, dan tujuan pengembangan kompetensi tidak akan tercapai.

Larangan kepala sekolah bagi guru pengurus MGMP untuk berpartisipasi dalam kegiatan MGMP mengakibatkan hilangnya kesempatan belajar yang berharga. MGMP adalah wadah yang mendukung kolaborasi antara guru dalam mendiskusikan metode pengajaran terbaru, kurikulum, dan isu-isu pendidikan yang relevan. Kehadiran pengurus MGMP sangat penting karena mereka berperan sebagai fasilitator utama dalam kegiatan tersebut, mengorganisir pertemuan, dan merancang agenda yang sesuai dengan kebutuhan guru. Dengan adanya pengurus, diskusi dapat berjalan terarah dan produktif, sehingga memberikan kesempatan bagi para guru untuk berbagi pengalaman dan mendapatkan umpan balik konstruktif. Selain itu, pengurus juga membangun jaringan antar guru, yang memungkinkan terciptanya kolaborasi dan dukungan profesional. Ketika guru tidak dapat berpartisipasi, mereka tidak hanya kehilangan pengetahuan baru, tetapi juga kehilangan akses kepada bimbingan dan dukungan yang sangat diperlukan untuk pengembangan kompetensi mereka. Tanpa kehadiran pengurus, kesempatan untuk belajar dan berkembang akan berkurang secara signifikan, mengakibatkan stagnasi dalam pengembangan kompetensi guru.Selain itu, kebijakan yang membatasi partisipasi guru dalam MGMP dapat berdampak pada motivasi mereka.

Ketika guru merasa tidak diberdayakan dan diabaikan, semangat mereka untuk mengembangkan diri dan mengajar dapat menurun. Hal ini berpotensi menciptakan lingkungan belajar yang kurang inspiratif bagi siswa, mengingat bahwa motivasi guru sangat berpengaruh terhadap kualitas pengajaran. MGMP juga berfungsi sebagai platform untuk inovasi dalam pengajaran. Dengan tidak adanya keterlibatan aktif guru dalam kegiatan ini, sekolah berisiko kehilangan ide-ide kreatif dan strategi baru yang dapat meningkatkan proses belajar mengajar. Inovasi yang terhambat dapat membuat pendidikan di lembaga tersebut stagnan dan tidak responsif terhadap kebutuhan siswa yang terus berkembang.

Salah satu penyebab utama dari kebijakan yang menghambat ini adalah kurangnya pemahaman di kalangan kepala sekolah tentang pentingnya pengembangan kompetensi guru melalui MGMP. Beberapa kepala sekolah mungkin melihat kegiatan ini sebagai pengganggu waktu atau aktivitas yang tidak produktif. Selain itu, ada juga kekhawatiran terhadap disiplin dan produktivitas guru jika mereka diizinkan untuk mengikuti kegiatan di luar sekolah.

Dalam beberapa kasus, kepala sekolah yang bersikap otoriter cenderung mengutamakan kontrol ketat atas aktivitas guru, sehingga mengabaikan potensi positif dari kolaborasi dan pengembangan profesional yang dapat dihasilkan melalui MGMP. Pendekatan ini tidak hanya membatasi kesempatan guru untuk belajar, tetapi juga menciptakan suasana kerja yang kurang mendukung untuk inovasi dan pertumbuhan. Lebih jauh lagi, anggaran sekolah yang tidak memadai untuk transportasi guru ke kegiatan MGMP juga menjadi kendala, karena kepala sekolah sering kali enggan untuk mengalokasikan dana tersebut, dengan alasan bahwa biaya tersebut tidak sebanding dengan manfaat yang diharapkan. Hal ini semakin memperburuk situasi, mengingat aksesibilitas ke kegiatan pengembangan profesional adalah kunci untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

Untuk mengatasi tantangan ini, beberapa solusi dapat dipertimbangkan. Pertama, edukasi dan sosialisasi tentang manfaat MGMP perlu dilakukan, baik kepada kepala sekolah maupun kepada guru.

Workshop dan seminar bisa menjadi sarana efektif untuk menjelaskan bagaimana partisipasi aktif dalam MGMP dapat mendukung peningkatan kualitas pendidikan di sekolah. Kedua, kepala sekolah dapat menerapkan kebijakan yang lebih fleksibel, sehingga guru tetap dapat memenuhi tanggung jawab di sekolah sambil berpartisipasi dalam MGMP. Misalnya, memberikan izin kepada guru untuk mengikuti MGMP pada hari-hari tertentu tanpa mengganggu jam pelajaran. Ketiga, dukungan dari dinas pendidikan sangat penting. Dinas pendidikan dapat memberikan dorongan kepada kepala sekolah untuk lebih mendukung kegiatan MGMP, serta memfasilitasi komunikasi yang lebih baik antara guru dan manajemen sekolah.

Pengembangan kompetensi guru adalah kunci untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Kebijakan kepala sekolah yang menghambat partisipasi guru dalam kegiatan MGMP dapat menghalangi kemajuan yang seharusnya dicapai. Dengan meningkatkan pemahaman, menciptakan kebijakan yang lebih fleksibel, dan mendapatkan dukungan dari dinas pendidikan, diharapkan pengembangan kompetensi guru dapat berjalan dengan baik dan memberikan dampak positif bagi mutu pendidikan di Indonesia. Kebijakan sekolah harus mendukung aktivitas guru untuk mengembangkan kompetensi akademik dan sosialnya, yang akhirnya berdampak pada kualitas pembelajaran guru dan kualitas output sekolah.

Reputasi guru serta pengakuan seorang guru bisa dilihat dari prestasi yang dicapai serta banyaknya publikasi bisa dibaca oleh pembaca media yang mempublikasikan. Reputasi ini tidak mudah dicapai oleh seorang guru tanpa memiliki jaringan yanga luas dan kompeten di bidangnya.(*)

Berita Terkait
Terkini Lainnya

Lihat Semua