Opini

Memilih Pemimpin dan Peringatan Keras Allah

opini

Oleh:

1.Drs.Priyono,MSi. (Dosen Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta)

2.Dr.Rohman Hakim,MSi. (Alumni dan Dosen Emiritus Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta)

 Kabarnya Pemilihan Gubernur Jawa Tengah dan Bupati atau Walikota akan dilaksanakan tgl 27 nopember 2024. Bagi yang sudah memegang amanat 2 periode tentunya sudah tidak bisa mencalonkan lagi, tinggal dia punya penerus yang sudah dipersiapkan sebelumnya dan ikut membantu memuluskannya atau diserahkan kepada pemilih. Di beberapa daerah sudah bukan rahasia lagi, pejabat setingkat Bupati sudah menyiapkan penggantinya dari keluarga besarnya baik isteri, anak atau yang lain seperti model kerajaaaan misal bupati Klaten, Sukoharjo, Sragen dll.  Gaung pemilihan sudah mulai kita rasakan dengan banyaknya spanduk atau baliho yang dipasang di pinggir jalan hingga di gang masuk perkampungan di wilayah kabupaten Klaten, yang bertujuan untuk mengenalkan diri sebagai calon Gubernur atau Bupati/Walikota di Jawa Tengah. Pemasangan gambar calon mungkin jadi bisa seluruh kabupaten/ kota di Jawa Tengah.

Gambar yang dipasang ada yang berukuran besar dan ada pula yang kecil tergantung dari dana yang disediakan. Sebetulnya pemasangan alat peraga kampanye di sebarang titik menunjukkan ketidaktertiban masyarakat dan bisa merusak pertumbuhan pohon bila dipasang dengan menggunakan paku besi. Disamping itu ukuran gambar yang tidak sama menunjukkan ketidakadilan, mestinya KPU bisa membuat aturan main agar ada kesetaraan dan keadilan, tidak dibiarkan bebas. Sebuah pesta demokrasi yang dilaksanakan secara langsung lewat pencoblosan di bilik suara, berarti langsung, bebas dan rahasia. Kita tentu menghendaki pemimpin yang adil, amanah dan membuat rakyat sejahtera . Sebagai warga negara yang baik, harapan saja tidak cukup maka  harus diikuti dengan memberikan sumbangan yang berarti dengan memilih yang benar sesuai yang diinginkan, tidak asal coblos yang akhirnya menjadi penyesalan di kemudian hari karena pilihannya tidak memberikan sesuatu yang diharapkan.

Gambar calon dengan berbagai gaya nampaknya tetap menjadi alat promosi yang efektif karena pemilih kita bisa disamakan bentuknya seperti piramida penduduk artinya mereka yang mengetahui tentang karakter dan kinerja calon yang akan dipilih, jumlahnya relatif sedikit sedangkan  mereka yang tidak memahami orang yang akan dipilih berbanding terbalik yaitu  jumlahnya sangat mendominasi, inilah kelemahan pemilihan secara langsung. Model one man one vote , semua pemilih sama artinya satu orang mencoblos satu kali, seorang tukang sapu sama dengan seorang gubernur, jadi tidak ada perbedaan antara klas atas dan bawah sehingga jumlah orang yang memilih sangat menentukan. Disamping itu model pemilihan semacam ini meskipun sah tetapi sesungguhnya dipenuhi dengan praktek money politics untuk memuluskan ambisinya Kadang-kadang mereka menggunakan dalih shadaqah, memberi bantuan atau berjanji memberikan bantuan kepada konstituen dalam bentuk pembangunan sarpras dan lainnya. Suburnya praktek money politic disebabkan oleh regulasi yang lemah, implementasi regulasi dan tindakan hukum yang tidak tegas terhadap para pelakuknya sehingga tidak menimbulkan rasa jera. Di sisi lain masyarakat kita kebanyakan juga terjebak praktik pragmatisme, asal segera mendapatkan keuntungan bagi perorangan atau warga, baik dalam bentuk uang tunai maupun non tunai, maka itulah yang dipilih tanpa melihat kualitas calonnya.

Kehidupan kita sehari-hari  baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, organisasi, lingkungan kerja maupun lingkungan pergaulan yang lebih luas tidak terlepas dari perilaku memilih, baik memilih pekerjaan, mencari teman, memilih organisasi politik, memilih bersyukur atau kufur, memilih warung makan-minum, memilih pemimpin sampai memilih jodoh atau pasangan hidup.   Sampai perilaku beribadah misalnya ketika berkumandang azan subuhpun, kita diberi opsi memilih apakah tetap tidur ataupun bergegas ke masjid untuk melaksanakan sholat subuh berjamaah. Pilihan kita akan menentukan nasib kita di masa depan baik di dunia maupun di akherat, tidak saja nasib individu tetapi juga nasib bangsa, misalnya memilih pemimpin mulai dari kepala desa sampai Presiden. Oleh karena itu memilih pemimpin, baik level desa sampai Presiden, memiliki tataran level yang sangat penting. Moment pemilihan seperti pemilihan gubernur yang akan datang memiliki arti yang sangat krusial dan menentukan, maka diperlukan pertimbangan dan wawasan yang luas agar tidak salah memilih.

Orang bisa mengatakan bahwa perilaku memilih adalah hal yang sangat unik dan berat serta penuh tantangan. Keputusan yang diambil akan sangat ditentukan oleh banyak pertimbangan mulai dari sosial religius, pertimbangan ekonomi-kultural sampai pada pertimbangan individu maupun universal. Ambil contoh : ketika memilih kepala desa di daerah pilihannya, mereka tidak jarang menggunakan pertimbangan sosial-religi  karena pertimbangan agama dan interaksi sosial yang baik dari calon yang akan dipilih. Namun bisa juga memilih karena mendapat sogokan materi atau uang dan inilah yang menjadi trend di Indonesia. Ada pula yang memilih karena pertimbangan kedekatan keluarga tanpa memperhitungkan aspek lain, itulah praktik pragmatisme yang selalu menggoda di setiap moment pemilu maupun pilkada. Kita kadang sulit membedakan antara shadaqah dan sogokan (pemberian uang atau barang untuk tujuan duniawi). Sampai sopir saya mengatakan bahwa, saat ini jabatan bisa dibeli dengan uang pak, jadi sulit memilih pemimpin yang baik jika masyarakat sudah terbius dengan uang atau materi bahkan pemabuk pun suatu saat bisa jadi pemimpin jika dikehendaki oleh rakyat. Money politics tidak saja mencederai demokrasi tapi juga merusak moral masyarakat, berbangsa dan bernegara. Dan jika ini terjadi maka perbaikannya sangat sulit dan bahkan harus sampai menunggu generasi yang akan datang. 

Islam adalah agama yang sempurna. Syariatnya mencakup segala aspek kehidupan mulai dari ibadah mahdhoh (yang berhubungan hubungan manusia dengan TuhanNya) dikenal dengan istilah hablumminallah,  hingga muamalah (hubungan manusia dengan sesamanya) yang biasa disebut dengan hablumminannas. Islam mengatur tata cara sejak bangun tidur sampai mau tidur lagi, dari urusan tatacara tidur apalagi tatacara memilih pemimpin. Islam memiliki ketentuan yang teratur rapi mulai dari kriteria pemimpin, hingga tanggung jawab pemimpin kepada rakyatnya. Betapa pentingnya keberadaan seorang pemimpin sampai-sampai Nabi SAW memerintahkan apabila kita mengadakan perjalanan yang diikuti tiga orang, maka harus mengangkat pemimpin yang akan mengarahkan perjalanan kita. Jika dalam rombongan kecil saja (tiga orang) kita diperintahkan untuk memilih pemimpin, apalagi dalam cakupan yang lebih luas, seperti tingkat provinsi atau kabupaten/kota ( gubernur,bupati/wali kota). Selain itu, Islam juga mengatur soal politik dan etikanya. Islam melarang umatnya untuk menerima suap maupun memberi suap yang dalam dunia politik disebut money politics.  Ancaman hukuman yang diberikan bagi pelaku money politics tersebut sangat berat. "Dari Abu Hurairah r.a., beliau berkata: Rasulullah bersabda: Kutukan Allah menimpa atas orang yang menyuap dan orang yang menerima suap". Ancaman ini berlaku baik bagi yang memberi suap, yang menerirna suap, maupun kurir suap dan semua berperan dalam melakukan kejahatan tersebut. Akibat suap-menyuap ini sangat berdampak luas, merusak tatanan masyarakat dan akhlak masyarakat. Maka Allah SWT melaknat orang yang memberi, menerima dan kurir atau pesuruh suap. Kita berharap, semoga semakin ke depan pemilihan pemimpin tidak lagi berpijak pada praktik pragmatisme dan money politic, tetapi berpijak pada keunggulan calon pemimpin yang memiliki kriteria paling baik, sebab dengan cari inilah inshaallah marwah bangsa dan negara kita akan kembali menjadi bangsa dan negara yang maju dan terdepan, baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur, gemah ripah loh jinawi. Semoga…(*)

Tag :
Berita Terkait
Terkini Lainnya

Lihat Semua