Opini

Pojokan 215: Merdeka

Kang Marbawi.
Kang Marbawi.

Kita Merdeka, dari penjajah. Tapi kita belum Merdeka dari kepentingan kelompok/sendiri. 

Tak ada orang yang Merdeka dari kepentingan. Semua orang punya kepentingan. 
 
Pantas Bung Karno menyebut; Kamu akan menghadapi musuh yang lebih sulit, yaitu saudaramu sendiri, anakmu sendiri, atau sesiapapun yang tak sejalan. Membela kepentingan sekelompok, melawan yang beda kepentingan. 
 
Karena kepentingan itu, orang rela menjajah segala. Hukum, keadilan, kemanusiaan, kepatutan dan segala norma etika dilanggar.
 
Selalu terbersit nafsu untuk menguasai pada setiap bangsa bahkan individu. 
 
Dorongan ingin menaklukkan setiap orang dan menjadi yang utama. Menjadi bibit perlawanan dan perpecahan. 
 
Melahirkan kolonialisme kepentingan kekuasaan.
 
Menjadikan perayaan kemerdekaan hanya sebuah ritual. Ritual dalam arti seremoni.
 
Yang terjadi, ada perang diantara kita. Dengan diri kita, dengan sesama kita.
 
Perang dan adu strategi untuk memuluskan kepentingan. Juga merebut atau melanggengkan kekuasaan. 
 
Entah siapa yang menjadi pemenang. Sebab tak selamanya yang menang menjadi pemenang. Kita berperang diantara kita sendiri.
 
Lupa ada yang lebih besar untuk dilawan. Korupsi contohnya. Kerapuhan etika diri, demokrasi dan hukum.  Kita belum Merdeka dari itu semua. Juga masih terjajah pada yang lainnya. 
 
Untuk melawan korupsi perlu kekuasaan. Dan kekuasaan perlu menyatukan kepentingan. Sayangnya penyatuan kepentingan itu bukan untuk melawan korupsi. Tapi untuk merebut kekuasaan. 
 
Maka yang tak sama adalah lawan. Yang tak bisa dibeli dan diiming-diimingi. Juga yang selalu kritis. Kekuasaan adalah piala dari kurusetra politik kepentingan. 
 
Bung Karno bersabda; kemerdekaan hanyalah jembatan emas untuk mengantarkan tujuan yang lebih luhur.
 
Tujuan yang belum pernah terwujud; masyarakat adil, makmur, gemah ripah, loh jinawi. Dan berdaulat, bermartabat, beradab. 
 
Bukan mewujudkan kemakmuran segelintir. Menggemahripahkan sekelompok. 
 
Tapi gemah ripah. makmur, adil, dan keadaban untuk semua manusia yang yang berdarah Indonesia. Sejak dalam kandungan sampai keliang lahat.
 
Kekuasaan itu untuk mewujudkan itu. 
Ada baiknya mendengar nasehat Iwan Fals:
 
Masalah moral, masalah akhlak
Biar kami cari sendiri
Urus saja moralmu, urus saja akhlakmu
Peraturan yang sehat yang kami mau
 
Tegakkan hukum setegak-tegaknya
Adil dan tegas tak pandang bulu
Pasti kuangkat engkau
Menjadi manusia setengah dewa  
 
Wahai presiden kami yang baru
Kamu harus dengar suara ini
 
Dan satu lagi pesan Iwan Fals, basmi tikus-tikus kantor.
 
Akan selalu ada perang diantara kita. Perang antar kepentingan untuk menggapai piala kekuasaan. 
 
Nusantara Baru, Indonesia Maju, bukan hanya seremoni. Merdeka! (180824)
 
 
 
Tag :
Berita Terkait
Terkini Lainnya

Lihat Semua