Perjalanan Pondok Pesantren Modern Darul Falah Cimenteng menjadi bukti nyata bagaimana semangat wakaf dapat membangun lembaga pendidikan yang berkontribusi besar bagi masyarakat. Dimulai pada tahun 2013 dengan hanya 7 santri, kini pondok pesantren ini telah berkembang menjadi rumah pendidikan bagi 400 santri dari berbagai daerah di Indonesia.
HADI MARTADINATA
SUBANG
Pimpinan Pondok Pesantren Darul Falah, Kyai Komarudin, M.Pd., menjelaskan bahwa pondok pesantren ini melalui dua fase penting dalam perkembangannya. "Awalnya, kami memulai dengan sistem keluarga. Pada tahun 2013, jumlah santri kami hanya tujuh orang, yang kemudian bertambah menjadi sembilan pada angkatan pertama," kenangnya kepada Pasundan Ekspres, Senin (20/1).
Namun, pada tahun 2017, Pondok Pesantren Darul Falah memasuki fase baru sebagai pondok wakaf. Seluruh aset, sistem, pengelolaan, dan operasional pondok sepenuhnya berbasis wakaf, menjadikan lembaga ini berdiri mandiri tanpa bergantung pada bantuan pemerintah.
"Alhamdulillah, dana terbesar kami berasal dari wakaf, termasuk untuk pembangunan infrastruktur. Hingga saat ini, kami tidak pernah mengajukan bantuan dari pemerintah, semuanya murni dari sumbangan perseorangan," jelas Kyai Komarudin.
Sebagai pondok pesantren modern, Darul Falah mengadopsi sistem pendidikan berbasis Pondok Modern Gontor. Kyai Komarudin sendiri merupakan alumni Gontor, sehingga nilai-nilai dan metode pendidikan dari sana diterapkan dengan baik.
Di pondok ini, terdapat jenjang pendidikan formal tingkat SMP dan SMA. Selain mengajarkan kitab kuning, para santri juga dibekali kemampuan bahasa Arab dan bahasa Inggris. "Terutama di bahasa Inggris, kami mendapat dukungan dari Smart Brain Jakarta, sebuah lembaga yang cukup ternama di sana," tuturnya.
Pondok Pesantren Darul Falah menekankan sistem pendidikan yang modern dan manajerial, dengan tetap mempertahankan nilai-nilai tradisional pesantren.
Mayoritas santri di Pondok Pesantren Darul Falah berasal dari Subang. Namun, tidak sedikit yang datang dari luar daerah, seperti Bali, Makassar, dan Pontianak. Hal ini menunjukkan daya tarik pondok ini di tingkat nasional.
Meski begitu, pondok ini hanya menerima 90 santri per tahun, meskipun jumlah pendaftar jauh melebihi kapasitas. "Kami sangat bersyukur atas antusiasme masyarakat. Namun, karena keterbatasan dana wakaf untuk pembangunan, kami hanya bisa menerima santri dalam jumlah terbatas," ungkapnya.
Pondok Pesantren Darul Falah merupakan contoh bagaimana wakaf dapat menjadi basis pengelolaan lembaga pendidikan yang mandiri dan berkualitas. Dengan semangat wakaf, pondok ini tidak hanya memberikan pendidikan agama, tetapi juga membangun generasi muda yang memiliki kemampuan bahasa, manajerial, dan wawasan global.
"Kami berharap dapat terus mengembangkan pondok ini dan menjadikannya lebih baik lagi. Mohon doa dari semuanya agar kami dapat istiqomah dalam mengelola amanah ini," harap Kyai Komarudin.(*)