PASUNDAN EKSPRES - Data Pemilu Inggris telah mengalami kebocoran yang disampaikan oleh Wakil Perdana Menteri Inggris, Oliver Dowden, yang menyalahkan China atas kejadian tersebut.
Insiden ini terjadi pada tahun 2021 dan memengaruhi sekitar 40 juta pemilih Inggris sebagai akibat dari serangan siber yang diduga berasal dari China.
Pernyataan Dowden disampaikan di hadapan anggota parlemen pada hari Senin kemarin waktu lokal.
Menurutnya, data pemilih jatuh ke tangan peretas yang diduga bekerja untuk pemerintah China.
BACA JUGA:Telkomsat Memberikan Pemahaman tentang Starlink, Justifikasi Kolaborasi, dan Kompetisi
Dia juga menegaskan bahwa pemerintah Inggris akan bertindak tanpa ragu jika tuduhannya terbukti benar.
"Pemerintah Inggris tidak akan ragu untuk mengambil tindakan yang tegas jika pemerintah China terbukti mengancam kepentingan Inggris," katanya, seperti dilaporkan oleh Slashdot pada Selasa 26 Maret 2024.
Pusat Keamanan Siber Nasional (NCSC) juga mengomentari masalah ini, tidak menutup kemungkinan bahwa peretas dari China dapat menjadi pelaku di balik insiden yang terjadi tiga tahun lalu.
Menurut NCSC, para peretas dapat mengakses dan mengambil email serta data pribadi lainnya dari daftar pemilih selama serangan berlangsung.
Meskipun kejadian itu terjadi pada tahun 2021, kebocoran tersebut tidak terdeteksi hingga satu tahun kemudian, baru diungkap kepada publik pada tahun 2023.
Komisi Pemilihan Lokal menjelaskan bahwa data 40 juta pemilih yang terkena dampak termasuk pemilih antara tahun 2014 hingga 2022, serta pemilih dari luar negeri.
Dalam kesimpulan, kebocoran data pemilih sebesar 40 juta menjadi peringatan penting akan rentannya infrastruktur digital kita terhadap serangan cyber yang terus berkembang. Tudingan terhadap China sebagai biang kerok menyiratkan perlunya upaya bersama untuk meningkatkan keamanan cyber secara global.
BACA JUGA:Kondisi Darurat Judi Online di RI, Kominfo Blokir 1 Juta Konten
Hanya dengan kerja sama dan langkah-langkah proaktif, kita dapat menghadapi tantangan ini dengan efektif dan melindungi kepentingan nasional serta data pribadi masyarakat dari ancaman yang semakin kompleks dan canggih di dunia digital saat ini.
(hil/hil)