Daerah

Perumda Gapura Tirta Rahayu Purwakarta Bermetamorfosis Jadi PDAM Modern, Tingkatkan Mutu Pelayanan Konsumen

Perumda Gapura Tirta Rahayu

PURWAKARTA-Peningkatan mutu pelayanan terhadap para pelanggan menjadi prioritas utama yang harus dilakukan Perumda Air Minum Gapura Tirta Rahayu atau PDAM Purwakarta

Demikian disampaikan Plt Direktur Utama Perumda Gapura Tirta Rahayu Riana A. Wangsadiredja melalui rilisnya, Senin (30/9).

"Untuk mengejawantahkan hal itu, kami melakukan akselerasi dan gebrakan dari semua aspek. Saat ini kami sedang memulai proses metamorfosis menjadi perusahaan air minum yang modern," kata Riana.

Di bawah kepemimpinannya, perusahaan air minum milik Pemkab Purwakarta ini melakukan beberapa hal, mulai dari upaya menyudahi problem soal distribusi air yang tersendat, hubungan dengan pelanggan, hingga pembenahan SDM di lingkup internal.

Masih adanya pelanggan yang mengeluh soal distribusi air yang kerap tersendat, kata dia, disebabkan oleh faktor teknis. Seperti mayoritas infrastruktur jaringan perpipaan di PDAM sudah tua dan rusak sehingga perlu segera dilakukan peremajaan, ada pula karena faktor alam.

"Kami tak menampik bahwa selama ini pasokan air ke para pelanggan belum optimal. Tersendatnya pasokan air disebabkan oleh faktor yang berbeda bergantung pada karakteristik wilayah operasional kami," ujarnya.

Perlu diketahui, PDAM Purwakarta terbagi dalam lima wilayah operasional. Satu kantor pusat dan empat kantor cabang. Wilayah tersebut yakni Purwakarta Kota, Purwakarta Utara, Wanayasa - Kiarapedes, Bojong - Darangdan dan Plered -Tegalwaru.

"Misalnya untuk wilayah Wanayasa - Kiarapedes, terganggunya pasokan air karena faktor alam. Sebab, di wilayah ini mengandalkan sumber air dari sungai Cihanjawar dan Cisigung," ucap Riana.

Musim kemarau panjang, kata dia, sangat berpengaruh terhadap kondisi debit air. Debit yang menurun mengakibatkan aliran menjadi tak optimal. Padahal sumber air Cihanjawar bukan hanya dipasok untuk Wanayasa - Kiarapedes, tapi juga Bojong - Darangdan secara bergilir.

"Cara mengatasinya, kami memanfaatkan sumber air baru, yakni mata air Pemandian Kuda di Kecamatan Bojong. Saat ini sudah sampai ke tahap perencanaan dan persiapan. Sudah dilakukan Feasibility study," kata Riana.

Adapun realisasinya, lanjut dia, ditargetkan pada 2025. Nantinya, wilayah-wilayah tersebut mendapat tambahan debit air yang akhirnya tidak usah bergiliran lagi.

Pun halnya di wilayah Plered-Tegalwaru yang tak berbeda jauh dengan di Wanayasa - Bojong yang penyebabnya karena faktor alam. Kemarau membuat aliran air dari sungai Ciwangun menjadi kecil. 

"Jumlah pelanggan di wilayah ini memang masih sedikit, kurang dari seribu, namun permintaan masyarakat untuk menjadi pelanggan sangat tinggi sebab umumnya sudah susah jika memanfaatkan air tanah. Ini tantangan buat kami," ujarnya.   

Karena itu pula pihaknya berupaya mencari sumber air yang baru. Wilayah ini hanya perlu pengembangan, karena instalasinya masih layak dan bagus.

Sementara itu, lanjutnya, pasokan air untuk Purwakarta Kota dan Cabang Purwakarta Utara bersumber dari tiga titik. Ketiganya adalah, Instalasi Pengolahan Air (IPA) Sadang, IPA Ubrug Jatiluhur, dan mata air Cilembangsari, Cigoong yang berlokasi di Kecamatan Bojong," ucap Riana.

Untuk Purwakarta Utara meliputi sebagian kecil Babakancikao, yakni Perumahan Gandasari di Cigelam, dan sebagian kecil Campaka. Di wilayah Purwakarta Kota dan Purwakarta Utara merupakan wilayah dengan jumlah pelanggan terbanyak, yakni 24 ribu.

"Ada beberapa wilayah yang terkendala pasokan karena elevasinya ada di atas. Misalnya di Kampung Bebesaran, Gembong, Purwamekar dan Perumahan Gandasari," kata Riana.

Penyebab utama sering terjadi kendala yakni sumber air dari Cilembangsari dan Cigoong tak bisa optimal memasok air ke kota karena banyak titik kecoboran akibat jaringan perpipaan yang sangat tua atau usia teknisnya sudah lama habis.

"Debit air memang mencukupi, tapi tak bisa optimal, terutama di wilayah Purwakarta Timur seperti Cimaung, Perumahan BJI dan Dian Anyar," ucap Riana. 

Jalur ini pun masih menggunakan pipa asbes sepanjang 23 km yang belum pernah diganti sejak 1979. Padahal, jika dilakukan peremajaan terhadap instalasi, sangat berpotensi untuk menambah cakupan.

Perlu diketahui pula bahwa kualitas air Cilembangsari-Cigoong lebih bagus dari pada air Jatiluhur. "Adapun solusi jangka pendek, yakni memperbaiki kebocoran. Sedangkan solusi jangka panjang adalah melakukan peremajaan pada 2025. Persiapannya sudah hampyer selesai," katanya.

Riana juga mengungkapkan adanya kendala yang terjadi di IPA Ubrug, yakni masih terbentang pipa asbes sepanjang 12 KM. Ini juga harus diremajakan, mencakup IPA nya itu sendiri. "Problem lain, sambungan pipa yang membentang di Sasak Beusi, Sindangkasih, terputus sejak 2022 silam," ujar Riana.

Pipa PDAM Purwakarta menempel pada bentangan instalasi jembatan milik Kementerian PUPR. Pada 2022 silam ada peremajaan jembatan Sasak Beusi, sehingga saluran pipa PDAM diputus.

Putusnya pipa tersebut sangat berpengaruh terhadap pasokan air ke Kota. Hingga akhirnya Kota hanya mengandalkan pasokan air dari Cilembangsari-Cigoong (yang banyak kebocoran itu), dan IPA Sadang.

"Alhamdulillah sambungan pipa di Sasak Beusi disambung kembali. Saat ini sedang dalam proses pengerjaan. Jika sudah kelar, maka pasokan air ke Kota tak bakal lagi bermasalah. Januari 2025 dipastikan sudah memasok Kembali ke Kota," ucap Riana.

PDAM Purwakarta juga memiliki kendala pada pipa transmisi di Sadang yang sebenarnya IPA Sadang disiapkan bukan untuk pasokan air ke kota, tetapi ke Babakancikao. Karenanya, jika IPA Ubrug sudah kembali bisa memasok ke Kota, IPA Sadang bisa fokus ke Babakancikao, khususnya ke daerah Cigelam dan Perumahan Gandasari.

"Jika IPA Ubrug tersambung kembali, perpipaan Cilembangsari - Cigoong dan diremajakan, maka persoalan air di Purwakarta tak akan bermasalah lagi. Bahkan kita bisa menambah cakupan baru," katanya.

Riana mengungkapkan, untuk melakukan peremajaan terhadap instalasi PDAM yang sudah sangat uzur, diperlukan biaya yang tak sedikit. Perlu memutar otak agar bisa mewujudkannya.

Berubahnya status PDAM dari BUMD ke Perumda, memberi keleluasaan bagi pihaknya untuk melakukan kerjasama investasi dengan pihak swasta tanpa membebani keuangan APBD. "Kami menerapkan pola kerja sama dengan sistem business to business (B2B)," ujar Riana.

B2B adalah sistem kerjas ama yang paling efektif dan efisien. Perumda bisa bekerja sama dengan pihak swasta atau badan usaha lain. Langkah strategi ini diambil karena didasari kondisi keuangan pemerintah daerah yang tidak memungkinkan menggelontorkan modal dalam waktu cepat dan singkat untuk meremajakan seluruh perpipaan yang tua ini.

"Skema bisnis yang diterapkan adalah build operate transfer atau BOT. Jadi, investor menanamkan modal untuk membangun intake, IPA dan jaringan perpipaan yang baru. Kemudian mereka mengoperasikannya dalam jangka waktu sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak," ucap Riana.

Selanjutnya, setelah masa kontrak habis dan tidak diperpanjang, maka aset diserahkan dan menjadi milik PDAM Purwakarta. Ini sudah banyak dilakukan oleh PDAM-PDAM lain. Seperti Bekasi yang sudah menerapkannya sejak 2013.

"PDAM Purwakarta berperan dalam pengembangan cakupan sambungan rumah. Jadi, ini simbiosis mutualisme. Kita tahu bahwa swasta tak boleh menjual air. Sesuai aturan, penyelenggara atas tarif adalah PDAM. Nantinya keuntungan pihak swasta adalah dari bagi hasil dari tarif," katanya.

PDAM Purwakarta juga sudah membuat MoU dengan tiga investor. Awal 2025 memulai, dan pada pertengahan 2025 distribusi air di Purwakarta akan berjalan lancar.

Perlu diketahui, PDAM Purwakarta saat ini menerapkan tarif baru dimulai pada September 2024 untuk pembayaran Oktober 2024. Alasan penerapan tarif baru ini karena tarif air secara nasional sudah ditentukan atau diatur oleh Pemerintah Provinsi, melalui Keputusan Gubernur (Kepgub).

Tarif di setiap daerah berbeda, tergantung dari hasil komponen penilaian dan pengkajian. Pemprov Jabar sudah menetapkan batas bawah dan atas tarif yang layak untuk Purwakarta. 

"Sejak 2017 kita belum melakukan penyesuaian tarif. Padahal, pemprov mengeluarkan keputusan atas tarif ini setiap tahun. Tarif GTR saat ini Rp4.100 per meter kubik. Nantinya akan naik menjadi Rp6.800 per meter kubik. Kami mengikuti Kepgub 2023," ujarnya.

Riana menjelaskan, tarif harus dinaikkan karena untuk kondisi saat ini, tarif lama tidak mencapai full cost recovery (FCR). Dalam arti, tidak bisa menutupi biaya operasional.

Tarif baru ini masih sangat terjangkau, karena PUPR menentukan batas maksimal belanja per satu KK dalam satu bulan untuk air bersih tidak lebih dari 5 persen dari UMK.

"Kita tahu UMK Purwakarta sebesar Rp4.513.000. Jadi, belanja untuk air sekitar Rp250.000 per bulan, dengan rata-rata pemakaian sebanyak 17 M3/KK," ucap Riana.

Lebih lanjut dirinya mengatakan, saat ini pelanggan bisa dengan mudah membayar rekening air. Bisa melalui online, atau bisa memanfaatkan aplikasi whatsapp.

"Hari ini PDAM bermetamorfosis menuju ke perusahaan yang modern, yakni perusahaan yang bisa mengelola dengan baik atau good corporate governance," katanya.(add)

Berita Terkait
Terkini Lainnya

Lihat Semua