SUBANG-Inflasi di Subang menurun pada awal tahun 2025, terendah jika dibandingkan awal tahun 2024. Angka itu merujuk pada data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Subang tentang Indeks Harga Konsumen bulan Januari 2025 yang dikeluarkan pada Senin (3/2/2025).
Data tersebut menjelaskan, terjadi deflasi year-on-year (y-on-y) Kabupaten Subang sebesar 0,35 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 107,99.
Sementara, angka inflasi menurun tajam jika dibandingkan dengan pada awal tahun 2024, yakni di angka 4,9 persen, artinya menurun sebesar 4,55 persen.
Lebih lanjut, Inflasi y-on-y terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya beberapa indeks kelompok pengeluaran. Antara lain kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 0,42 persen; kelompok perlengkapan, peralatan dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar 1,63 persen; kelompok kesehatan sebesar 1,16 persen; kelompok transportasi sebesar 0,59 persen; kelompok pendidikan sebesar 0,06 persen; kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran sebesar 2,24 persen; dan kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 4,05 persen.
Sedangkan kelompok yang mengalami deflasi y-on-y. Antara lain kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 0,85 persen; kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 10,02 persen; kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,94 persen; dan kelompok rekreasi, olahraga dan budaya sebesar 0,97 persen.
Adapun, tingkat deflasi month-to-month (m-to-m) dan tingkat deflasi year-to-date (y-to-d) Kabupaten Subang bulan Januari 2025 masing-masing sebesar 0,99 persen dan 0.99 persen.
Akademisi dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Sutaatmadja (STIESA) Dr Gugyh Susandy SE MSI CBM merespon angka inflasi Kabupaten Subang pada bulan Januari 2025 tersebut.
Ia menjelaskan, rendahnya angka inflasi di suatu daerah dapat menguntungkan jika daya beli masyarakat masih terjaga.
"Inflasi rendah artinya kenaikan harga dapat dikendalikan, hal ini menguntungkan bagi masyarakat apabila di saat yang sama daya beli masyarakat juga masih terjaga," ucapnya.
Oleh sebab itu, dirinya mengatakan menurunnya angka inflasi di Kabupaten Subang dapat diapresiasi, namun ia menyoroti tentang daya beli masyarakat di Kabupaten Subang.
"Pengendalian inflasi rendah perlu diapresiasi, namun perlu dilengkapi dengan kebijakan peningkatan daya beli masyarakat. Ibarat sekeping mata uang yang dua sisinya harus melengkapi," ucapnya.
Pengeluaran per kapita di Kabupaten Subang masih tergolong di Desil 2, yakni ke dalam kategori kelompok miskin dari rentang pengeluaran Rp 800 ribu sampai dengan Rp 1,2 juta.
"Berdasarkan data BPS dan World Bank, pengeluaran per kapita Subang pada tahun 2024 adalah Rp 11.894.000/orang/tahun, atau per Bulan Rp. 991.000/orang/bulan. Artinya besaran pengeluaran Subang berada di Desil 2, masuk kategori pengeluaran rata-rata kelompok miskin," ucapnya.
Berangkat dari sana, ia berharap pemerintah daerah dapat meningkatkan pendapatan masyarakat Kabupaten Subang dengan cara membuka lapangan pekerjaan.
"Pendapatan kelompok miskin dan rentan miskin harus dinaikan. Meningkatkan pendapatan masyarakat diantaranya dengan cara membuka lapangan pekerjaan," ucapnya.
Dengan demikian, nilai inflasi rendah harus dilengkapi dengan nilai pertumbuhan ekonomi yang tinggi.(fsh/ysp)