PASUNDAN EKSPRES - Tajikistan telah mengesahkan undang-undang yang melarang penggunaan hijab. Parlemen negara dengan mayoritas penduduk Muslim ini mengadopsi Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang "tradisi dan perayaan".
RUU ini melarang penggunaan, impor, penjualan, dan pemasaran "pakaian asing bagi budaya Tajik".
Larangan ini terutama ditujukan terhadap pakaian khas Muslim.
Sanksi dan Alasan Pemerintah
RUU ini juga menetapkan sanksi administratif dan denda bagi pelanggarnya.
Pemerintah mengklaim bahwa larangan ini bertujuan "melindungi nilai-nilai budaya nasional" dan "mencegah takhayul serta ekstremisme".
BACA JUGA:Korea Utara Kembali Meluncurkan Balon Udara Berisikan Sampah ke Korea Selatan
BACA JUGA:Sedikitnya 1.301 Orang Meninggal Dunia selama Ibadah Haji, Suhu Panas sampai 50 Derajat Celcius
Dalam beberapa tahun terakhir, Tajikistan telah memperketat larangan terhadap pakaian dan atribut keagamaan, terutama pakaian Muslim, di sekolah-sekolah dan tempat kerja.
Dengan undang-undang ini, larangan hijab akan diperluas hingga ke tempat publik.
Anjuran Mengenakan Pakaian Nasional
Selain itu, undang-undang baru ini juga menganjurkan warga untuk lebih sering mengenakan pakaian nasional Tajikistan.
Menurut Euro News, pelanggar undang-undang ini akan didenda mulai dari 7.920 somoni (sekitar Rp12,1 juta) untuk warga biasa, 54.000 somoni (sekitar Rp82,6 juta), dan 57.600 somoni (sekitar Rp88,1 juta) bagi tokoh agama.
Undang-undang ini juga melarang tradisi Muslim Tajikistan, "iydgardak", yang berlangsung saat Hari Raya Idul Fitri.
BACA JUGA:Donald Trump dalam Pilpres AS 2024: Menarik Perhatian Pelajar Asing dengan Janji Green Card
BACA JUGA:Apple dan Meta Mengahadaopi Tantangan Regulasi Baru di Eropa
Iydgardak adalah tradisi di mana anak-anak mengunjungi rumah-rumah dan mendapatkan uang saku.
Reaksi dan Dampak pada Warga
Pengesahan undang-undang ini mengejutkan dunia internasional, mengingat mayoritas penduduk Tajikistan adalah Muslim.
Berdasarkan data sensus 2020, sekitar 96 persen dari total 10,3 juta penduduk Tajikistan adalah Muslim.
Pemerintahan Presiden Emomali Rahmon memang berupaya menerapkan paham sekuler dan mengesampingkan praktik keagamaan dalam politik dan sosial Tajikistan.