PASUNDAN EKSPRES- Belakangan ini, tren joget-joget di live TikTok lagi rame banget dibahas, nggak cuma di sosial media tapi sampai media besar juga ikut meramaikan.
Fenomena ini sebenernya jadi dua sisi mata uang: ada yang sekadar hiburan, tapi juga bikin mikir, apakah ini bakal mempengaruhi mentalitas kerja banyak orang?
Tren ini awalnya dari live TikTok, di mana orang-orang bikin gerakan khusus sambil berharap dapat "gift" dari penonton.
Uniknya, gift yang mereka terima bisa dikonversi jadi uang asli, bahkan ada cerita kalau orang yang awalnya cuma joget-joget di live bisa renovasi rumah sampai dua lantai.
Hal ini tentunya memicu "survivorship bias," di mana banyak orang jadi pengen ikut-ikutan dengan harapan nasibnya bisa secemerlang itu.
Dulu pernah ada yang bikin live mandi lumpur untuk dapat gift, dan ternyata hasilnya lumayan juga sampai bisa beli motor.
Nah, sekarang tren bergeser ke joget-joget tanpa makna, tapi dengan hasil yang ternyata nggak main-main.
Ada laporan yang bilang, penghasilan dari "live joget" ini bisa mencapai Rp700 ribu sehari, alias sekitar Rp21 juta sebulan nominal yang tentu sulit disaingi pekerjaan formal di banyak bidang.
“Pengemis Digital” atau Konten Kreator?
Di satu sisi, ada yang merasa tren ini adalah hiburan, tapi di sisi lain, banyak yang melihat ini sebagai bentuk "ngemis online" dengan cara yang lebih "santai."
Konten yang mereka buat dianggap nggak ada manfaatnya selain menghibur dalam batas tertentu, bahkan ada yang merasa tren ini menurunkan standar kreativitas konten di media sosial.
Dengan semakin banyak orang terinspirasi untuk mencoba profesi serupa, muncul kekhawatiran kalau normalisasi tren ini bakal mengurangi semangat kerja keras.
Fenomena ini juga menurunkan standar kreativitas dan effort dari konten-konten berkualitas, karena yang lebih menonjol malah konten sederhana tanpa nilai tambah.
Padahal, banyak konten kreator lain di luar sana yang bikin konten dengan effort lebih, tapi malah kalah tenar dari joget-joget nggak jelas ini.
Jika tren ini terus tumbuh, bisa jadi banyak orang mulai mikir, "Ngapain kerja keras kalau bisa dapet duit banyak dari joget-joget?"
Padahal, semangat kerja keras dan skill adalah nilai yang tetap penting.
Ini mirip fenomena tukang parkir liar yang lebih memilih "ngepos" tanpa izin karena dianggap lebih gampang, tapi malah berdampak negatif buat lingkungan.
Tren joget TikTok ini bikin kita bertanya-tanya, apakah kemudahan uang instan dari live streaming akan menciptakan budaya malas bekerja di masa depan?
Tantangan buat generasi sekarang adalah mempertahankan semangat kerja keras sambil tetap memanfaatkan platform digital dengan cara yang lebih produktif.