PASUNDAN EKSPRES – Mahkamah Rakyat Luar Biasa (MRLB) mengadakan sidang terbuka untuk mengadili pemerintahan Presiden Joko Widodo, yang akrab disapa Jokowi, pada hari ini, Selasa, 25 Juni 2024. Sidang ini, yang dikenal sebagai People's Tribunal atau Sidang Rakyat, berlangsung di Wisma Makara, Universitas Indonesia (UI), Depok, Jawa Barat.
Menurut pantauan Pasundan Ekspres melalui video sidang ini (25 juni 2024), ratusan orang hadir untuk menyaksikan jalannya persidangan. Mereka yang hadir berasal dari berbagai kalangan, seperti mahasiswa, buruh, petani, akademisi, jurnalis, hingga aktivis.
Di laman mahkamahrakyat.id dijelaskan bahwa Mahkamah Rakyat Luar Biasa digelar untuk mengadili apa yang mereka sebut sebagai “Nawadosa” dari pemerintahan Jokowi. Nawadosa ini merujuk pada sembilan poin pelanggaran yang dianggap mengganggu rasa keadilan rakyat.
Ketika persidangan dimulai, delapan penggugat dari masyarakat sipil sudah berada di ruang sidang. Mereka mengajukan berbagai gugatan terkait Nawadosa, masing-masing dengan fokus yang berbeda-beda. Gugatan tersebut mencakup perampasan ruang hidup, persekusi, korupsi, militerisme dan militerisasi, komersialisasi pendidikan, kejahatan kemanusiaan dan impunitas, sistem kerja yang memiskinkan, serta pembajakan legislasi.
Sidang Mahkamah Rakyat Luar Biasa dimulai sekitar pukul 10.30 WIB. Panitera Mahkamah Luar Biasa, Dicky Rafiki, membuka sidang dengan membacakan agenda yang akan dijalankan.
“Perkenankan kami untuk menjelaskan agenda sidang Mahkamah Rakyat Luar Biasa pada hari ini,” ucap Dicky di hadapan para hadirin. Pertama, agenda dimulai dengan pemeriksaan kedudukan hukum atau legal standing para penggugat. Kedua, pembacaan gugatan oleh para penggugat. Ketiga, pembacaan keterangan dari berbagai daerah. Keempat, pemeriksaan gugatan oleh majelis.
“Lima, pemeriksaan saksi atau ahli,” tambah Dicky. Sidang kemudian akan ditutup dengan pembacaan kesimpulan, petitum, dan amar putusan.
Juru Bicara Mahkamah Rakyat Luar Biasa, Edy Kurniawan, menyatakan bahwa panitia sidang telah mengirimkan surat panggilan kepada Presiden Jokowi untuk hadir dalam pengadilan rakyat ini. Surat tersebut, menurut Edy, telah disampaikan langsung ke Kantor Sekretariat Negara dan juga melalui media sosial resmi pemerintah.
Namun, Presiden Jokowi tidak memenuhi panggilan tersebut. Baik Jokowi maupun perwakilan dari pemerintah tidak hadir dalam sidang rakyat ini.
Sidang Mahkamah Rakyat Luar Biasa ini menyoroti isu-isu penting yang dianggap mengganggu keadilan sosial dan politik di Indonesia. Di antara sembilan Nawadosa yang diajukan, isu perampasan ruang hidup dan korupsi menjadi perhatian utama, mengingat dampaknya yang luas terhadap masyarakat. Perampasan ruang hidup sering kali dikaitkan dengan konflik agraria dan urbanisasi yang merugikan masyarakat kecil. Sementara itu, korupsi telah menjadi masalah yang merongrong kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Selain itu, isu militerisme dan militerisasi menggarisbawahi kekhawatiran akan kembalinya pengaruh militer dalam politik dan pemerintahan sipil, yang dianggap mengancam demokrasi. Komersialisasi pendidikan juga menjadi sorotan, mengingat pendidikan yang seharusnya menjadi hak dasar malah menjadi komoditas yang sulit diakses oleh masyarakat kurang mampu.
Kejahatan kemanusiaan dan impunitas menunjukkan ketidakpuasan terhadap penanganan pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu dan saat ini. Sistem kerja yang memiskinkan menyoroti kebijakan ketenagakerjaan yang dianggap tidak memberikan perlindungan yang memadai bagi pekerja, sementara pembajakan legislasi menunjukkan proses pembuatan undang-undang yang tidak transparan dan cenderung menguntungkan kelompok tertentu.
Sidang Mahkamah Rakyat Luar Biasa ini menjadi momentum penting bagi masyarakat sipil untuk menyuarakan keprihatinan mereka terhadap pemerintahan saat ini. Walaupun tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, sidang ini berfungsi sebagai bentuk protes simbolis dan cara untuk menarik perhatian publik serta mendesak perubahan kebijakan yang lebih adil.
Dengan absennya Presiden Jokowi dan perwakilan pemerintah, sidang ini semakin menegaskan jurang komunikasi antara pemerintah dan masyarakat sipil. Di tengah situasi politik yang semakin kompleks, suara rakyat melalui forum seperti ini sangat penting untuk mendorong akuntabilitas dan transparansi pemerintahan.