PASUNDAN EKSPRES- Baru-baru ini, sebuah video viral menunjukkan sekelompok siswa yang tampak bingung.
Ketika ditanya soal pengetahuan umum sederhana, seperti kepanjangan MPR dan ibu kota Jawa Timur.
Beberapa siswa dengan percaya diri menjawab "Yogyakarta" atau bahkan "Bandung" sebagai ibu kota Jawa Timur, dan tak satu pun dari mereka yang bisa menjelaskan kepanjangan MPR.
Reaksi publik pun beragam. Beberapa menganggap situasi ini lucu, namun di sisi lain, banyak yang merasa miris dengan kondisi pendidikan di Indonesia.
Mantan Wakil Presiden Yusuf Kalla juga sempat mengkritik sistem pendidikan Indonesia, menyebutnya kurang efektif dalam memberikan pemahaman dasar yang penting bagi siswa.
Apa yang Salah dengan Kurikulum Kita?
Menurut Martadi, pakar pendidikan dan Wakil Rektor Universitas Negeri Surabaya, masalah ini tidak sepenuhnya disebabkan oleh ketidaktahuan siswa, melainkan bisa jadi karena kurikulum yang tidak berjalan efektif.
"Banyak anak-anak kita yang tidak menguasai pengetahuan umum dasar, seperti ibu kota Jawa Timur.
Pertanyaannya, apakah ini tidak diajarkan dalam kurikulum, atau diajarkan namun tidak tersampaikan dengan baik?" ujar Martadi.
Ada kemungkinan anak-anak sekarang menganggap hafalan sebagai sesuatu yang kuno.
"Mungkin saja mereka merasa, 'Kenapa harus menghafal kalau saya bisa googling?' Ini tanda bahwa kita perlu mengevaluasi metode pengajaran kita," tambahnya.
Kritik terhadap Kurikulum Merdeka
Yusuf Kalla juga mengkritik Kurikulum Merdeka yang saat ini diterapkan di sekolah-sekolah.
Menurutnya, kurikulum ini justru membuat anak-anak kurang fokus belajar. Bahkan, penghapusan Ujian Nasional (UN) sebagai standar kelulusan turut menjadi sorotan.
Martadi sepakat dengan pandangan ini, ia mengatakan bahwa adopsi kurikulum dari negara lain, seperti Finlandia, perlu disesuaikan dengan kondisi Indonesia.
"Kurikulum Merdeka memang mengikuti paradigma pendidikan yang banyak dianut negara maju.
Tapi kita tidak bisa mengadopsinya 100% tanpa melakukan adaptasi dengan kondisi Indonesia yang memiliki tantangan berbeda, seperti kualitas guru yang bervariasi antar daerah dan akses pendidikan yang tidak merata," jelas Martadi.
Menurutnya, kurikulum yang diterapkan di Indonesia harus berakar pada nilai-nilai keindonesiaan, dengan memperhatikan karakteristik dan kebutuhan pembangunan lokal.
Ia percaya bahwa Indonesia punya potensi untuk menciptakan kurikulum yang unik dan relevan, namun tetap memerlukan perbaikan di berbagai aspek.
Apa Solusinya?
Melihat kasus ini, sudah jelas bahwa perubahan tidak bisa hanya terjadi di atas kertas.
Ada kebutuhan mendesak untuk melakukan evaluasi menyeluruh pada sistem pendidikan kita.
Kurikulum yang diterapkan harus relevan, adaptif, dan yang paling penting, mampu membekali siswa dengan pengetahuan dasar yang kuat tentang negara mereka sendiri.
Dengan demikian, generasi muda Indonesia tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga memiliki pemahaman yang mendalam tentang tanah airnya.
Mari kita semua berharap perubahan positif segera terjadi demi masa depan yang lebih baik.