PASUNDAN EKSPRES - Izin tambang untuk ormas keagamaan yang diberikan oleh Presiden Jokowi telah menimbulkan kontroversi.
Kebijakan ini membangkitkan beragam pertanyaan mengenai arah kebijakan pemerintah dalam mengelola sektor pertambangan di Indonesia.
Izin Tambang untuk Ormas Keagamaan Menuai Kontroversi
Melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2004 tentang perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021, pemerintah telah membuka keran perizinan pertambangan bagi organisasi kemasyarakatan (ormas).
Peraturan ini mengatur tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara, di mana pemerintah memberikan kemudahan bagi ormas untuk mendapatkan izin usaha pertambangan.
Dalam aturan tersebut, terdapat tambahan pasal, yaitu Pasal 83A yang tertulis, "Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan".
Pasal tersebut membuka peluang bagi ormas keagamaan untuk mengelola wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK). WIUPK sebelumnya merupakan area yang dicakup oleh Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B).
BACA JUGA: Profil Putra Nababan, Anggota Komisi X DPR RI yang Sentil PSSI, Ternyata Mantan Jurnalis
BACA JUGA: Basuki Hadimuljono Diminta Selesaikan Hal Ini Usai Ditunjuk Presiden jadi Plt Kepala Otorita IKN
Menteri Investasi dan Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, telah memastikan untuk segera menerbitkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) batubara kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Bahlil Lahadalia mengklaim bahwa pemerintah akan memberikan konsesi atau hak pengelolaan tambang batubara kepada PBNU sebagai organisasi keagamaan.
"Bahkan telah disetujui oleh Bapak Presiden Jokowi kita akan memberikan konsesi batubara yang cadangannya cukup besar kepada PBNU untuk dikelola dalam rangka mengoptimalkan organisasi," ujarnya, dikutip dari YouTube KompasTV Pontianak, Selasa (4/6).
Dalam pernyataan tertulis PBNU k. H Yahya Cholil Staquf mengatakan bahwa Nahdlatul Ulama telah siap dengan sumber daya-sumber daya manusia yang mumpuni, perangkat organisasional yang lengkap dan jaringan bisnis yang cukup kuat untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab tersebut.
Kebijakan pemerintah untuk memberikan izin pertambangan kepada organisasi kemasyarakatan (ormas), termasuk ormas keagamaan, telah menimbulkan polemik di masyarakat.
Menurut Jaringan Advokasi Tambang (JAT), penekanan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2004 ini merupakan cara Presiden Jokowi untuk mempertahankan pengaruhnya setelah lengser.
JAT menilai bahwa pemberian izin tambang kepada organisasi kemasyarakatan (ormas), khususnya organisasi keagamaan, sudah sering dilakukan oleh Presiden Jokowi sejak dulu. Kali ini, kebijakan ini memiliki tujuan agar Jokowi tetap dapat merawat pengaruhnya di organisasi-organisasi keagamaan bahkan setelah lengser dari jabatan presiden.
Tindakan pemerintah ini juga dianggap sebagai upaya Presiden Jokowi untuk "membayar utang politik" kepada pihak-pihak yang telah mendukungnya, termasuk dalam mendukung pemilihan Gibran Rakabuming Raka, anak Presiden Jokowi, yang juga didukung oleh organisasi Nahdlatul Ulama (NU).
(ipa)