PASUNDAN EKSPRES - Tiap tahun pada tanggal 21 April, masyarakat Indonesia mengenang Hari Kartini sebagai penghormatan terhadap perjuangan RA Kartini dalam memperjuangkan kesetaraan gender antara perempuan dan laki-laki.
Bagaimana perjalanan sejarah Hari Kartini dan kontribusi perjuangan yang dilakukan oleh RA Kartini?
Perayaan Hari Kartini dimulai pada 2 Mei 1964 saat Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden No.108 Tahun 1964 yang menetapkan R.A Kartini sebagai pahlawan nasional dan menetapkan tanggal lahirnya, 21 April, sebagai Hari Kartini.
Langkah ini diambil oleh Soekarno atas dasar yang kuat.
BACA JUGA:Viral Oknum Polisi Kasih Mahar Emas Palsu ke Pengantin Wanita di Purwakarta
Kartini berusaha mengubah pandangan bahwa perempuan tidak hanya terbatas pada urusan rumah tangga seperti kasur, sumur, dan dapur.
Tantangan ini terjadi karena Kartini hidup dalam budaya Jawa yang menurutnya sudah ketinggalan zaman.
Sejarah mencatat bahwa Kartini pernah dipingit dalam keluarganya selama 6 tahun.
Namun, selama masa itu, Kartini mengalami transformasi pikiran yang luar biasa dengan membaca banyak buku dan koran.
Hasil dari transformasi tersebut terungkap dalam surat-surat yang ditulisnya setelah bebas dari masa pengurungan kepada teman-temannya di Belanda. Secara umum, Kartini berjuang untuk emansipasi di Indonesia.
"Dua tujuan kami adalah untuk memajukan bangsa kami dan membuka jalan bagi perempuan kami menuju kehidupan yang lebih baik, yang sesuai dengan martabat manusia," tulis Kartini kepada Nellie van Kol pada tahun 1901.
Bagi Kartini, pendidikan formal adalah kunci untuk mencapai tujuan tersebut.
Dia yakin bahwa dengan pendidikan, pikiran perempuan bisa berkembang dan matang.
Bahkan, perkembangan ini tidak hanya memengaruhi perempuan itu sendiri, tetapi juga anak-anak yang akan dilahirkan kelak.
"Perempuan Jawa harus dididik, harus belajar, dan harus berkontribusi dalam proyek besar seperti pendidikan nasional yang sangat besar," tulis Kartini.
Sayangnya, Kartini wafat dalam usia muda, 25 tahun, pada 17 September 1904, setelah melahirkan anak pertamanya.
Meskipun demikian, pandangan modernis menganggap Kartini sebagai tokoh yang melawan norma zaman dan penting untuk diabadikan.
Oleh karena itu, surat-suratnya dikumpulkan dan diterbitkan menjadi buku berjudul "Door Duisternis tot Licht" (Dari Kegelapan Menuju Cahaya).
(hil/hil)