SUBANG-Mantan kades dan sekdes Blanakan tetap akan dipenjara meskipun mengembalikan kerugian negara. Diketahui, Kejaksaan Negeri (Kejari) Subang tengah bekerja keras agar kerugian negara sebesar Rp1.252.434.920 yang terjadi di Pemdes Blanakan bisa pulih. Saat ini, baru Rp600 juta uang yang dikembalikan oleh tersangka.
Praktisi Hukum Sadath M. Nur, SHI., MH menyampaikan, pengembalian kerugian negara oleh tersangka tidak menghilangkan status tersangka dalam tindak pidana korupsi. Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pengembalian kerugian negara memang dimungkinkan, tetapi tidak menghapuskan tindak pidana korupsi yang telah dilakukan.
Dia merujuk pada Pasal 4 UU Pemberantasan Korupsi menyatakan bahwa “Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara oleh pelaku tindak pidana korupsi tidak menghapuskan dipidananya pelaku tersebut".
“Artinya, meskipun tersangka telah mengembalikan sebagian atau seluruh kerugian negara, proses hukum tetap berjalan, dan status tersangka tidak akan dibatalkan hanya karena pengembalian tersebut,” ungkap Sadath kepada Pasundan Ekspres, belum lama ini.
Praktisi hukum yang kini dipercaya sebagai Ketua LBH PC GP Ansor Subang ini menyebut, meskipun pengembalian kerugian negara tidak menghapus status tersangka, pengembalian dapat menjadi pertimbangan yang meringankan dalam proses persidangan di kemudian hari.
“Dalam hal ini, hakim memiliki diskresi untuk mempertimbangkan tindakan tersangka yang mengembalikan kerugian negara sebagai salah satu faktor dalam menentukan putusan,” jelasnya.
Sadath menyebut, pasal 44A UU Nomor 31 Tahun 1999, yang telah diubah oleh UU Nomor 20 Tahun 2001, memberikan ruang bagi pengadilan untuk mempertimbangkan pengembalian kerugian sebagai hal yang dapat meringankan hukuman, tetapi tetap harus dilakukan dalam kerangka penegakan hukum yang sesuai.
“Pengembalian kerugian negara tidak serta merta memberikan hak kepada tersangka atau terdakwa untuk mendapatkan pengurangan masa tahanan. Pengurangan masa hukuman atau keringanan hukuman hanya dapat diberikan oleh hakim setelah mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk pengembalian kerugian negara sebagai salah satu faktor yang meringankan,” bebernya.
Menurut Sadath,-faktor lain yang diperhitungkan dalam meringankan hukuman biasanya meliputi sikap tersangka selama persidangan, kerjasama dengan pihak berwenang, dan penyesalan atas perbuatannya.
Sadath menilai, kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh mantan kades dan sekdes Blanakan ini juga menjadi pengingat pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana desa.
“Dana desa seharusnya digunakan untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat setempat, bukan untuk disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu,” katanya.
Dia mengatakan, pejabat publik dan aparatur desa perlu memahami bahwa mereka bertanggung jawab penuh atas pengelolaan dana desa dan akan menghadapi konsekuensi hukum yang serius jika terlibat dalam tindak pidana korupsi.
Dalam kesempatan ini, Sadath juga menyoroti langkah yang dilakukan Kejari Subang. Menurutnya, kejaksaan berperan dalam menegakkan hukum dan memulihkan kerugian negara dalam kasus korupsi.
“Upaya asset tracing dan tindakan hukum lainnya, seperti yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Subang, merupakan langkah penting dalam memastikan bahwa dana publik yang disalahgunakan dapat dikembalikan untuk kepentingan masyarakat,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Kepala Kejaksaan Negeri Subang, Dr. Bambang Winarno mengatakan, pihak keluarga tersangka telah menitipkan uang sebesar Rp600.000.000 kepada Kejaksaan Negeri Subang.
“Penitipan tersebut telah dicatat dalam Berita Acara Penitipan Uang, dan dana tersebut segera disetorkan ke Bank BRI,” ungkap Dr. Bambang Winarno, Kamis (26/9).
Dia mengatakan, pihak kejaksaan akan terus berupaya memulihkan kerugian negara secara utuh. Langkah-langkah seperti pelacakan aset (asset tracing) dan tindakan hukum lainnya akan dilakukan untuk memastikan sisa kerugian keuangan negara dapat dikembalikan.
“Proses hukum terhadap para tersangka terus berjalan, dan Kejaksaan Negeri Subang menegaskan komitmen dalam menangani kasus korupsi yang merugikan keuangan negara, khususnya yang berkaitan dengan pengelolaan dana desa,” terangnya.
Kasie Pidana Khusus Kejari Subang Bayu mengatakan, kedua tersangka diduga melakukan penyelewengan dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tahun 2022 hingga 2023.
Berdasarkan temuan Kejari, hanya penyaluran triwulan pertama yang dilakukan, sementara triwulan kedua hingga keempat tidak disalurkan kepada masyarakat sebagaimana mestinya.
Bayu menyatakan, temuan awal terungkap adanya penyalahgunaan dana desa tersebut yakni tak dilaporkan penggunaaan dana tersebut sesuai ketentuan yang berlaku.
"Pada tahun 2023, dana desa yang berasal dari anggaran tahun 2022 tidak dilaporkan penggunaannya sebagaimana mestinya," terangnya kepada Pasundan Ekspres.
Bayu menjelaskan, salah satu temuan utama adalah jumlah dana desa senilai Rp242.879.000 yang tidak tercantum dalam Peraturan Kepala Desa Blanakan Tahun Anggaran 2023.
Tak hanya itu, Kejari Subang juga menemukan beberapa proyek fiktif yang tercatat dalam laporan keuangan tahun 2023 di Desa Blanakan.
Ada empat proyek fiktif antara lain rehabilitasi tembok penahan tanah dengan kerugian senilai Rp 55 juta, peningkatan produksi tanaman pangan senilai Rp 55 juta, alat produksi pengelolaan kandang satu paket senilai Rp 105 juta dan pemeliharaan saluran irigasi tersier senilai Rp 72 juta.(cdp/ysp)