SUBANG- Harga beras di pasaran saat ini masih mengalami lonjakan harga hingga Rp 15.000 per kilogram. Ini membuat masyarakat khususnya Kabupaten Subang merasa kesulitan membeli beras, karena harganya yang cukup mahal.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Provinsi Jawa Barat, Otong Wiranta menyebut, melonjaknya harga beras dipengaruhi oleh suplai yang kurang karena area pertanaman belum mulai panen.
"Kenapa belum panen, itu dikarenakan musim tanam musin hujan 2024 ini mundur satu bulan dari biasanya," terangnya aat dihubungi Pasundan Ekspres, Rabu (28/2).
Menurutnya, saat ini peran pemerintah sangat penting dan diharapkan pemerintah mampu menjaga stabilitas harga beras untuk tetap terjangkau melalui operasi pasar serta kegiatan lainnya.
Namun, ungkap Otong, jangan hanya melihat dari satu sisi harga beras itu mahal atau murah tapi lihat juga dari sisi petani yang susah payah menanam padi dan juga harus mendapatkan kesejahteraan dari pemerintah.
"Mestinya kita melihatnya jangan dari sisi mahal atau murah, yang penting itu harga bisa terjangkau oleh pembeli yaitu masyarakat umum. Kalau harus murah terus kasihan dong petani," ungkapnya.
Selain itu, harga sarana dan prasarana produksi saat ini terus naik seperti pupuk, pestisida, tenaga kerja, alsintan dan lainnya. Jika tidak diperhatikan soal keseluruhannya, kata Otong kapan petani bisa menikmati hasil panennya.
"Kalau harga gabah hasil taninya harus murah terus kapan peatani bisa menikmati hasil panennya dan bisa mendekati sejahtera?" tanyanya.
Otong menjelaskan, saat ini harga gabah mencapai Rp7.500 sampai Rp8.000 per kilogram. Namun dengan beriiring waktu nanti saat panen raya harga gabah otomatis akan turun dengan sendirinya.
"Tetapi petani berharap harga tidak sampai turun drastis, harapannya Rp6500-Rp7000 per kilogram. Dulu kalau panen raya musim hujan sampe di bawah Rp4000 per kilogram, kalau harganya di sekitaran Rp6500-Rp7000 petani menikmati hasil panennya, sehingga diharapkan kesejahteraan petani bisa meningkat," jelasnya.
Selain itu, harga beras naik dipengaruhi juga oleh musim tanam mundur karena dampak El-Nino tahun lalu yang mengakibatkan tidak terjadinya hujan dan suplai air irigasi tidak mencukupi.
Kemudian, lanjut Otong, pupuk juga menjadi pengaruh karena pupuk merupakan salah satu komponen sarana produksi untuk budidaya.
"Jika pemerintah tidak memenuhi subsidi pupuk sesuai kebutuhan petani, maka sebagian petani akan menggunakan pupuk non subsidi yang harganya bisa tiga hingga empat kali lipat dari pupuk subsidi," pungkasnya.(cdp/ysp)