News

Pola Asuh Orang Tua untuk Menciptakan Kepercayaan Diri Anak Berdasarkan Teori Psikososial Erik Erikson

Pola Asuh Orang Tua untuk Menciptakan Kepercayaan Diri Anak Berdasarkan Teori Psikososial Erik Erikson

 

Penulis:

Rivani Adistia Dewi, S.Mat.

Mahasiswa S2 Pendidikan Matematika

Universitas Pendidikan Indonesia

Pada hakikatnya, setiap orang memiliki rasa percaya diri, namun rasa percaya diri itu berbeda antara orang yang satu dengan yang lain. Ada orang yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan ada juga yang kurang. Perbedaan tingkat kepercayaan diri akan menimbulkan perilaku yang berbeda. Rasa percaya diri yang rendah akan menimbulkan keragu-raguan setiap kali menjalani tugas, sehingga mereka tidak akan berani bicara atau mengemukakan pendapatnya jika tidak ada dukungan dari orang lain. Rendahnya tingkat kepercayaan diri juga akan menyebabkan seseorang berkeinginan menutup diri, mereka akan cendenrung menghindari komunikasi. Berbeda dengan orang yang memiliki tingkat kepercayaan diri tinggi, mereka akan merasa yakin pada kemampuannya, sehingga lebih berani dalam mengemukakan pendapat dan lebih bertanggungjawab pada setiap tugas yang dijalaninya. Mereka tidak akan gugup ketika menghadapi permasalahan atau perubahan lingkungan. Selain itu, mereka akan memiliki kemampuan untuk menerima risiko dan mencoba hal-hal baru. Bagi mereka, mencoba hal yang baru adalah proses belajar karena terdapat pelajaran yang dapat diambil, baik dari keberhasilannya maupun kegagalannya. Kegagalan tidak akan mematahkan semangat mereka, melainkan akan menjadi langkah awal untuk memulai tahapan berikutnya menuju keberhasilan.

Rasa percaya diri yang tinggi penting untuk dimiliki setiap orang. Secara khusus, anak usia 18 tahun harus percaya pada kemampuannya untuk bisa mengahadapi tantangan hidup. Dengan kepercayaan diri, mereka akan menjadi tangguh ketika mendapat permasalahan, tidak akan mudah stress, menyerah, atau bahkan depresi. Kepercayaan diri yang tinggi juga akan mempengaruhi rasa emosional anak, di mana emosionalnya akan stabil sehingga mereka akan memiliki lebih banyak pandangan ketika menghadapi masalah. Anak yang percaya diri akan menjadi sosok yang fleksibel, sehingga mereka dapat menyesuaikan diri dalam setiap tantangan hidup. Selain sifat fleksibel, kebijaksanaan juga akan timbul jika anak memiliki rasa percaya diri, mereka akan tahu hal apa saja yang bisa mereka selesaikan dan apa yang tidak bisa mereka selesaikan sendiri. Hal ini penting untuk diketahui oleh anak karena tidak semua tantangan hidup yang muncul pada anak usia 18 tahun berada dalam jangkauan mereka.

Salah satu faktor penting yang dapat meningkatkan kepercayaan diri anak adalah pola asuh orang tua. Tulisan ini akan memberikan pemahaman tentang bagaimana seharusnya orang tua menerapkan pola asuh yang baik agar anak memiliki rasa percaya pada diri mereka sendiri saat berusia 18 tahun. Pola asuh yang akan dijelaskan pada tulisan ini didasarkan pada teori psikososial Erik Erikson.

 

Teori Psikososial Erik Erikson

Dalam teori yang dikembangkannya, Erik Erikson membagi siklus kehidupan manusia menjadi 8 tahap, yaitu:

Masa Bayi: Trust vs Mistrust (usia 0-1 tahun)

Pada tahap ini, jika bayi mendapatkan pengasuhan yang baik dan kehangatan dari orang tuanya, maka ia akan mengembangkan kemampuan untuk mempercayai orang lain, terutama orang tuanya. Namun, jika bayi tidak mendapatkan pengasuhan yang baik dan kehangatan dari orang tuanya, maka ia akan kesulitan untuk percaya pada orang lain, karena menganggap bahwa orang lain hanya mengambil keuntungan dari dirinya.

Masa Kanak-kanak: Autonomy vs Shame and Doubt (usia 1-3 tahun)

Pada tahap ini, anak akan belajar mengontrol tubuhnya. Bimbingan orang tua diperlukan pada tahap ini, namun tidak dengan perlakuan yang kasar. Harapan ke depannya, anak bisa menyesuaikan diri dengan aturan sosial tanpa kehilangan pemahaman terkait otonomi.

Masa Usia Bermain: Initiative vs Guilt (usia 3-6 tahun)

Pada tahap ini, anak akan belajar merencanakan dan melakukan suatu tindakan, sehingga harapannya anak akan memiliki tujuan dalam hidupnya. Namun, jika anak gagal dalam tahap ini, maka mereka akan takut mengambil inisiatif atau membuat keputusan karena takut salah.

Masa Usia Sekolah: Industry vs Inferiority (usia 6-12 tahun)

Pada tahap ini, anak akan belajar memperoleh kesenangan dan kepuasan ketika menyelesaikan tugas-tugasnya, khususnya tugas sekolah. Keberhasilan pada tahap ini akan membuat anak mampu memecahkan masalah dan bangga akan prestasi yang diperolehnya. Namun, kegagalan pada tahap ini akan membuat anak merasa inferior. 

Masa Remaja: Identity vs Role Confusion (usia 12-18 tahun)

Pada tahap ini, anak akan mencari identitas dan jati diri mereka. Kegagalan dalam mencari jati diri akan menimbulkan krisis identitas diri di kemudian hari.

Masa Dewasa Muda: Intimacy vs Isolation (usia 19-30 tahun)

Pada tahap ini, individu akan belajar berinteraksi dengan orang lain secara lebih mendalam. Keberhasilan pada tahap ini akan membentuk cinta, sedangkan kegagalan di tahap ini akan menciptakan rasa kesepian.

Masa Dewasa: Generativity vs Stagnation (usia 31-60 tahun)

Pada tahap ini, individu akan fokus pada kontribusinya untuk dunia, khususnya untuk keberlangsungan generasi penerusnya. Keberhasilan pada tahap ini akan memupuk rasa perhatian. Sedangkan kegagalan pada tahap ini akan menciptakan perasaan bahwa hidup ini tidak berharga, sehingga menjadi tidak produktif lagi.

Masa Usia Lanjut: Ego Integrity vs Despair (usia 61-akhir tahun)

Pada tahap ini, individu akan mengingat kembali masa lalunya. Jika refleksi ke masa lalunya dianggap menyenangkan, maka individu akan menghadapi masa tua dengan perasaan bangga. Tapi jika refleksi ke masa lalunya dianggap tidak menyenangkan, maka akan timbul penyesalan bahkan rasa putus asa.

 

Pola Asuh Orang Tua Berdasarkan Teori Psikososial Erik Erikson

Berdasarkan 8 tahap perkembangan manusia yang dikemukakan oleh Erik Erikson, tulisan ini akan difokuskan pada pola asuh orang tua sampai anak berusia 18 tahun. Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua dalam menerapkan pola asuh yang baik terhadap anak berdasarkan teori psikososial Erik Erikson:

Masa Bayi (usia 0-1 tahun)

Pada tahap ini, orang tua diharapkan bisa memberikan kualitas pengasuhan yang baik, contohnya dengan menyediakan lingkungan yang ramah dan menyenangkan. Anak yang mendapatkan kualitas pengasuhan yang baik akan menjadi pribadi yang penuh percaya diri, memiliki harapan, selalu optimis, tahu di mana lingkungan yang tepat baginya, dan bisa mempercayai orang lain. Sebaliknya, jika anak tidak mendapatkan kualitas pengasuhan yang baik, maka anak akan mudah frustasi, tidak percaya diri, pemarah, mudah membenci, pesimis, dan mudah depresi.

Masa Kanak-kanak (usia 1-3 tahun)

Pada tahap ini, anak suka melakukan sesuatu dengan mandiri tanpa bantuan orang lain. Yang perlu dilakukan oleh orang tua adalah memberikan arahan kepada anak tanpa membatasi atau melarangnya. Jika orang tua suka melarang, mengkritik, dan mengekang anak, maka hal ini dapat menyebabkan hilangnya rasa percaya diri pada anak. Sehingga saat tumbuh dewasa, anak akan cenderung suka menarik diri dari lingkungannya.

Masa Usia Bermain (usia 3-6 tahun)

Pada tahap ini, anak suka mencoba hal-hal baru dalam setiap tindakannya. Orang tua harus percaya penuh pada anak dan menanamkan rasa tanggungjawab atas apa yang sedang mereka lakukan, dengan begitu sikap inisiatif dan antusias anak akan terus terpelihara. Namun, jika orang tua suka memberikan hukuman pada anak, maka hal tersebut akan membuat anak merasa bersalah, sehingga sikap antusiasnya akan berukurang. Ke depannya, anak akan takut mencoba hal-hal baru karena mereka takut melakukan kesalahan.

Masa Usia Sekolah (usia 6-12 tahun)

Pada tahap ini, anak akan membangun relasi dengan teman-teman, guru-guru, dan lingkungannya di sekolah. Pada tahap ini, lingkungan sekolah adalah hal yang paling berpengaruh pada kepercayaan diri anak. Guru dan teman sebayanya perlu mengapresiasi setiap apa yang dicapai oleh anak, karena jika anak sering mendapatkan respon negatif, maka anak akan kehilangan motivasi dan kepercayaan dirinya. Adapun peran orang tua pada tahap ini adalah harus tetap konsisten tidak suka mengkritik dan menganggap hal-hal baru yang dilakukannya sebagai sebuah kenakalan. Hal ini karena orang tua tidak bisa berbuat banyak ketika anak berada di luar jangkuan orang tua, contohnya saat di sekolah.

Masa Remaja (usia 12-18 tahun)

Pada tahap ini, anak akan banyak melakukan hal-hal dalam upaya mencari identitas dan jati diri mereka. Peran orang tua yang diperlukan adalah tidak mengekang anak, namun harus selalu memberikan nasihat selama masa pencarian jati diri ini, karena tidak menutup kemungkinan anak akan terbawa kepada pencarian jati diri yang negatif. Orang tua yang selalu mengekang akan mengakibatkan anak kehilangan jati diri, sehingga anak tidak memiliki rasa percaya diri, suka mengurung diri, dan enggan berinteraksi dengan lingkungan luar.

Berdasarkan teori psikososial Erik Erikson, jika orang tua menerapkan pola asuh kepada anak sebagaimana yang dijelaskan di atas, maka secara tidak sadar orang tua telah memupuk rasa percaya diri pada anak sejak usia 0-18 tahun. Sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya, kepercayaan diri yang tinggi penting untuk dimiliki saat berusia 18 tahun agar anak mampu menghadapi tantangan hidup ke depannya.

 

Referensi:

Rerung, A. E. (2023). Peran Orang Tua Dalam Menciptakan Kepercayaan Diri Anak Usia 18 Tahun Menggunakan Teori Psikososial Erik Erikson. Harati: Jurnal Pendidikan Kristen, 3(1), 45-60.

Riendravi, S. (2017). Perkembangan psikososial anak. Bagian/SMF Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.

Triningtyas, D. A. (2016). Studi kasus tentang rasa percaya diri, faktor penyebabnya dan upaya memperbaiki dengan menggunakan konseling individual. Counsellia: Jurnal Bimbingan dan Konseling, 3(1).

 

Tag :

Berita Terkait