Opini

Ku Raih Haji yang Mabrur

Ku Raih Haji yang Mabrur

 

Oleh

1.Drs.Priyono,MSi ( Dosen Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta )

2.Karyono,SSi,MSi (Alumni Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Konsultan Penelitian dan Pimpinan PPTQ LAUHUL MAHFUZH di Wonosari Klaten )

Haji adalah panggilan hati dan panggilan sang Pencipta sehingga tidak semua yang mampu terus mau menunaikannya, begitu pula bagi yang tidak mampu belum tentu tidak  menjalankannya. Ibadah haji menjadi dambaan setiap muslim, akan tetapi tidak semua muslim berkesempatan mengerjakannya karena disamping butuh beaya yang banyak, mengorbankan waktu dan meninggalkan keluarga dalam beberapa hari, memiliki sehat badan dan kuat iman. Semangat menunaikan ibadah haji di Indonesia sangat luar biasa sampai waiting list atau waktu  tunggu melebihi 25 tahun .

Bila Allah memanggilnya, tidak ada yang tidak mungkin. Nuraini Ramli Talan, warga Banda Aceh, seorang tukang cuci pakaian bisa menunaikan ibadah haji setelah menabung selama 17 tahun. Saat beribadah haji, ia berusia 47 tahun. Mbok Kayati, seorang pemulung asal Probolinggo , nenek berusia 68 tahun dapat pergi ke tanah suci melihat ka’bah setelah mengumpulkan uang selama 20 tahun. Saya yakin Allah SWT akan mengabulkan doa saya untuk bisa melihat Ka’bah secara langsung, saat mbok Kayati diwawancarai detik.com. Pasturi Pak Asmani (60 tahun) dan Bu Misani (51 tahun), Pak Asmani sehari hari bekerja sebagai tukang becak, tinggal di Pasuruan berhasil menunaikan ibadah haji tahun 2016 setelah 20 tahun menabung bahkan adan jamaah haji yang mengumpulkan uang hingga 40 tahun lamanya, dia adalah tukang cukur dari Lombok Barat, NTB dan masih banyak lagi kasus serupa yang mengharukan. 

          Peristiwa heroik di atas menandakan bahwa religiusitas bangsa kita semakin baik semoga diikuti dengan beramal shaleh yang semakin membara sehingga bisa membantu mengentaskan kemiskinan dan menurunkan jurang pemisah antara si kaya dan si miskin serta berkontribusi dalam pembangunan di bidang lain seperti bidang kesehatan.  Persatuan haji di Kabupaten Klaten misalnya bisa mewujudkan cita citanya yang mulia dalam bentuk membangun RSI Klaten yang megah dan memadai. Banyak kamar pasien merupakan wakaf dari jamaah haji yang mau sehingga kita temui kamar kamarnya terutama yang level tinggi tertulis : kamar ini wakaf dari Haji atau Hajah. Demikianlah Al Qur’an memerintahkan agar menjadi orang yang beriman sekaligus beramal shaleh bila ingin menggapai surgaNya. Ini amalan yang masuk dalam kategori amal jariyah dimana amalan yang pahalanya tetap mengalir meskipun orang melakukan sudah meninggal dunia.

           Religiusitas tidak hanya nampak pada ibadah tapi harus juga dengan muamalah yang menjadikan umat bisa masuk surga, yang menjadi dambaan setiap muslim.  Jumlah total jamaah calon haji pada tahun 1445 H/2024 Masehi berjumlah 241.000 orang terdiri atas 213.320 jamaah dan 27.680 jamaah calon haji khusus. Jemaah regular dibagi dalam 554 kloter, mereka akan diberangkatkan dari 13 Bandara yang  berasal dari 14 Embarkasi. Kloter pertama sudah diberangkatkan awal mei 2024. Mereka berasal dari berbagai profesi, berbagai strata ekonomi, variasi pemahaman agama sampai ada yang baru pertama naik pesawat terbang sehingga belum bisa membayangkan di dalam kabin pesawat dan memanfaatkan fasilitas yang ada di pesawat. Dalam kontek religiusitas, ada pakar asing yang membuat 5 indikator dengan 5 keterlibatan yaitu bisa dilihat dari :1. keterlibatan secara intens dalam ibadah ritual seperti sholat, puasa, zakat , 2.keterlibatan dalam ibadah sosial, terkait dengan muamalah 3.keterlibatan dalam mendalami ajaran agama misalnya baca kitab suci, buku agama, pengajian, ikuti kajian keagamaan dll, 4.keterlibatan dalam implementasi misalnya mereka paham kalau bohong itu dosa, ghibah itu dosa dan 5. Keterlibatan secara konsekwen misalnya ketika dia mendapat rezeki, keberuntungan atau kesuksesan maka dia berkata berkat Allah SWT, Alhamdulillah.

          Ibadah Haji adalah rukun islam yang terakhir. Sebagai muslim yang taat tentunya ingin mengerjakan semua lima rukun Islam, syahadat, sholat, zakat, puasa dan ibadah haji. Namun tidak semua orang diwajibkan untuk melakukan ibadah haji. Panggilan haji telah tiba lagi, menunaikan ibadah panggilan Baitullah, merupakan penggalan lirik dari sebuah lagu qasidah, yang bermakna betapa mulianya bagi mereka yang telah dipanggil oleh Allah untuk menunaikan rukun islam yang ke lima. Menunaikan ibadah haji tidak bisa diukur dari segi apapun, melainkan itu murni merupakan panggilan Allah SWT. Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Yusuf, telah mengabarkan kepada kami Malik dari Sumayya, maula Abu Bakar bin ‘Abdur Rahman dari Abu Shalih As-Samman dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Umrah ke ‘umrah berikutnya menjadi penghapus dosa antara keduanya dan haji mabrur tidak ada balasannya kecuali surga“. [Muttafaq ‘alaih: Shahih al-Bukhari (no. 1650), Shahiih Muslim (no. 2403), Sunan at-Tirmidzi (no. 855), Sunan Ibnu Majah (no. 2879), Sunan an-Nasa-i (no. 2582]

         Haji merupakan salah satu rukun Islam yang diwajibkan bagi orang yang sudah mampu atau telah memenuhi segala persyaratannya. Pergi haji juga bisa berarti jihad di jalan Allah; mencurahkan harta, tenaga, meninggalkan keluarga dan negara menuju ke Tanah Haram untuk memenuhi panggilan-Nya. Calon Jemaah haji harus mengantri terlebih dulu sampai bertahun-tahun karena  adanya keterbatasan kuota untuk jamaah haji dan masa pandemi sehingga butuh kesabaran ekstra. Mereka yang pergi haji jelas berharap mendapatkan haji yang mabrur karena balasan haji mabrur adalah surga.

         Kota Makkah ini dijadikan Allah sebagai tempat beribadah para hambanya sepanjang masa, dari manusia pertama Adam a.s., Ibrahim a.s. sampai Nabi Muhammad SAW beserta seluruh ummatnya sampai akhir zaman. Untuk itu, Allah SWT membangun “Rumah-Nya” (Baitullah, Ka’bah) di kota ini, sebuah tempat yang tidak boleh seorang pun masuk ke dalamnya kecuali dengan kerendahan hati, khusyu’, dengan kepala terbuka serta meninggalkan bentuk pakaian dan perhiasan dunia. Inilah tempat, dimana Allah SWT menjadikannya sebagai penghapus dosa-dosa masa lalu.

         Predikat haji mabrur memang menjadi hak prerogative Allah, akan tetapi umumnya masyarakat bisa   melihat dan memahami ciri atau tanda haji mabrur adalah ketika jamaah haji pulang ke kampung halamannya seusai menunaikan ibadah haji . Perubahan pemikiran, sikap,ucapan  perilaku   jamaah haji terebut harus menjadi lebih baik bukan sama atau malah sebaliknya. Sedangkan jamaah haji setelah manasik di tanah suci yang kedapatan di tengah kita baik tetangga, sahabat, kerabat, atau sekadar kenal, yang berperilaku kalau bukan buruk, tidak lebih baik dari sebelum haji, kita tidak boleh memvonisnya bahwa jamaah haji tersebut tidak menyandang predikat mabrur karena pemberian predikat mabrur atau tidak mabrur haji seseorang merupakan hak Allah semata, bukan hak kita sebagai manusia. 

        Bagaimana supaya kita bisa meraih haji mabrur? Pertama, luruskan niat beribadah. Tunaikan ibadah haji sebagai bentuk ketaatan terhadap perintah agama dan memenuhi Rukun Islam kelima. Dengan meluruskan niat, kamu dapat menjaga kemurnian tujuan berhaji. Jauhkan pikiran dari hasrat untuk menaikkan status sosial atau sekadar pamer kesalehan. Kedua, memahami filosofi di balik rukun haji dan wajib haji. Selain itu, kuasai bacaan-bacaan doa dalam tahapan-tahapan ibadah haji. Ini bisa membantu kamu lebih khusyu' ketika beribadah kelak di Tanah Suci. Ketiga, fokus pada hal yang substantif selama berhaji. Selama di Tanah Suci, fokuskan pikiran dan energi untuk melakukan rukun haji dan wajib haji secara khusyu'. Ada 6 rukun haji yaitu ihram (niat), wukuf di Arafah, thawaf ifadah, sa'i, bercukur (tahalul) dan tertib Apabila tidak melaksanakan salah satunya, maka ibadah haji tak sah https://blog.principal.co.id/id/memahami-makna-haji-mabrur-3-hal-yang-perlu-kamu-ketahui).

Selain itu ada juga 6 wajib haji yaitu ihram haji dari mīqāt, mabit di Muzdalifah, mabit di Mina, melontar jumrah, menghindari perbuatan yang terlarang dalam keadaan berihram, dan thawaf wada’ bagi yang akan meninggalkan Makkah. Berusahalah untuk selalu tenang dan berkepala dingin agar bisa fokus pada yang hal utama, yaitu rukun dan wajib haji. Haji yang mabrur akan nampak dari ibadah ritual dan sosial yang meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya dan meningkat religiusitasnya. Keberadaan haji dalam sebuah kominitas akan memberikan manfaat nyata pada komunitasnya  dan berbeda antara ada dan tidak ada kehadiran seorang haji. Haji yang mabrur selalu mempersiapkan dengan baik hari esok yang penuh harapan dan kekal abadi. Kemabruran haji harus tetap terjaga dengan menjalin hubungan kepada orang orang sholeh dan lingkungan yang islami. Menurut mayoritas ulama, haji mulai wajib dalam syariat Islam pada tahun 9 Hijriah, mengingat ayat yang mewajibkan haji yakni surat Ali Imran ayat 97 turun di akhir tahun kesembilan dari hijrahnya Nabi.

Secara keseluruhan, ibadah haji bukan hanya perjalanan fisik ke Tanah Suci Makkah, tetapi juga perjalanan spiritual yang mendalam dan penuh makna. Dalam ibadah ini, setiap individu diberi kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, membersihkan diri dari dosa-dosa, dan menguatkan ikatan persaudaraan dengan sesama umat Muslim. Ibadah haji bukan hanya mengubah keadaan fisik, tetapi juga hati dan jiwa setiap individu yang menjalankannya, membawa mereka lebih dekat kepada Allah SWT dan membimbing mereka menuju kesempurnaan spiritual.

Salah satu hikmah yang mendasar dari ibadah haji adalah persaudaraan atau ukhuwah. Ketika semua umat Islam berkumpul di Padang Arafah, jamaah yang datang dari segala penjuru dunia itu terdiri atas berbagai bangsa, warna kulit, dan status yang berbeda-beda. Namun, mereka melebur di satu tempat dengan kain yang rata-rata berwarna sama-ihram putih-untuk merenungi diri dengan doa-doa dalam kebersamaan. Kebersamaan dalam haji inilah momentum yang tepat untuk merajut persaudaraan universal (ukhuwah Islamiah). Pada Alquran surah Al-Hujurat [49] ayat 10, misalnya, dinyatakan bahwa antara sesama mukmin adalah saudara. Makna ukhuwah kemudian dijelaskan oleh Rasul SAW dalam beberapa sabdanya, di antaranya dengan menggunakan analogi yang mudah dipahami, "Al-Mukmin li al-Mukmin ka al-Bunyan Yasyuddu Ba'dhuhu Ba'dlan" (Seorang mukmin terhadap mukmin lainnya itu bagaikan beton bangunan yang saling menguatkan satu dengan lainnya). Syekh Ali Ahmad al-Jarjawi mengatakan dalam kitab Hikmatut Tasyri’ wa Falsafatuh, bahwa Allah SWTmensyariatkan ibadah haji agar umat Islam dari seantero negeri bersatu dan berkumpul di satu tempat yang sama, mengesampingkan perbedaan, mulai dari SARA hingga mazhab. Ketika semua umat Islam dari berbagai tempat telah berkumpul di Makkah, maka akan tercipta darinya sebuah hubungan erat dan timbulnya kasih sayang antar satu dengan yang lainnya. Sehingga, ibadah haji sebagai bukti akan persatuan dan kejayaan Islam, serta sebagai bukti kekompakan pemeluknya. Juga sebagai ajang tukar pendapat satu suku dengan suku lainnya, satu negara dengan negara lainnya. Tidak hanya itu, ketika sudah ada di Baitullah, tidak ada perbedaan antarumat Islam, semuanya sama-sama sebagai hamba Allah dengan tujuan yang sama pula. Mereka tidak dibedakan dengan berbagai identitas yang mereka miliki. 

Maka untuk menghadapi tantangan di era globalisasi ini, kita sebagai bagian integral dari perjuangan umat Islam, wajib menghidupkan pendidikan agama baik dari rumah atau melalui sekolah dan pondok pesantren. Mari kita bangun  tempat peribadatan, kemudian kita makmurkan dengan shalat, dzikir, murojaah, majelis ta’lim dan dzikir dalam rangka memagari generasi kita agar tidak terpengaruh oleh budaya barat yang sengaja untuk menghancurkan Islam. Marilah kita mencari keridhoan Allah SWT melalui apa yang telah diberikan-Nya dengan amar ma’ruf nahi mungkar dan fastabiqul khairat. Semoga kita senantiasa memperoleh rahmat dan petunjuk Allah SWT untuk cita-cita agama dan bangsa ini.  Amin Allahumma Amin. 

Berita Terkait