Opini

Tausiyah Ramadan: Puasa Sebagai Sarana Self Control

Tausiyah Ramadan
Tausiyah Ramadan

Oleh: Dr. KH. MUSYFIQ AMRULLAH, Lc, M.Si

(Ketua Baznas Kabupaten Subang dan Pengasuh Pondok Pesantren At-Tawazun Kalijati) 

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan kesempatan kepada kita untuk kembali merasakan indahnya bulan suci Ramadhan. Bulan yang penuh berkah ini merupakan momen istimewa bagi umat Islam untuk memperbaiki diri, menahan hawa nafsu, dan meningkatkan kualitas ibadah. Ramadhan adalah madrasah ruhiyah yang membentuk manusia bertakwa, sebagaimana yang dijanjikan Allah dalam firman-Nya: 

"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 183) 

Puasa tidak hanya sebatas menahan lapar dan dahaga, tetapi juga sebagai sarana untuk menahan hawa nafsu yang cenderung membawa manusia kepada keburukan. Allah SWT berfirman: 

"Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempatnya." (QS. An-Naazi’aat: 40-41) 

Puasa mengajarkan kita untuk mengendalikan diri dari segala bentuk godaan duniawi, baik yang bersumber dari perut maupun syahwat. Imam Al-Ghazali menyebutkan bahwa hawa nafsu manusia bertumpu pada dua hal, yaitu bathn (perut) dan farj (kemaluan). Kerusakan moral yang terjadi di dunia ini banyak disebabkan oleh ketidakseimbangan dalam mengendalikan dua aspek tersebut. Firman Allah SWT: 

"Telah nampak kerusakan di daratan dan di lautan akibat perbuatan tangan manusia, agar Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS. Ar-Rum: 41) 

Kita bisa melihat dampak dari kerakusan manusia terhadap perut, seperti eksploitasi alam yang berlebihan, pencemaran lingkungan, dan kezaliman dalam bisnis. Begitu juga dengan syahwat yang tak terkendali, yang menyebabkan pergaulan bebas, perselingkuhan, hingga berbagai bentuk kriminalitas lainnya. Oleh karena itu, satu bulan penuh kita dididik untuk mengendalikan kedua nafsu ini agar kita menjadi manusia yang lebih baik dan bertakwa.

Pesan Ramadhan: Menguatkan Karakter dan Kepedulian Sosial

Seiring dengan berlalunya bulan suci Ramadhan, ada beberapa hikmah yang bisa kita petik sebagai bekal dalam menjalani kehidupan setelahnya: 

1. Pesan Moral: Tahdzibun Nafs (Penyucian Diri) 

Ramadhan adalah kesempatan untuk melawan hawa nafsu yang menjadi musuh terbesar manusia. Rasulullah SAW bersabda: 

"Jihad yang paling besar adalah jihad melawan diri sendiri." (HR. Baihaqi). 

Dalam kitab Madzahib fit Tarbiyah dijelaskan bahwa dalam diri manusia terdapat tiga naluri utama: naluri amarah, naluri pengetahuan, dan naluri syahwat. Dari ketiganya, naluri syahwat adalah yang paling sulit dikendalikan. 

Hujjatul Islam, Abû Hâmid al-Ghazâlî berkata: bahwa pada diri manusia terdapat empat sifat, tiga sifat berpotensi untuk mencelakakan manusia, satu sifat berpotensi mengantarkan manusia menuju pintu kebahagiaan. Pertama, sifat kebinatangan (بَهِيْمَةْ); tanda-tandanya menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan tanpa rasa malu. Kedua, sifat buas (سَبُعِيَّةْ); tanda-tandanya banyaknya kezhaliman dan sedikit keadilan. Yang kuat selalu menang sedangkan yang lemah selalu kalah meskipun benar. ketiga sifat syaithaniyah; tanda-tandanya mempertahankan hawa nafsu yang menjatuhkan martabat manusia. 

Jika ketiga tiga sifat ini lebih dominan atau lebih mewarnai sebuah masyarakat atau bangsa niscaya akan terjadi sebuah perubahan tatanan sosial yang sangat mengkhawatirkan. Dimana keadilan akan tergusur oleh kezhaliman, hukum bisa dibeli dengan rupiah, undang-undang bisa dipesan dengan Dollar, sulit membedakan mana yang hibah mana yang suap, penguasa lupa akan tanggung jawabnya, rakyat tidak sadar akan kewajibannya, seluruh tempat akan dipenuhi oleh keburukan dan kebaikan menjadi sesuatu yang terasing, ketaatan akhirnya dikalahkan oleh kemaksiatan dan seterusnya dan seterusnya. 

Sedangkan satu-satunya sifat yang membahagiakan adalah sifat rububiyah (رُبُوْبِيَّةْ); ditandai dengan keimanan, ketakwaan dan kesabaran yang telah kita bina bersama-sama sepanjang bulan Ramadhan. Orang yang dapat dengan baik mengoptimalkan sifat rububiyah di dalam jiwanya niscaya jalan hidupnya disinari oleh cahaya Al-Qur'an, prilakunya dihiasi budi pekerti yang luhur (akhlaqul karimah). Selanjutnya, ia akan menjadi insan muttaqin, insan pasca Ramadhan, yang menjadi harapan setiap orang. Insan yang dalam hari raya ini menampakkan tiga hal sebagai pakaiannya: menahan diri dari hawa nafsu, memberi ma`af dan berbuat baik pada sesama manusia sebagaimana firman Allah: 

"…dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." (QS Ali Imran: 134) 

Oleh karena itu, melalui puasa, kita belajar untuk menjaga diri dari sifat-sifat buruk seperti kerakusan, ketamakan, dan ketidakadilan. 

2. Pesan Sosial: Membangun Kepedulian dan Kebersamaan 

Ramadhan juga mengajarkan kita untuk berbagi dan peduli terhadap sesama, terutama melalui zakat fitrah yang diberikan kepada fakir miskin. Dengan berzakat, kita tidak hanya menyucikan harta, tetapi juga memperkuat tali persaudaraan. 

Pesan sosial Ramadhan ini terlukiskan dengan indah indah justru pada detik-detik akhir Ramadhan dan gerbang menuju bulan Syawwal. Di mana, ketika umat muslim mengeluarkan zakat fithrah kepada Ashnafuts Tsamaniyah (delapan kategori kelompok masyarakat yang berhak menerima zakat), terutama kaum fakir miskin tampak bagaimana tali silaturrahmi serta semangat untuk berbagi demikian nyata terjadi. Kebuntuan dan kesenjangan komunikasi dan tali kasih sayang yang sebelumnya sempat terlupakan tiba-tiba saja hadir, baik di hati maupun dalam tindakan. Semangat zakat fitrah ini melahirkan kesadaran untuk tolong menolong (ta`awun) antara orang-orang kaya dan orang-orang miskin, antara orang-orang yang hidupnya berkecukupan dan orang-orang yang hidup kesehariannya serba kekurangan, sejalan hatinya sebab كُلُّكُمْ عِيَالُ اللهِ , kalian semua adalah ummat Allah.                          

Rasulullah SAW bersabda:

"Aku melihat sebagian dari umatku melindungi wajahnya dari sengatan nyala api neraka, lalu datanglah sedekahnya yang menjadi pelindung dirinya dari api neraka." (HR. Qurthubi) 

Kegiatan berbagi seperti memberikan takjil, menyantuni anak yatim, serta membantu mereka yang membutuhkan adalah cerminan dari nilai-nilai Islam yang rahmatan lil ‘alamin. 

3. Pesan Jihad: Berjuang Melawan Hawa Nafsu 

Jihad dalam konteks Ramadhan bukan hanya berarti perang dalam arti fisik, tetapi juga perjuangan melawan kebiasaan buruk dan hawa nafsu yang merusak diri sendiri serta masyarakat. Jika sifat-sifat buruk seperti keserakahan, ketidakjujuran, dan kezaliman lebih dominan dalam suatu masyarakat, maka tatanan sosial akan rusak. Oleh karena itu, kita harus mengedepankan sifat rububiyah, yaitu iman, takwa, dan kesabaran agar kehidupan kita lebih berkah dan bermanfaat bagi sesama. 

Menjadi Insan Muttaqin Pasca Ramadhan 

Ramadhan adalah bulan pelatihan untuk menjadikan kita insan muttaqin. Keberhasilan kita dalam menjalani bulan suci ini tidak hanya diukur dari seberapa banyak ibadah yang kita lakukan, tetapi juga dari sejauh mana kita bisa mempertahankan nilai-nilai Ramadhan dalam kehidupan sehari-hari. Rasulullah SAW bersabda: 

"Orang yang berpuasa memiliki dua kebahagiaan: kebahagiaan saat berbuka dan kebahagiaan saat bertemu dengan Tuhannya." (HR. Bukhari dan Muslim) 

Semoga setelah Ramadhan ini, kita tetap mampu menjaga keimanan dan ketakwaan, serta menjadi pribadi yang lebih baik dalam menjalani kehidupan dunia dan meraih kebahagiaan akhirat. Aamiin ya Rabbal ‘Alamin. 

Wallahul muwafiq ila aqwamit thariq

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.(*) 

 

Terkini Lainnya

Lihat Semua