Oleh
A. Fauzi Ridwan,SE
Anggota DPRD Subang Fraksi PKB
"Rakyat Subang Gotong Royong, Subang Ngabret!"
Tujuh puluh tujuh tahun sudah Kabupaten Subang berdiri. Sebuah usia yang matang untuk merefleksikan perjalanan panjang pembangunan dan menatap masa depan dengan semangat baru. Kini saatnya, di bawah kepemimpinan Reynaldy Putra Andita Budi Raemi dan Agus Masykur Rosyadi, Subang membuka lembaran baru—lembaran perubahan, percepatan, dan kemandirian.
Subang adalah daerah yang diberkahi kekayaan alam luar biasa. Pegunungan di selatan, dataran pertanian yang subur, hingga wilayah laut di utara menjadi penopang utama berbagai sektor strategis: pertanian, perkebunan, perikanan, hingga pariwisata.
Selain itu, hadirnya kawasan industri manufaktur, Pelabuhan Patimban, serta potensi besar minyak dan gas bumi, menjadikan Subang sebagai titik tumpu pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat. Ditambah dengan UMKM lokal yang terus bertumbuh, Subang sejatinya memiliki semua modal untuk menjadi kabupaten unggulan.
Namun, di tengah potensi tersebut, Subang masih dihadapkan pada kenyataan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya sekitar Rp800 miliar dari total APBD Rp3 triliun. Komposisi itu dana perimbangan pemerintah pusat menjadi tumpuan utama. Hal ini tentu jauh dari harapan, dan tertinggal dari daerah lain yang potensi alamnya jauh lebih terbatas. Inilah tantangan besar yang harus dipecahkan: menjadikan potensi sebagai kekuatan ekonomi nyata demi kemandirian fiskal.
Tak kalah penting, pembangunan harus dimulai dari pelayanan dasar yang cepat dan merata. Salah satu persoalan yang sangat dirasakan rakyat adalah pelayanan kesehatan. Hingga saat ini, wilayah Subang Utara, khususnya bagian barat (Patokbeusi, Ciasem dan Blanakan), belum memiliki Rumah Sakit Daerah.
Akibatnya, warga yang sakit terpaksa mencari layanan ke daerah tetangga seperti Karawang dan Purwakarta. Ini adalah ironi yang tak boleh dibiarkan berlarut. Kesehatan adalah hak dasar setiap warga. Kehadiran rumah sakit bukan sekadar fasilitas, tapi bentuk nyata kehadiran negara dalam kehidupan rakyatnya.
Di sektor pendidikan dan ketenagakerjaan, Subang memiliki sumber daya manusia (SDM) yang besar. Tetapi jumlah besar tidak menjamin daya saing, jika tidak diiringi dengan pelatihan dan pendidikan vokasi yang relevan dengan kebutuhan industri, logistik, dan sektor pertanian modern. Subang tidak boleh hanya jadi penonton ketika kawasan industri dan pelabuhan berkembang. SDM lokal harus menjadi aktor utama.
Dan lebih dari itu, pendidikan karakter juga tak boleh ditinggalkan. Selama ini, pesantren menjadi garda depan dalam membentuk generasi berakhlak dan beradab. Di Subang, ada ratusan pesantren yang tersebar di berbagai penjuru, menjadi tempat belajar agama dan moral bagi ribuan santri.
Namun sayangnya, perhatian pemerintah terhadap pesantren masih sangat minim. Program seperti honor guru ngaji belum menyentuh mereka yang mengabdi di pesantren, padahal merekalah yang setiap hari mengajarkan Al-Qur’an dan membina akhlak generasi muda. Ini adalah bentuk ketidakadilan yang harus segera diperbaiki.
Pembangunan Subang ke depan tidak bisa hanya berorientasi pada fisik dan angka. Ia harus menyentuh pelayanan dasar, kesejahteraan guru dan tenaga keagamaan, pemberdayaan ekonomi, serta penguatan moral dan spiritual masyarakat.
Dengan semangat "Rakyat Subang Gotong Royong, Subang Ngabret (Ngawangun Bareng Rakyat)", mari kita jadikan HUT ke-77 ini sebagai momentum bersama:
Untuk bangkit, berlari lebih cepat, dan membangun Subang secara menyeluruh—dari pinggiran hingga pusat, dari desa hingga kota, dari jasmani hingga rohani.
Dirgahayu ke-77 Kabupaten Subang!
Bersama Reynaldi dan Agus Masykur, kita wujudkan Subang yang Adil, Maju, Mandiri, dan Berakhlak.***