Oleh ;
Karyono Hafidzahullah, S.Si, M.Si,
(Alumni Fak Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta, S2 Ilmu Lingkungan UNS, Konsultan, Researcher, Trainer dan Pimpinan PPTQ LAUHUL MAHFUZH di Klaten, Jawa Tengah)
Zamrud Khatulistiwa, adalah sebutan bagi negeri tercintaku Indonesia, yang membentang hamparan alam hijau nan permai, birunya laut yang luas, dengan berbagai-jenis hayati yang akan membuat siapa saja terkesima dengan kesuburan dan kekayaan sumber daya dan Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih, sebagai simbol negara. Bahkan warna sangsaka merah putih ini perna disinggung oleh Rasulullah SAW dalam sebuah hadistnya yang berbunyi ;
“Dari Tsauban, Rosululloh SAW bersabda : Sesungguhnya Alloh melipat bumi untukku hingga saya dapat melihat timur serta baratnya. sebenarnya kekuasaan ummatku bakal meraih apa yang sudah dinampakkan untukku. Saya diberi dua perbendaharaan besar yaitu warna merah dan putih. Saya bermohon kepada Tuhanku untuk ummatku supaya Dia tak membinasakan mereka dengan kekeringan menyeluruh dan supaya Dia tidak memberikan kuasa kepada musuh terkecuali diri mereka sendiri yang menyerang sesama mereka.” (HR. Muslim bab halakul ummah ba’dhum biba’dh No. 5144).
Masya Allah, tidak ada kalimat syukur yang bisa mewakili dari uraian di atas, sebagaimana dalam QS Ar Rahman ayat 13, Artinya: "Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?". Sehingga fenomena kekayaan Indonesia dengan sang saka merah putihnya yang kita cintai ini merupakan negara yang penuh keberkahan dan rohmat dari Allah SWT.
Indonesia, sebagai negara yang memiliki keragaman budaya dan populasi besar, telah mengalami perubahan politik yang mencolok dalam beberapa dekade terakhir. Transisi ini telah membawa tantangan dan peluang baru bagi sistem politik negara. Dalam lanskap politik Indonesia, partai politik, lembaga legislatif, dan eksekutif memiliki peran kunci dalam menentukan arah negara dan mengarahkan kebijakan-kebijakan penting. Partai politik berfungsi sebagai penghubung antara pemerintah dan rakyat, sedangkan lembaga legislatif dan eksekutif bekerja sama untuk membentuk dan mengimplementasikan kebijakan yang menggerakkan negara menuju masa depan yang lebih baik. Peran dan dinamika antara ketiga komponen ini memberikan pengaruh besar terhadap stabilitas dan kemajuan politik Indonesia.
Belum lama ini kita baru saja melaksanakan pesta demokrasi pilpres serentak pada Rabu, 14 Februari 2024 yang menghasilkan kemenangan telak bagi pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2024 – 2029.
Dinamika politik, rumor dan berita hangat selalu mewarnai berita hasil kemenangan telak tersebut, mulai dari cawe-cawe presiden Joko Widodo dalam proses pemilihan Presiden dan Wakil Presiden hingga perpindahan ibukota ke IKN. Menurut Menko Polhukam yang kala itu dijabat oleh Prof. Mahfud MD mengatakan bahwa kondisi Indonesia saat ini tidak sedang baik-baik saja, dalam tata pemerintahan Indonesia digagangi oleh korupsi yang luar biasa. Hak-hak rakyat, terutama di daerah luar dirampas dengan sesukanya, penegakkan hukum dan keadilan juga menjadi persoalan. Bahkan Ekonom senior sekaligus Menteri Keuangan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan adanya fenomena masyarakat mulai makan tabungan, menandakan daya beli masyarakat sedang turun, dengan berkurangnya daya beli masyarakat itu menjadi tanda awal ekonomi di Indonesia mulai melemah, karena adanya tekanan pada konsumsi kebutuhan primer. Sehingga fenomena di atas semakin menunjukan bahwa kepemimpinan Indonesia tidak dalam kondisi baik-baik saja.
Pemimpin memiliki peran besar dalam menentukan arah dan kebijakan karena akan berpengaruh terhadap kesejahteraan dan keadilan umat.
Islam sangat peduli dengan masalah kepemimpinan, sehingga memberikan tuntunan yang jelas dan rinci tentang bagaimana seharusnya umat Islam memilih pemimpin yang sesuai dengan syariat Allah. Sebagai negara dengan umat muslim terbesar di dunia, memilih pemimpin dalam Islam telah banyak disebutkan dalam Al-Qur’an maupun hadis Rasulullah SAW. Dalam Islam, pemilihan pemimpin bukanlah perkara yang dianggap sepele. Rasulullah SAW sendiri telah menegaskan bahwa pemimpin harus dipilih dari kalangan yang terbaik di antara umat. Ini menunjukkan betapa pentingnya kualitas kepemimpinan dalam menegakkan keadilan, kesejahteraan, dan kedamaian dalam masyarakat. Rasulullah SAW menyebut bahwa seorang pemimpin adalah pelayan yang harus melayani kebutuhan masyarakat, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: barangsiapa yang Allah SWT serahkan kepadanya sebagian urusan orang muslim kemudian ia menutup diri dari melayani kebutuhan mereka dan keperluan mereka, maka Allah akan menutup diri darinya dan tidak melayani kebutuhannya serta keperluannnya.”
Manusia diciptakan oleh Allah SWT ke muka bumi ini sebagai khalifah (pemimpin), oleh sebab itu manusia tidak terlepas dari perannya sebagai pemimpin yang merupakan peran sentral dalam setiap upaya pembinaan. Hal ini telah banyak dibuktikan dan dapat dilihat dalam gerak langkah setiap organisasi. Peran kepemimpinan begitu menentukan bahkan seringkali menjadi ukuran dalam mencari sebab-sebab jatuh bangunnya suatu masyarakat atau negara. Imam al-Mawardi dalam kitabnya al-Ahkam al-Sulthoniyah memberikan definisi khilafah sebagai “Penggantian (tugas) kenabian untuk memelihara agama dan mengatur urusan dunia”.
Dari kepemimpinan tertinggi ini, kemudian berkembang ke seluruh aspek kehidupan manusia, sampai ke kelompok yang paling kecil, keluarga dan individunya. Oleh karena itu, yang perlu kita ketahui adalah sifat-sifat pemimpin tersebut, sehingga kita dapat meneladaninya atau memudahkan kita untuk memilih seorang pemimpin. Tidak lama lagi, akan dilaksanakan Pilkada 2024 secara serentak sesuai Peraturan KPU (PKPU) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2024. Tentu hal ini kita jadikan momentum yang tepat untuk dapat memilih para pejabat negara tersebut dapat menghasilkan pemimpin yang kreterianya sesuai dengan syariat Islam.
Penciptaan Manusia sebagai khalifah bila dilihat dari tujuannya adalah untuk mengabdi kepada Allah SWT. Begitu juga penciptaan manusia sebagai khalifah mempunyai tujuan di antaranya untuk mewujudkan kemakmuran bumi serta mewujudkan keselamatan dan kebahagiaan hidup di muka bumi. Hal ini bisa dilihat dalam Qs Hud Ayat 61 dan Qs Al Maidah Ayat 16. Harus dipahami bahwa manusia adalah khalifah yang merupakan pemimpin dalam mengelola dan mengatur roda pemerintahan untuk mencapai satu visi dan misi yang tentunya tidak bertantangan dengan ketentuan Allah SWT. Hal ini bukanlah sebuah perkara yang mudah, bahkan perlu memperhatikan dari berbagai bidang. Kenyataan di atas, sering kali dikesampingkan oleh masyarakat awam bahkan kalangan intelektual.
Ketika kalangan cendikiawan sudah terjebak ke arah kepentingan sesaat, akan banyak memberikan pengaruh yang signifikan kepada masyarakat awam. Bahkan sering sekali muncul pemahaman dan asumsi di masyarakat bahwa kepedulian seseorang pada saat menjadi penguasa akan hilang dan sebagian masyarakat menganggap bahwa calon pemimpin hanya dekat dengan masyarakat ketika membutuhkan hak suaranya. Ini membuat masyararakat berpikir hanya menerima manfaat pada saat orang-orang mencalonkan diri sebagai penguasa.
Pada akhirnya yang terjadi adalah politik uang. Ketika ini terjadi, keberpihakan pada kebenaran akan terbengkalai dan tujuan utama dalam kepemimpinan sesuai dengan tuntutan fitrah akan terlupakan.
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang dicintai dan didoakan rakyatnya. Sebaliknya ciri pemimpin yang buruk adalah dibenci dan dilaknat oleh rakyatnya.
Dalam Al-Quran dijumpai beberapa ayat yang berhubungan dengan sifat-sifat pokok yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, diantaranya terdapat dalam surat As-Sajdah (32): 24 dan Al-Anbiya (21): 73. Sifat-sifat dimaksud adalah: (1). Kesabaran dan ketabahan. “Kami jadikan mereka pemimpin ketika mereka sabar/tabah”. Lihat QS As-Sajdah (32): 24. Kesabaran dan ketabahan dijadikan pertimbangan dalam mengangkat seorang pemimpin. Sifat ini merupakan syarat pokok yang harus ada dalam diri seorang pemimpin. (2). Mampu menunjukkan jalan kebahagiaan kepada umatnya sesuai dengan petunjuk Allah SWT. Lihat QS Al-Anbiya (21): 73, “Mereka memberi petunjuk dengan perintah Kami”. Pemimpin dituntut untuk mengantar rakyat ke pintu gerbang kebahagiaan. Pemimpin sejati harus mempunyai kepekaan yang tinggi (sense of crisis), yaitu apabila rakyat menderita dia yang pertama sekali merasakan pedihnya dan apabila rakyat sejahtera cukup dia yang terakhir sekali menikmatinya. (3). Telah membudaya pada diri mereka kebajikan. Dalam QS Al-Anbiya (21): 73, “Dan Kami wahyukan kepada mereka (pemimpin) untuk mengerjakan perbuatan-perbuatan baik dan menegakkan sholat serta menunaikan zakat”. Hal ini dapat tercapai (mengantarkan umat kepada kebahagiaan) apabila kebajikan telah mendarah daging dalam diri para pemimpin yang timbul dari keyakinan ilahiyah dan akidah yang mantap tertanam di dalam dada mereka.
Rasulullah SAW adalah teladan bagi umat Islam dalam segala aspek kehidupan. Khusus dalam hal kepemimpinan, beliau adalah sosok yang mencontohkan kepemimpinan paripurna di mana kepentingan umat adalah prioritas utama beliau. Maka sangat tepatlah apabila kita sangat mengidealkan sifat kepemimpinan uswatun hasanah Nabi Muhammad SAW meliputi :
1. Shiddiq - Benar dan Jujur. Arti dari sifat shiddiq adalah segala perkataan dan perbuatan Rasulullah SAW selalu dijaga oleh Allah SWT sehingga pasti hal itu benar, jujur, dan tidak ada sedikit pun tipuan di dalamnya. Apa pun perkataan dan dikatakan dan diperbuat Nabi Muhammad SAW itu selalu sesuai dengan Al-Qur'an dan bukan merupakan atas kemauannya sendiri. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah SWT dalam surah An-Najm ayat 3-5 yang berbunyi, Artinya: "dan tidak pula berucap (tentang Al-Qur'an dan penjelasannya) berdasarkan hawa nafsu(-nya). Ia (Al-Qur'an itu) tidak lain, kecuali wahyu yang disampaikan (kepadanya) yang diajarkan kepadanya oleh (malaikat) yang sangat kuat (Jibril)." Sifat jujur dan benar yang dimiliki Nabi Muhammad SAW ini bahkan sudah beliau miliki sebelum menjadi seorang rasul. Bahkan Rasullulloh mendapat gelar "al-amin" artinya "orang yang dapat dipercaya" dari kaum Quroisy.
2. Tabligh – Menyampaikan. Tabligh yang artinya menyampaikan semua yang diwahyukan Allah SWT kepadanya. Tugas Nabi Muhammad SAW sebagai rasul adalah untuk memberi peringatan, membimbing umat, memperbaiki, dan mempersiapkan manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Sifat tabligh sangat dibutuhkan dan harus dimiliki oleh Rasulullah SAW karena tidak mungkin seorang rasul menyembunyikan apa pun yang berasal dari Allah SWT. Allah SWT telah memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk bersifat tabligh atau menyampaikan dalam surah Al-Maidah ayat 67 yang artinya: "Wahai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan Tuhanmu kepadamu. Jika engkau tidak melakukan (apa yang diperintahkan itu), berarti engkau tidak menyampaikan risalah-Nya. Allah menjaga engkau dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang kafir."
3. Amanah - Dapat Dipercaya. Amanah artinya bisa dipercaya dalam menyampaikan sesuatu. Hal ini berkaitan dengan tugas seorang rasul yang diberikan amanah oleh Allah SWT untuk menuntun umatnya ke jalan yang benar. Nabi Muhammad SAW memegang amanah yang diberikan kepada beliau dengan sangat kuat. Apapun yang beliau lakukan semata-mata hanya untuk Allah SWT dan tidak pernah menggunakan kekuasaan beliau untuk kepentingan pribadinya. Sifat amanah Nabi Muhammad SAW tercantum dalam surah Al-A'raf ayat 68 yang berbunyi, Artinya: Aku sampaikan kepadamu risalah-risalah (amanat) Tuhanku dan aku terhadap kamu adalah penasihat yang terpercaya.
4. Fathanah – Cerdas. Fathanah artinya cerdas atau mempunyai intelektual yang tinggi. Cerdas menurut pendapat orang-orang adalah kemampuan memahami dunia, berpikir rasional, dan menggunakan sumber-sumber secara efektif saat dihadapkan pada tantangan. Secara umum, kecerdasan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu IQ (Intelligent Quotient), EQ (Emotional Quotient), dan SQ (Spiritual Quotient). Nabi Muhammad SAW memiliki semua aspek kecerdasan tersebut. Terbukti dengan daya ingat beliau yang sangat tinggi dalam menghafal firman-firman yang disampaikan Allah SWT kepada beliau, kemampuan memecahkan masalah yang dihadapi umatnya dengan kebijakan dan kesabaran, serta hanya mengabdikan dirinya hanya untuk Allah SWT saja.
Berdasarkan uraian diatas, syarat utama untuk menjadi seorang pemimpin dengan sifat-sifat sebagaimana uswatun hasanah kita Nabi Muhammad SAW adalah haruslah seorang muslim yang sabar, tabah dan taat kepada Allah SWT. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Qs Al Baqoroh ; 45 yang menjelaskan “jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu” sebab dengan sholat kita dijauhkan dari perbuatan keji dan munkar serta dijauhkan dari siksa neraka. Juga dalam Qs Al Baqoroh ; 153 menjelaskan “sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” maka laksanakan sholat pada waktunya dan jangan tergesa-gesa. Perintah sholat menjadi perintah yang harus pemimpin laksanakan dan pegang teguh dan jangan sampai melalaikannya. Sholat merupakan tiang agama dan menjadi dasar penilaian amalan-amalan lainnya.
Bersabar adalah kunci bagi setiap hamba agar bisa melalui segala kesulitan dan cobaan dalam hidup. Selain dengan bersabar, agar bisa melalui segala kesulitan dan cobaan dalam hidup, seorang hamba diperintahkan untuk memohon pertolongan kepada Allah SWT dengan sholat. Sebab sholat dapat mencegah dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik, dan dengan sholat maka seorang hamba akan senantiasa ingat dan terhubung dengan Allah SWT. Sedangkan ketabahan dalam menghadapi cobaan merupakan salah satu konsep yang sangat penting dalam Islam. Dalam konteks ini, ketabahan merujuk pada kemampuan seseorang untuk tetap teguh dan sabar dalam menghadapi berbagai cobaan, ujian, atau musibah yang datang dalam kehidupannya. Ketabahan bukanlah sekadar menahan diri dari bereaksi secara emosional atau menyerah kepada keadaan, tetapi lebih kepada sikap mental dan spiritual yang kuat dalam menghadapi cobaan dengan keyakinan bahwa Allah akan memberikan jalan keluar.
Oleh karena itu, setiap kita adalah khalîfah fil ardhi di semua level, mulai dari pemimpin individu, keluarga hingga pejabat atau pemimpin negara. Karena hanya dengan meneladani uswatun hasanah Nabi Muhammad SAW yaitu dengan memiliki sifat Shiddiq (benar dan jujur), Tabligh (menyampaikan), Amanah (dapat dipercaya), dan Fathanah (cerdas), tentu Allah SWT akan selalu hadir dan mewarnai dalam setiap kebijakan dan keputusan yang kita buat berdasarkan Al Quran dan As Sunah. Wallahu A'lam Bishawab