PASUNDAN EKSPRES - Konflik antara Israel dan Hamas yang telah berlangsung selama 15 bulan di Jalur Gaza akhirnya menemukan titik terang.
Pada Rabu (15/1), sebuah kesepakatan gencatan senjata tercapai berkat mediasi intensif yang melibatkan Amerika Serikat, Qatar, dan Mesir.
Respon Netanyahu terhadap Keberhasilan Gencatan Senjata
Kesepakatan ini menjadi langkah penting menuju perdamaian, meskipun tantangan besar masih menghadang di masa depan.
Kesepakatan yang diumumkan oleh Presiden Joe Biden, Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, dan pejabat Hamas ini akan mulai berlaku pada Minggu mendatang.
Tidak hanya menghentikan kekerasan, kesepakatan ini juga mencakup pembebasan sandera serta tahanan dari kedua belah pihak.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyambut baik kesepakatan ini dan menyebutnya sebagai hasil dari sikap tegas pemerintahannya.
Ia menegaskan bahwa Hamas terpaksa mengurangi tuntutan mereka terkait penarikan pasukan Israel di Koridor Philadelphi, wilayah strategis di perbatasan Gaza dan Mesir.
Namun, Netanyahu juga mengakui bahwa masih ada beberapa poin dalam kesepakatan ini yang perlu dirampungkan sebelum implementasinya.
Kabinet keamanan Israel telah memberikan persetujuan awal, dan keputusan akhir diharapkan segera diumumkan setelah melalui prosedur hukum.
Di sisi lain, Hamas mengungkapkan rasa lega atas tercapainya kesepakatan ini.
Pejabat senior Hamas, Basem Naim, menyatakan bahwa ini adalah langkah penting untuk menghentikan agresi terhadap rakyat Palestina.
Namun, ia juga menyesalkan bahwa kesepakatan serupa tidak dapat tercapai sebelumnya.
Perang yang berlangsung sejak Oktober 2023 ini telah menyebabkan kehancuran besar-besaran di Jalur Gaza.
Menurut data pejabat kesehatan di Gaza, lebih dari 46.000 warga Palestina telah tewas selama konflik ini, sebagian besar di antaranya adalah warga sipil.
Infrastruktur di wilayah tersebut hancur total, dengan rumah sakit, sekolah, dan bangunan umum lainnya menjadi sasaran serangan.
Sebagian besar penduduk Gaza terpaksa mengungsi, hidup dalam kondisi yang sangat memprihatinkan di kamp-kamp pengungsian.
(ipa)