PASUNDAN EKSPRES- Akhir-akhir ini, sosial media dihebohkan dengan tren baru bertajuk "Marriage is Scary" atau dalam bahasa kita, "Menikah Itu Menakutkan."
Tren ini bikin banyak konten kreator sibuk memproyeksikan berbagai ketakutan orang tentang pernikahan, lengkap dengan frasa "Bayangin kalau...".
Padahal, seringkali mereka masih terlalu muda dan belum punya pengalaman menikah, tapi udah berani nyimpulin kalau pernikahan itu horor.
Nah, masalahnya, contoh-contoh yang mereka ambil kebanyakan hanya fokus ke sisi buruknya aja kayak KDRT, perselingkuhan, masalah finansial, dan sejenisnya.
Mereka enggak sadar kalau di luar sana banyak juga pasangan yang menjalani pernikahan dengan bahagia, harmonis, dan penuh cinta.
Hanya karena ada satu cerita buruk, bukan berarti semua pernikahan itu serem, kan? Tapi sayangnya, banyak yang keburu bikin konten tentang betapa menakutkannya menikah tanpa melihat realita secara utuh.
Reaksi netizen, terutama generasi muda kita, bervariasi. Ada yang jadi beneran takut nikah, takut punya pasangan, dan segalanya terasa menyeramkan.
Padahal, yang menakutkan bukan pernikahannya, tapi bagaimana sosial media membentuk persepsi yang enggak selalu sesuai kenyataan.
Bayangin aja, kamu jadi takut nikah hanya karena ngeliat konten dari anak-anak muda yang kebanyakan nonton drama pernikahan di TV.
Iya, kita gak bisa ngebohong kalau ada juga pernikahan yang berakhir dengan KDRT atau perselingkuhan.
Tapi, konten di sosial media kadang terlalu generalisasi, seolah-olah semua pernikahan itu bakal berakhir buruk.
Contohnya, ada konten yang viral dimana seorang cewek bilang nikah itu menakutkan karena dia bayangin harus nurunin gaya hidup karena cowoknya masih merintis.
Lha, kalau gak mau begitu, ya tinggal nikah sama cowok yang udah mapan, kan? Atau kalau enggak terima, ya jangan dipaksain.
Sebenarnya simpel, tapi sosial media sering banget melebih-lebihkan hal-hal kecil dan bikin seolah-olah itu masalah besar.
Sosial media sebenarnya udah kayak bubble yang kita buat sendiri. Kita menciptakan standar, dan kemudian kita sendiri yang terjebak di dalamnya.
Tren "Marriage is Scary" ini cuma satu contoh kecil dari bagaimana sosial media bisa bikin hal-hal yang sebenarnya biasa jadi tampak mengerikan.
Kita gak bisa mungkir kalau kehidupan kita berubah setelah pandemi COVID-19. Banyak interaksi yang dulunya offline, sekarang jadi serba online.
Istilah-istilah kayak "insecure", "overthinking", dan lainnya, muncul dan jadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
Semua ini makin dipicu oleh sosial media yang saat itu jadi pelarian banyak orang.
Sebagai generasi yang tumbuh di era digital, kita memang harus cerdas memilih mana yang harus dipercaya dan mana yang hanya sekadar tren.
Ingat, hidup kita ada di tangan kita sendiri, bukan di tangan tren yang lewat di beranda sosial media kita. Jangan biarkan ketakutan yang diciptakan orang lain membentuk realita kita.
Mulailah lebih selektif dalam mengonsumsi konten. Fokus ke hal-hal yang memberikan manfaat dan jangan terlalu mudah terpancing oleh tren.
Ingat, hidup itu pilihan dan kamulah yang menentukan arahnya. Nikmati hidup sesuai standar kamu, bukan standar sosial media.
Gimana menurut kamu tentang tren "Marriage is Scary" ini? Tulis pendapat kamu di kolom komentar, ya!