Kenali Kelompok yang Berisiko Tinggi Tertular TBC, Siapa Saja?

Kenali Kelompok yang Berisiko Tinggi Tertular TBC, Siapa Saja?

Ilustrasi dokter dan pasien (Foto: Freepik)

PASUNDAN EKSPRES - Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang hingga kini masih menjadi masalah kesehatan global.

Penularan tuberkulosis (TBC) yang menyebar lewat udara ketika orang batuk, bersin, atau meludah, perlu menjadi perhatian. 

Berdasarkan Global Tuberculosis Report 2024 yang diterbitkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 5-10% orang yang terinfeksi TBC akan mengalami gejala dan mengembangkan penyakit TBC.

Pada 2023, diperkirakan 10,8 juta orang di dunia sakit karena TBC. Indonesia menempati posisi kedua di dunia dengan estimasi 1.090.000 kasus TBC baru setiap tahun dan 125.000 kematian akibat TBC.

BACA JUGA: Tips Jitu Cara Diet dengan Telur Rebus, Bisa Turun Lebih dari 10 Kg! Amazing!

Sekretaris Ditjen Penanggulangan Penyakit Kementerian Kesehatan RI, dr. Yudhi Pramono, MARS, menyebut bahwa semua orang berisiko tertular TBC. 

Kendati demikian, terdapat kelompok masyarakat yang memiliki risiko lebih tinggi tertular penyakit ini.

"Meskipun semua orang bisa tertular TBC, terdapat kelompok yang lebih berisiko tinggi tertular TBC, yaitu orang yang kontak serumah dan kontak erat dengan pasien TBC, orang dengan HIV (ODHIV), dan perokok," ujar Yudhi di Jakarta, Kamis (31/1).

Dilansir dari laman Sehat Negeriku, beberapa orang yang berisiko tinggi tertular TBC antara lain orang dengan diabetes melitus (DM), bayi, anak-anak, dan lansia yang memiliki interaksi dengan pasien TBC, warga binaan pemasyarakatan (WBP), tunawisma, pengungsi, serta masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh-padat dan kumuh-miskin.

BACA JUGA: Cara Daftar dan Ambil Nomor Antrean BPJS Kesehatan secara Online

Bakteri TBC dalam percikan (droplet) dapat bertahan selama beberapa jam di ruangan yang lembap dan tidak terpapar sinar matahari.

"Bila percikan droplet tersebut dihirup oleh orang lain, terutama mereka yang memiliki kontak erat dengan pasien TBC, maka risiko penularan semakin tinggi," lanjutnya.

Yudhi menjelaskan, setelah seseorang terinfeksi, kuman Mycobacterium tuberculosis bisa dalam kondisi aktif atau tidak aktif (dormant) dalam tubuhnya.

Apabila daya tahan tubuhnya baik, maka bakteri TBC akan tetap tidur. Namun, jika daya tahan tubuh menurun, bakteri ini bisa menjadi aktif dan menyebabkan penyakit.

Untuk menemukan kasus tuberkulosis secara dini, investigasi kontak dilakukan oleh tenaga kesehatan atau kader, dengan minimal 8 orang diperiksa untuk setiap kasus TBC.

Hal ini sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Nomor HK.02.02/C/2175/2023 tentang Perubahan Pelaksanaan Investigasi Kontak dan Alur Pemeriksaan Infeksi Laten Tuberkulosis (ILTB) serta Pemberian Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT) di Indonesia.

"Kegiatan investigasi kontak adalah salah satu strategi dalam program penanggulangan TBC untuk melacak dan mencari orang-orang yang berinteraksi langsung (kontak serumah dan kontak erat) dengan pasien TBC. Hal ini dilakukan oleh petugas fasilitas pelayanan kesehatan, kader, atau komunitas," ujarnya.

Untuk memastikan semua kontak dapat dilacak atau diinvestigasi, perlu dilakukan beberapa upaya, seperti door to door atau jemput bola langsung ke rumah pasien dan kontak (serumah dan erat).


Berita Terkini