PASUNDAN EKSPRES - Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) bersama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Komite Fatwa Produk Halal menggelar rapat koordinasi pada Selasa (8/10).
Pertemuan ini dilakukan untuk menindaklanjuti adanya produk dengan nama "tuyul", "tuak", "beer", dan "wine" yang mendapat sertifikat halal yang kemudian viral di media sosial.
Hasil pertemuan tersebut disepakati sejumlah solusi bagi 151 produk bersertifikat halal yang penamaannya bermasalah.
"Pada hari ini Selasa 8 Oktober 2024 kita mengadakan pertemuan konsolidasi dengan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia dan Komite Fatwa Produk Halal. Konsolidasi hari ini untuk mengidentifikasi nama-nama produk yang disinyalir menyangkut penamaan-penamaan produk yang berkonotasi dan tidak diperbolehkan di dalam Fatwa MUI," ucap Kepala BPJPH, Muhammad Aqil Irham, di Serpong, dilansir dari laman resmi Kemenag, Rabu (9/10).
BACA JUGA:BPJPH Buka Suara Soal Viral Nama Produk Tuak, Bir Hingga Wine Dapat Sertifikat Halal
Dalam konsolidasi itu, BPJPH memperoleh data sebanyak 151 produk (sekitar 0,003 persen) mengalami permasalahan pada nama produk dari 5.314.453 produk bersertifikat halal.
Dari 151 produk itu, mereka membagi dua identifikasi penemuan tersebut, yakni yang dikecualikan berjumlah 30 dan tidak dikecualikan berjumlah 121.
Dari jumlah 151 produk tersebut, sebagian berasal dari sertifikasi halal skema reguler yang ketetapan halalnya melalui Komisi Fatwa MUI, dan sebagian lainnya berasal dari skema self declare yang ketetapan halalnya berasal dari Komite Fatwa Produk Halal.
"Oleh karena itu, konsolidasi ini dilaksanakan untuk mengidentifikasi secara detil berdasarkan data dan selanjutnya menyepakati langkah-langkah solutif bersama Komisi Fatwa MUI dan Komite Fatwa Produk Halal," ujarnya.
BACA JUGA:Klarifikasi LPPOM Soal Viral Video Produk Wine - Beer Bersertifikat Halal
Lebih lanjut, Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Soleh mengatakan, merujuk Fatwa MUI nomor 44 tahun 2020, terdapat dua kondisi terkait penamaan produk.
Pertama, sesuai dengan fatwa, ada pengecualian terkait dengan penggunaan nama, bentuk, dan atau kemasan yang diatur di dalam fatwa nomor 44 tahun 2020.
Contohnya, secara 'urf atau kebiasaan di tengah masyarakat dikenal sesuatu yang biasa atau tidak terasosiasi dengan sesuatu yang haram, misalnya bir pletok, dikenal sebagai jenis minuman tradisional yang halal, suci, dan tidak terasosiasi dengan pengertian bir yang mengandung alkohol.
Demikian juga, tidak semua jenis kata 'wine' itu terlarang. Misalnya 'red wine' yang merujuk kepada jenis warna yang secara empirik digunakan di tengah masyarakat.
Hal ini penting untuk dipahami secara menyeluruh sehingga tidak menimbulkan kegaduhan di publik.
"Yang kedua, yang secara substansi memang tidak sejalan dengan fatwa. Karena itu, kita komitmen untuk melakukan perbaikan dan juga meminta pelaku usaha melakukan perbaikan dan perubahan sesuai dengan standar fatwa," papar Niam.
Mengenai mekanisme perbaikan penamaan produk tersebut, telah didiskusikan adanya jalan afirmatif untuk melakukan proses perbaikan untuk kepentingan penyesuaian dengan berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan dan juga standar fatwa yang menjadi acuan di dalam proses penetapan fatwa halal.
"Dengan demikian, konsolidasi ini akan semakin mengakselerasi proses penyelenggaraan sertifikasi halal dan dedikasi ini untuk kepentingan publik, kepentingan jaminan perlindungan halal, dan juga kepentingan ketepatan secara syar'i," imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Komite Fatwa Produk Halal Zulfa Mustofa mengatakan bahwa masyarakat tidak perlu ragu terhadap sistem jaminan produk halal (SJPH) serta sertifikat halal yang dikeluarkan oleh BPJPH yang diterbitkan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh Komisi Fatwa (MUI) maupun Komite Fatwa Produk Halal.
"Karena pada dasarnya kami menggunakan acuan yang sama, standar fatwa yang sama, kemudian juga melalui proses audit yang sama, walaupun memang di produk reguler mungkin sedikit lebih rumit," ujar Zulfa.
"Oleh karenanya, pada hal-hal yang tadi sudah disepakati, ada yang dikecualikan, maupun ada yang tidak dikecualikan, akan ada mekanisme yang kita lalui bersama. Ada proses perbaikan dan juga ada proses afirmasi kepada mereka," tambahnya.
Zulfa menyampaikan, masyarakat perlu memiliki kepercayaan kepada Sistem Jaminan Produk Halal yang sudah ditetapkan oleh pemerintah serta fatwa yang telah dikeluarkan oleh Komisi Fatwa MUI maupun Komite Fatwa Produk Halal. (inm)