Kontroversi Draf UU Penyiaran, Ancaman Serius bagi Kebebasan Pers

Kontroversi Draf UU Penyiaran, Ancaman Serius bagi Kebebasan Pers
Tumpang Tindih Regulasi
Salah satu poin kontroversial dalam draf revisi ini adalah pasal 56 ayat 2.c, yang melarang penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.
Dewan Pers menegaskan bahwa revisi UU Penyiaran seharusnya menciptakan keadilan bagi industri penyiaran di era digital, bukan malah membahayakannya.
Selain itu, draf ini juga memuat pasal 25 ayat 1 huruf q, yang menetapkan penyelesaian sengketa jurnalistik oleh KPI.
Hal ini dianggap bertentangan dengan UU Pers, yang mengamanatkan bahwa penyelesaian sengketa jurnalistik adalah wewenang Dewan Pers.
Penolakan dan Kritik
Penolakan terhadap draf revisi ini datang dari berbagai kalangan jurnalis dan organisasi pers.
Mereka berpendapat bahwa pengaturan dalam draf ini tumpang tindih dengan UU Pers dan undang-undang lain yang sudah ada, seperti UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Menurut Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Wahyudi Djafar, pengaturan platform digital dan konten berbasis user-generated content (UGC) sudah diatur dalam PP 71/2019 dan Permenkominfo nomor 5 tahun 2020.
Mengatur kembali dalam UU Penyiaran dinilai tidak perlu dan dapat menimbulkan masalah baru.