PASUNDAN EKSPRES - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menegaskan urgensi penanganan isu perubahan iklim, mengingat potensinya mengancam kelangsungan hidup manusia.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, mendorong kerjasama lintas sektor dan pengambilan langkah konkret untuk mengatasi dampak perubahan iklim, menyampaikan hal ini dalam peringatan Hari Meteorologi Dunia ke-74 di Jakarta.
BACA JUGA:2 Perempuan Meninggal Diantara Puluhan Anjing di Blitar
Dwikorita menyoroti berbagai aspek perubahan iklim, termasuk peningkatan suhu global, perubahan pola hujan, dan kenaikan permukaan air laut yang berdampak pada lingkungan dan manusia.
Contoh konkret dampak perubahan iklim adalah mencairnya gletser di Puncak Jaya, Papua, yang luasnya menyusut drastis sejak tahun 1850.
Seperti yang dikutip dari CNBC Indonesia pada 24 Maret 2024 "Persoalan ini (perubahan iklim-red) tidak dapat diselesaikan hanya melalui pertemuan, seminar, dan meeting. Terpenting, dari pertemuan itu dihasilkan aksi konkrit dan memiliki dampak besar terhadap upaya pencegahan dampak perubahan iklim," ungkap Dwikorita Karnawati dalam peringatan Hari Meteorologi Dunia ke-74 di Jakart.
Perubahan iklim saat ini mendekati batas yang disepakati dalam Perjanjian Paris COP21, dengan kenaikan suhu yang sudah mencapai 1,45°C di atas suhu rata-rata pra-industri.
Dalam menghadapi perubahan iklim, dibutuhkan upaya mitigasi untuk mengurangi penyebab pemanasan global dan adaptasi untuk menyesuaikan diri terhadap dampaknya.
BMKG menyoroti lima sektor fokus untuk mitigasi, termasuk kehutanan, pertanian, energi, industri, dan limbah, serta delapan fokus adaptasi seperti ketahanan pangan, ekosistem, air, energi, kesehatan, pemukiman, pesisir, dan peningkatan kapasitas masyarakat.
Dwikorita menekankan pentingnya menjaga ketahanan air, karena melemahnya ketahanan air akan berdampak serius pada ketahanan pangan dan energi.
Dia juga memperingatkan bahwa perubahan iklim berpotensi menurunkan produksi padi Indonesia dan mengancam lahan pertanian.
Jika tidak ditangani serius, FAO memperingatkan tentang krisis pangan global dan bencana kelaparan di masa depan.
Data BMKG menunjukkan bahwa tahun 2016 dan 2020 merupakan tahun terpanas di Indonesia, dengan peningkatan suhu yang signifikan.
Ardhasena Sopaheluwakan dari BMKG mengingatkan bahwa tahun 2023 mencatat rekor temperatur tinggi, dengan gelombang panas terjadi di banyak tempat.
Dia menekankan perlunya transformasi dalam menghadapi dampak perubahan iklim, dengan meningkatkan kesadaran publik dan membangun sistem peringatan dini yang efektif.
BACA JUGA:4 Kereta Alami Keterlambatan, Buntut Dari Kecelakaan Kereta VS Mobil di Klaten
BMKG berharap para pemangku kebijakan dapat meningkatkan kewaspadaan dan menerapkan sistem peringatan dini yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mengurangi ancaman bencana yang dihadapi.
(hil/hil)