PasundanEkspres - CrowdStrike telah memberikan voucher Uber Eats senilai USD 10 atau sekitar Rp 162 ribu sebagai permintaan maaf kepada mitra-mitranya setelah update bermasalah yang menyebabkan jutaan perangkat Windows mengalami gangguan massal.
TechCrunch melaporkan bahwa sejumlah mitra dan rekanan CrowdStrike menerima email yang berisi permintaan maaf dan kartu hadiah Uber Eats untuk meringankan pekerjaan tambahan yang disebabkan oleh insiden pada 19 Juli 2024.
"Kami menyadari adanya pekerjaan tambahan yang disebabkan oleh insiden 19 Juli. Dan karena itu, kami mengirimkan ucapan terima kasih dan permintaan maaf yang sebesar-besarnya atas ketidaknyamanan ini," kata CrowdStrike dalam email tersebut, seperti dikutip dari TechCrunch, Jumat (26/7/2024).
"Sebagai bentuk terima kasih dari kami, secangkir kopi atau cemilan tengah malam Anda akan kami bayari!" sambungnya.
Email tersebut dikirimkan dari alamat email CrowdStrike oleh Daniel Bernard, Chief Business Officer perusahaan keamanan siber tersebut. Selain itu, CrowdStrike juga memberikan voucher Uber Eats senilai 7,75 Poundsterling kepada mitra di Inggris.
Namun, beberapa orang yang menerima email tersebut melaporkan bahwa mereka tidak dapat menukarkan voucher yang ditawarkan. Ketika mencoba menukar voucher di situs web Uber Eats, mereka mendapatkan pesan error yang menyatakan bahwa voucher tersebut sudah dibatalkan dan tidak valid.
Juru bicara CrowdStrike, Kevin Benacci, menyatakan bahwa voucher tersebut memang dikirimkan untuk rekan dan mitra yang membantu pelanggan mengatasi masalah ini. Voucher yang diberikan sempat tidak dapat digunakan karena volume penggunaan yang tinggi sehingga ditandai sebagai penipuan oleh Uber.
Perlu ditekankan bahwa voucher ini hanya diberikan untuk mitra CrowdStrike, bukan untuk konsumen atau klien yang terdampak langsung. Saat ini, CrowdStrike belum menjelaskan ganti rugi kepada konsumen, namun sejumlah pakar memperkirakan akan ada tuntutan ganti rugi hingga gugatan hukum.
Update bermasalah yang dirilis CrowdStrike menyebabkan 8,5 juta perangkat Windows di berbagai belahan dunia mengalami boot loop dan menampilkan blue screen of death (BSOD). Gangguan ini mengakibatkan layanan penting seperti penerbangan, penyiaran, kesehatan, dan lain-lain tumbang dan beberapa masih dalam proses pemulihan.
Insiden ini diklaim sebagai gangguan IT terbesar di dunia. Berdasarkan analisis dari Parametrix, gangguan ini menyebabkan kerugian pendapatan dan laba kotor bagi perusahaan Fortune 500 mencapai USD 5,4 miliar.