Catatan Kritis untuk Laku Populisme Dedi Mulyadi di Jawa Barat

Resistensi dari Guru dan Kepala Sekolah. Isu larangan partisipasi pembiayaan masyarakat di sekolah akan membuat pembatasan peran kepala sekolah dalam mengelola dana sekolah yang terbatas, terutama disekolah-sekolah swasta. Banyak kepala sekolah dan guru merasa bahwa kebijakan ini mengurangi fleksibilitas mereka dalam menjalankan program pendidikan sekolah. Ada kekhawatiran bahwa birokrasi tambahan dalam pengelolaan dana akan memperlambat alokasi anggaran dan menghambat kegiatan sekolah. Beberapa kegiatan sekolah, seperti study tour atau ekstrakurikuler, memerlukan dana tambahan yang sulit dipenuhi jika semua partisipasi pembiayaan sekolah dilarang.
Resistensi dari Birokrat Pendidikan (Dinas Pendidikan, Pejabat Pemerintah). Perubahan sistem pengelolaan pendidikan dan kritik terhadap birokrasi pendidikan akan menimbulkan potensi resistensi, berupa, pejabat dinas pendidikan mungkin merasa bahwa kebijakan Dedi terlalu menekankan populisme tanpa kajian mendalam. Potensi akan ada ketakutan bahwa pemangkasan birokrasi atau perubahan sistem pengelolaan dana sekolah bisa menimbulkan ketidakpastian dalam implementasi kebijakan. Jika administrasi sekolah dipisahkan dari kepala sekolah, maka akan ada risiko peningkatan birokrasi baru yang justru memperlambat kerja sekolah.
Resistensi dari Orang Tua Murid. Isu pelarangan study tour dan kebijakan seragam khas sekolah akan menimbulkan resistensi. Sebagian orang tua justru menginginkan anak-anak mereka memiliki pengalaman di luar kelas melalui study tour, yang dianggap sebagai bagian dari pembelajaran. Ada kekhawatiran bahwa penghapusan partisipasi pembiayaan sekolah tanpa solusi alternatif akan membuat sekolah kesulitan menyediakan fasilitas dan kegiatan tambahan.
Resistensi dari Akademisi dan Pakar Pendidikan. Akan tiba resistensi pada Dedi perihal kurangnya pendekatan berbasis penelitian dalam kebijakan. Potensi resisten resistensi akan tiba dari beberapa akademisi yang menilai kebijakan Dedi lebih bersifat populis daripada berbasis kajian ilmiah. Pendidikan karakter dan budaya lokal yang ditekankan Dedi dinilai baik, tetapi perlu diimbangi dengan kebijakan berbasis data dan teknologi. Kurangnya pembahasan tentang digitalisasi dan inovasi dalam pendidikan menjadi salah satu kritik terhadap kebijakan Dedi.
Resistensi dari DPRD dan Partai Politik Lain. Isu implikasi kebijakan terhadap anggaran pendidikan dan sistem pemerintahan daerah akan menumbuhkan resistensi berupa, beberapa kebijakan, seperti pengelolaan dana sekolah oleh administrasi khusus, bisa membutuhkan revisi regulasi yang harus mendapat persetujuan DPRD. Jika kebijakan Dedi tidak memiliki skema pendanaan yang jelas, partai oposisi di DPRD bisa menggunakannya sebagai bahan kritik terhadap pemerintahannya.(*)