Pola Hidup Sehat ala Islam

Oleh ;
Karyono Hafidzahullah, S.Si, M.Si
(Alumni Fak Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta, S2 Ilmu Lingkungan UNS,
Konsultan, Researcher, Trainer & Pimpinan PPTQ LAUHUL MAHFUZH di Wonosari, Klaten, Jateng)
BACA JUGA: Leuit, Simbol Ketahanan Pangan dan Kearifan Lokal Masyarakat Adat Kasepuhan Gelar Alam
Perhatian agama islam terhadap masalah kesehatan sangatlah mengagumkan, antara lain karena berbagai aktifitas manusia dalam beribadah tidaklah terlepas dari unsur kesehatan. Islam menganggap bahwa kesehatan termasuk bagian dari nikmat Allah SWT yang paling besar. Orang yang didera oleh keluhan/rasa sakit tentu akan merasa kurang nyaman dalam menjalani kehidupan. Belum lagi kalau harus berobat/ikhtiyar mencari obatnya, tentu orang harus menyiapkan biaya yang tidak bisa diduga sebelumnya. Oleh karena itu manusia harus banyak bersyukur atas nikmat sehat yang disandangnya, agar pemberian Allah kepadanya semakin bertambah. Kesehatan dalam Islam adalah perkara yang penting, ia merupakan nikmat besar yang harus disyukuri oleh setiap hamba, karena hanya dengan sehat kita dapat melakukan ibadah dengan nikmat dan syukur, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Dua kenikmatan yang sering dilupakan oleh kebanyakan manusia adalah kesehatan dan waktu luang.” (HR. Al-Bukhari: 6412, at-Tirmidzi: 2304, Ibnu Majah: 4170)
Ibnu Bathal menjelaskan bahwa seseorang tidak dikatakan memiliki waktu luang hingga ia juga memiliki badan yang sehat. Barangsiapa yang memiliki hal tersebut (waktu luang dan badan yang sehat) hendaknya ia bersemangat agar jangan sampai ia tertipu dengan meninggalkan syukur kepada Allah atas segala nikmat yang diberikan-Nya. Termasuk bersyukur kepada Allah adalah dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Barangsiapa yang tidak bersyukur seperti itu maka ialah orang yang tertipu. (Fathul Bari bi Syarhi Shahihil Bukhari: 14/183-184). Salah satu cara mensyukuri nikmat sehat adalah dengan menjaga nikmat sehat untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT, sebagimana firman Allah ta’ala :
“Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepada kalian sebagai rezeki yang halal dan baik, dan bertakwalah kamu kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.” (QS. Al-Maidah: 88)
BACA JUGA: Pemerintah Daerah Jangan Hanya Audit Pemberian Dana Hibah Saja
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa maksud dari halalan thayiban adalah makanan yang dzatnya halal dan juga baik. (Al-Mishbahul Munir fi Tahdzib Tafsir Ibni Katsir, hal. 397). Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di menjelaskan bahwa makanlah dari rezki Allah yang telah diberikan kepada kalian dengan cara memperolehnya yang halal; bukan dengan cara mencuri, merampas, dan cara-cara lain yang tidak benar. Makanan tersebut juga harus thayib (baik) yang tidak mengandung kotoran (penyakit). Kemudian dalam hadits-hadits Nabi yang shahih juga banyak tersirat perintah untuk menjaga kesehatan, di antaranya adalah :
“Tidaklah anak Adam memenuhi wadah yang lebih buruk dari perut, cukup baginya beberapa suapan yang menegakkan tulang punggungnya, apabila tidak mampu maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumnya, dan sepertiga untuk nafasnya.” (HR. At-Tirmidzi: 2380, Ibnu Majah: 3349. Hadits ini dinyatakan shahih oleh Syaikh al-Albani)
Al-Hafizh Muhammad bin Abdurrahman al-Mubarakfuri menjelaskan bahwa perut diciptakan agar tulang punggung menjadi tegak dengan makanan (yang dikonsumsi). Memenuhi perut dengan makanan akan menyebabkan kerusakan bagi agama seseorang dan dunianya (kesehatan badannya), sehingga perut menjadi lebih buruk dibanding wadah makanan.. Ath-Thibi menjelaskan maksud hadits ini adalah hak yang wajib dipenuhi hanyalah sebatas untuk menegakkan tulang punggungnya agar bisa melakukan ketaatan kepada Allah SWT. Apabila memang ingin melebihinya maka hendaknya tidak melebihi bagian yang telah disebutkan (sepertiga saja). (Tuhfatul Ahwadzi bi Syarhi Jami’it Tirmidzi: 5/381). Intinya, dalam hadits di atas Nabi Muhammad SAW melarang umatnya untuk berlebih-lebihan dalam hal makan dan minum karena berdampak buruk bagi kesehatan seseorang; baik kesehatan jasmaninya maupun rohaninya. Syeikh Muhammad Mutawalli asy-Sya'rawi (1911-1998) mengatakan:
“Harta adalah rezeki yang paling rendah. Kesehatan adalah rezeki yang paling tinggi. Anak yang saleh adalah rezeki yang paling utama. Sedangkan ridha Allah adalah rezeki yang sempurna”.
Pertama, rezeki harta. Rezeki berupa harta benda dalan tingkatan dasar, sehingga semua orang bisa meraih rezeki tersebut. Baik itu hamba yang taat maupun yang ingkar. Rezeki seperti ini mudah untuk didapatkan bahkan dengan cara yang batil sekalipun. Itulah kenapa rezeki harta benda masuk kategori paling dasar derajatnya. Kedua, rezeki kesehatan. Kesehatan, masuk dalam rezeki yang luhur. Karena kesehatan sangatlah mahal. Orang bisa saja miskin harta benda, akan tetapi jika badannya sehat, maka ia akan lebih bebas dan merdeka. Diantara nikmat yang sangat berharga dan tidak ternilai tersebut adalah kesehatan. Dalam perspektif ajaran Islam, dianjurkan hidup dengan sehat dan teratur, karena tujuan dari Islam adalah untuk memelihara agama, akal, jiwa, jasmani, harta dan keturunan umat manusia.
“Sumber dari segala obat adalah menjaga makanan” (Hadits) “1/3 perut untuk makanan, 1/3nya lagi untuk minuman, dan 1/3 sisanya untuk udara”.
Rasulullah SAW pernah bersabda pula dalam riwayat lain : “Tidaklah sekali-sekali manusia memenuhi sebuah wadah pun yang lebih berbahaya dari perutnya. Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap makanan untuk menegakkan tubuhnya. Jika ia harus mengisinya, maka sepertiga (bagian lambung) untuk makanannya, sepertiga lagi untuk minumannya, dan sepertiga lagi untuk nafasnya (udara)” (Hadits Riwayat Tirmidzi, berpredikat shahih)14 abad setelah hadits-hadits tersebut keluar, kini penelitian ilmiah telah membuktikan bahwa diet ala Rasul tersebut dapat memperpanjang umur seseorang, disebut juga sebagai diet anti-aging calorie restriction (diet pembatasan kalori atau diet rendah kalori). Ada satu hadist yang masyur, yaitu Hadits Ke-47 dari Jamiul Ulum wal Hikam Ibnu Rajab ;
Dari Al-Miqdam bin Ma’dikarib radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada tempat yang lebih jelek daripada memenuhi perut keturunan Adam. Cukup keturunan Adam mengonsumsi yang dapat menegakkan tulangnya. Kalau memang menjadi suatu keharusan untuk diisi, maka sepertiga untuk makannya, sepertiga untuk minumannya, dan sepertiga untuk nafasnya.” (HR. Imam Ahmad, Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan)