Opini

Ahlul Qur'an: Keluarganya Allah di Muka Bumi

Ahlul Qur'an: Keluarganya Allah di Muka Bumi

Oleh

Karyono Hafidzahullah, S.Si, M.Si, (Alumni Fak Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta,

S2 Ilmu Lingkungan UNS, Konsultan, Researcher, Trainer dan 

Pimpinan PPTQ LAUHUL MAHFUZH di Wonosari, Klaten, Jawa Tengah)

 

Al-qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad sebagai salah satu mukjizat teragung yang tak akan pernah hilang dan juga sebagai pedoman hidup manusia. Dalam sejarahnya, dari masa penurunan wahyu hingga sekarang, Al-qur’an selalu dibaca oleh umat islam setiap hari, bahkan demi menjaga keaslian lafadz dan maknanya dari masa Rasulullah hingga saat ini, Al-qur’an tidak hanya dibaca akan tetapi juga dihafal, bahkan ALLAH sendiri yang akan menjaganya. “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an, dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya”. (QS. al-Hijr, 15:9). Kenyataan ini membuktikan bahwasanya kitab suci ini akan selalu terpelihara hingga hari kiamat. Al-Qur’an  merupakan kitab  induk,  rujukan  utama  bagi  segala  rujukan,  sumber  dari segala sumber, basis bagi segala sains dan ilmu pengetahuan. Ia adalah buku induk ilmu pengetahuan, di mana tidak ada satu perkara apapun yang terlewatkan, kecuali sudah tertuangkan di dalam Al-Qur’an. Walaupun Al-Qur’an telah diturunkan  14  abad  lalu,  namun  ayat-ayatnya  banyak  yang menjelaskan tentang masa depan dan bersifat ilmiah. Bahkan dengan kemajuan  ilmu  dan  teknologi  saat  ini,  banyak dibuktikan kebenarannya melalui ayat-ayat  Al-Qur’an.   Al-Qur’an   memiliki   kebenaran   yang   bersifat mutlak atau absolut. 

Pentingnya menghafal Al-Qur’an sebelum mempelajari ilmu-ilmu lainnya, Al-Khathib Al-Baghdadi–Rahimahullah- beliau juga menyatakan, “Para penuntut ilmu wajib untuk menghafal Al-Qur’an terlebih dahulu”. Mengapa beliau mengatakan demikian? Karena Al-Qur’an adalah ilmu yang terbaik. Dalam sebuah analogi sederhana, jika kita ingin menilai kualitas suatu buku, maka yang kita lihat adalah pengarangnya. Ketika kita belajar Al-Qur’an maka kita belajar firman-firman Allah SWT. Adakah yang lebih mulia daripada menguasai dan mempelajari serta menghafal firman-firman Allah SWT dimana Pembuat dan penulis Al-Qur’an  adalah Allah Sang Maha Pencipta Alam ini. Buku-buku selain kitabullah, semuanya karangan manusia, dimana kontennya bisa benar dan bisa salah. Sementara Al-Qur’an itu adalah firman-firman Allah SWT yang tidak mungkin akan ada kesalahan. Kebenaran Al-Qur’an bersifat mutlak dan absolut.  Maka kemuliaan ilmu tergantung kepada apa konten pembahasannya. Ketika kita mempelajari Al-Qur’an, menghafal Al-Qur’an, memahami dan mentadabburi Al-Qur’an,  maka kita sedang belajar tentang firman-firman Allah SWT. Ilmu termulia yang pantas kita prioritaskan dari semua ilmu di muka bumi ini. Banyak ulama Salaf yang menganjurkan bahwasannya hendaknya manusia mempelajari ilmu Al-Qur’an terlebih dahulu sebelum ilmu lain. Sebagaimana perkataan Khathib Al-Baghdadi, “Hendaknya bagi para penuntut ilmu agama,  mereka mulai menuntut ilmunya dengan menghafal Al-Qur’an terlebih dahulu”. Begitu juga Ibnul Jama’ah beliau mengatakan, “Orang yang menuntut ilmu harus menghafal Al-Qur’an secara mutqin (secara kuat)”. Demikian juga Ibnu beliau mengatakan bahwa, “Al-Qur’an harus didahulukan.” Pun juga ada salah seorang ulama saat ini Syaikh Abdul Aziz Ahmad Al-Humaidi, beliau menyatakan, “Para ulama terdahulu tidak pernah belajar ilmu apapun sebelum menyelesaikan hafalan Al-Qur’an”. Sehingga dikalangan para alim ulama tidaklah belajar ilmu lain, kecuali setelah menghafalkan Al-Qur’an terlebih dahulu.

Menghafal Al-Qur’an adalah ibadah yang mulia dan dilakukan ikhlas karena Allah SWT. Para penghafal Al-Qur’an atau yang disebut hafidz adalah orang-orang yang Allah SWT berikan kemampuan untuk mengingat ayat-ayat Al-Qur’an. Allah berfirman dalam Al-Qur'an yang artinya, "Bahkan, Al-Qur’an itu adalah ayat-ayat yang nyata, yang ada di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu.” (QS Al-Ankabut ayat 49) Orang-orang yang menghafal Al-Qur’an akan berada pada kedudukan yang tertinggi di sisi Allah SWT, sehingga memberikan keselamatan bagi diri sendiri dan orang-orang di sekitarnya Fiddunya Wal Akhirat. Diriwayatkan dari Utsman bin Affan RA bahwa Nabi SAW bersabda, ”Sebaik-baik kamu ialah orang yang mempelajari Alquran dan mengajarkannya (kepada orang lain).” (HR Bukhari dan Muslim). Dari Umamah RA bahwa Nabi SAW bersabda, ”Bacalah Alquran, karena dia akan datang pada hari kiamat sebagai pembela (pemberi syafaat) bagi orang yang mempelajari dan menaatinya.” (HR Muslim). Para penghafal Al-qur’an termasuk orang-orang yang telah dipilih oleh Allah sepanjang sejarah kehidupan manusia untuk menjaga kemurnian Al-qur’an. Saat ini, menghafal Al-qur’an menjadi sebuah trend yang menyimbolkan kesalehan individu dan jaminan kebahagiaan Fiddunya Wal Akhirat. Sebagai penghafal Al-qur’an, sudah seharusnya ia dapat menanamkan nilai-nilai Qur’aniyah dalam kesehariannya, sehingga Alqur’an tidak hanya hadir dalam memorinya, akan tetapi juga dalam tingkah laku dan menjadi sebuah karakter dalam dirinya. Inilah yang kemudian disebut dengan karakter qur’ani, yakni karakter yang menanamkan nilai-nilai Al-qur’an kedalam jiwa sehingga perilaku yang dimilikinya mencerminkan apa yang terkandung dalam makna ayat Alqur’an. Allah berfirman dalam QS. Faatir[35]: 

 

ثُمَّ اَوْرَثْنَا الْكِتٰبَ الَّذِيْنَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَاۚ فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهٖ ۚوَمِنْهُمْ مُّقْتَصِدٌ ۚوَمِنْهُمْ سَابِقٌۢ بِالْخَيْرٰتِ بِاِذْنِ اللّٰهِ ۗذٰلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيْرُۗ

 

“Kemudian Kami wariskan kitab itu kepada orang-orang yang telah Kami pilih diantara hamba-hamba Kami, lalu diantara mereka ada yang menganiaya dirinya dan diantra mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang besar”

 

Allah SWT menjelasakan bahwa ada tiga golongan orang-orang yang menerima warisan kitab; golongan pertama ialah Dzalimun Li Nafsih, yakni orang-orang yang sedikit sekali dalam mengamalkan ajaran-ajaran Allah, mereka kurang patuh terhadap kewajibannya dan kurang taat terhadap laranganNya. Artinya, orang muslim tersebut ketika menjalankan kehidupannya tetap mengerjakan perbuatan wajib yang diperintahkan Allah SWT, tetapi tidak meninggalkan perbuatan yang haram. Kedua Muqtaṣid (pertengahan), yakni orang orang yang hanya terbatas pada mengerjakan kewajiban serta meninggalkan larangan Allah saja. Akan tetapi, terkadang seorang muqtashid tidak mengerjakan perbuatan yang dikatakan sunnah atau masih mengerjakan sebagian pekerjaan yang dikatakan makruh dan golongan ketiga Sabiqun Bil Kahirat, yakni orang-orang yang melakukan kewajiban serta hal-hal yang sunnah dengan sempurna serta meninggalkan segala larangan dan menjauhi hal-hal yang makruh. Kelompok inilah yang dikatakan sebagai 'Ahlul Qur'an.' Mereka rutin membaca Al-Qur'an, menghafalkan seluruh isinya, dan dapat mengamalkan isinya dalam kehidupan sehari-hari. Kelompok sabiqum bil khairat juga selalu mengerjakan amalan yang wajib dan sunnah serta meninggalkan segala perbuatan yang dikatakan haram, makruh, dan sebagian hal yang mubah. Siapakah yang dimaksud ? yaitu ahlul qur’an dan ahlullah (keluarga Allah) atau hamba-hamba khusus bagi Allah dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :

عن انس رضى الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله غليه وسلم إِنَّ لِلَّهِ اَهْلِيْنَ مِنَ النَّاسِ قَالُوْا: مَنْ هُمْ يَارَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: أَهْلُ الْقُرْآنِ هُمْ اَهْلُ اللهِ وَخَاصَّتُهُ

 

Dari Anas r.a., berkata bahwa Rasulullah saw bersabda; “Sesungguhnya Allah memiliki keluarga dari kalangan manusia.” Para sahabat bertanya, “Siapakah mereka ya Rasulullah?” beliau menjawab, “Ahlul Qur’an, mereka adalah keluarga Allah dan orang-orang istimewa-Nya.” (HR Nasai, Ibnu Majah, Hakim, dan Ahmad)

Ahlul Qur'an adalah orang-orang yang senantiasa sibuk dengan Al-Quran. Mereka diberi keistimewaan sebagai Ahlullah dan orang-orang istimewa-Nya. Sehingga jelaslah bahwa Allah akan senantiasa memperhatikan orang yang senantiasa selalu sibuk membaca Al-Quran. Barangsiapa yang selalu bersama-Nya tentu akan menjadi ahli-Nya dan menjadi orang istimewa-Nya. 

Salah satu bentuk kecintaan kita sebagai mahluk-NYA yakni dengan membaca dan mempelajari kitab Suci Al-Quran. Dalam mempelajari Al-Quran seperti membaca, kita juga pelajari ilmu tajwid atau tahsinnya. Setelah itu mulailah dengan belajar menghafalkannya. Mengenai hafalan Al-Quran merupakan fase dimana menguji kesabaran dan konsistensi. Salah satu keistimewaan dari Al-Quran adalah mudah dihafalkan. Setiap manusia berpotensi menjadi seorang penghafal Al-Quran. Seseorang yang berusaha menjadi penjaga Al-Quran, yakni dengan membaca dan menghafal Al-Quran sesuai dengan yang dicontohkan Rasul ; “Sesungguhnya, Al-Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang dzalim.” (QS Al-Ankabut : 49). Jika kita mengaku cinta Al-Quran, maka perlu pembuktian dan pengorbanan. Bukankah sejatinya cinta itu adalah tindakan? Seumpama kekasih, atau sahabat dekat, maka Al-Quran pun butuh ‘perhatian’, butuh pertemuan intens, bahkan Al-Quran bisa cemburu. Dengan upaya dan usaha kita untuk membaca, menghafal dan mengamalkan Al-Quran otomatis kita sedang menjaga diri dan keluarga kita (khususnya orang tua). 

Banyak sekali keutamaan menjadi Ahlul Quran diantaranya adalah :

1. Al-Qur’an Menjadi Pelindung dari Siksa Kubur, ”Bacalah Alquran, karena dia akan datang pada hari kiamat sebagai pembela (pemberi syafaat) bagi orang yang mempelajari dan menaatinya.” (HR Muslim),

2. Memberi Syafaat 10 Anggota Keluarga, Di antara syafaat Al-Qur’an, setiap orang yang berusaha menjaga kebersamaan dengan Al-Qur’an akan memberikan syafaat bagi 10 (sepuluh) anggota keluarganya yang muslim meskipun telah divonis menjadi penghuni neraka. Ali bin Abi Thalib RA, Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang membaca Al-Qur’an dan menghafalkannya, maka Allah masukkan ia ke surga, dan memberikan syafaat kepadanya sepuluh dari keluarganya yang semua divonis masuk neraka.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah),

3. Pembaca Al-Qur'an naik ke surga menurut batas bacaannya."Dari [Abdullah bin 'Amr], ia berkata; Rasulullah SAW bersabda: "Dikatakan kepada orang yang membaca Al Qur'an: "Bacalah, dan naiklah, serta bacalah dengan tartil (jangan terburu-buru), sebagaimana engkau membaca dengan tartil di dunia, sesungguhnya tempatmu adalah pada akhir ayat yang engkau baca." ( HR Abu Daud).

4. Menjadi sebaik - baiknya umat : "Dari utsman bin ‘Affan berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik orang di antara kalian adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari). Sesibuk apapun kita, jangan pernah meninggalkannya. Jadikanlah Alquran sebagai bagian dari wirid harian kita supaya kelak di hari kiamat, kita mendapatkan syafa’atnya,

5.  Disejajarkan dengan Para Nabi, Rasulullah Saw., bersabda, “Barangsiapa yang membaca (menghafal) Al-Quran, maka sungguh dirinya telah menyamai derajat kenabian hanya saja tidak ada wahyu baginya (penghafal). Tidak pantas bagi penghafal Alquran bersama siapa saja yang ia dapati dan tidak melakukan kebodohan terhadap orang yang melakukan kebodohan (selektif dalam bergaul) sementara dalam dirnya terdapat firman Allah.” (HR. Hakim),

6. Para Hafidz adalah keluarganya Allah SWT, Sebagaimana bunyi Hadits: “Sesungguhnya Allah itu mempunyai keluarga yang terdiri daripada manusia…” Kemudian Anas berkata lagi, “Siapakah mereka itu wahai Rasulullah?” Baginda manjawab, “yaitu ahli Qu’ran (orang yang membaca atau menghafal Qur’an dan mengamalkannya). Mereka adalah keluarga Allah dan orang-orang yang istimewa bagi Allah.” (HR. Ahmad),

7. Hafidz Menjunjung tinggi Alquran sama dengan Menjunjung tinggi Allah, Rasulullah bersabda “Di antara perbuatan mengagungkan Allah adalah menghormati orang Islam yang sudah tua, menghormati orang yang menghafal quran yang tidak berlebih-lebihan dalam mengamalkan isinya dan tidak membiarkan Alquran tidak diamalkan serta menghormati kepada penguasa yang adil.” (HR. Abu Daud),

8. Orangtuanya dimuliakan, Rasulullah SAW bersabda:”Barangsiapa yang membaca Al Qur’an, mempelajarinya dan mengamalkannya kelak di hari kiamat dikenakan mahkota dari cahaya yang sinar kemilaunya seperti cahaya matahari. Dan bagi kedua orang tuanya masing-masing dikenakan untuknya dua pakaian kebesaran yang tidak bisa dinilai dengan dunia. Maka Kedua orang tuanya bertanya: ’Mengapa kami diberi pakian kemuliaan seperti ini?’ Dijawab: ’Karena anak kalian berdua belajar dan menghafal Al Qur’an.’ (Mustadrak Al Hakim 1/568. Dihasankan Al Albani dlm As Shahihah no.2914).

Oleh karena itu, mari kita jaga keluarga kita dari dasyatnya siksa neraka dengan cara menjadi ahlul Quran, yang akan menghantarkan kita kepada kemashalakatan Fiddunya Wal Akhirat. Kalaupun dengan cara itu belum mampu, mari kita dukung para penghapal qur’an (hafidz) dengan cara selalu mencintai, membantu dan mensupport usaha para penghapal Al Qur’an (ahlul quran), karena barangkali mereka kelak menjadi wasilah kita di hari akhir. Siapapun dan umur berapapun kita adalah umatnya Rasulullah sang pembawa risalah Al Quran, sementara kita sudah mengetahui kebenaran dan manfaat menjadi ahlul qur’an, jangan patah semangat, ya muqollibal qulub tsabbit qolbi ala diinik dan semoga kita dimampukan oleh Allah SWT menjadi ahlul qur’an. Allahu’alam bish shawab.

Tag :

Berita Terkait