Ahlul Qur'an: Keluarganya Allah di Muka Bumi

Oleh
Karyono Hafidzahullah, S.Si, M.Si, (Alumni Fak Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta,
S2 Ilmu Lingkungan UNS, Konsultan, Researcher, Trainer dan
Pimpinan PPTQ LAUHUL MAHFUZH di Wonosari, Klaten, Jawa Tengah)
BACA JUGA: Pojokan 253: Partai Fatalis-Oportunis
Al-qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad sebagai salah satu mukjizat teragung yang tak akan pernah hilang dan juga sebagai pedoman hidup manusia. Dalam sejarahnya, dari masa penurunan wahyu hingga sekarang, Al-qur’an selalu dibaca oleh umat islam setiap hari, bahkan demi menjaga keaslian lafadz dan maknanya dari masa Rasulullah hingga saat ini, Al-qur’an tidak hanya dibaca akan tetapi juga dihafal, bahkan ALLAH sendiri yang akan menjaganya. “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an, dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya”. (QS. al-Hijr, 15:9). Kenyataan ini membuktikan bahwasanya kitab suci ini akan selalu terpelihara hingga hari kiamat. Al-Qur’an merupakan kitab induk, rujukan utama bagi segala rujukan, sumber dari segala sumber, basis bagi segala sains dan ilmu pengetahuan. Ia adalah buku induk ilmu pengetahuan, di mana tidak ada satu perkara apapun yang terlewatkan, kecuali sudah tertuangkan di dalam Al-Qur’an. Walaupun Al-Qur’an telah diturunkan 14 abad lalu, namun ayat-ayatnya banyak yang menjelaskan tentang masa depan dan bersifat ilmiah. Bahkan dengan kemajuan ilmu dan teknologi saat ini, banyak dibuktikan kebenarannya melalui ayat-ayat Al-Qur’an. Al-Qur’an memiliki kebenaran yang bersifat mutlak atau absolut.
Pentingnya menghafal Al-Qur’an sebelum mempelajari ilmu-ilmu lainnya, Al-Khathib Al-Baghdadi–Rahimahullah- beliau juga menyatakan, “Para penuntut ilmu wajib untuk menghafal Al-Qur’an terlebih dahulu”. Mengapa beliau mengatakan demikian? Karena Al-Qur’an adalah ilmu yang terbaik. Dalam sebuah analogi sederhana, jika kita ingin menilai kualitas suatu buku, maka yang kita lihat adalah pengarangnya. Ketika kita belajar Al-Qur’an maka kita belajar firman-firman Allah SWT. Adakah yang lebih mulia daripada menguasai dan mempelajari serta menghafal firman-firman Allah SWT dimana Pembuat dan penulis Al-Qur’an adalah Allah Sang Maha Pencipta Alam ini. Buku-buku selain kitabullah, semuanya karangan manusia, dimana kontennya bisa benar dan bisa salah. Sementara Al-Qur’an itu adalah firman-firman Allah SWT yang tidak mungkin akan ada kesalahan. Kebenaran Al-Qur’an bersifat mutlak dan absolut. Maka kemuliaan ilmu tergantung kepada apa konten pembahasannya. Ketika kita mempelajari Al-Qur’an, menghafal Al-Qur’an, memahami dan mentadabburi Al-Qur’an, maka kita sedang belajar tentang firman-firman Allah SWT. Ilmu termulia yang pantas kita prioritaskan dari semua ilmu di muka bumi ini. Banyak ulama Salaf yang menganjurkan bahwasannya hendaknya manusia mempelajari ilmu Al-Qur’an terlebih dahulu sebelum ilmu lain. Sebagaimana perkataan Khathib Al-Baghdadi, “Hendaknya bagi para penuntut ilmu agama, mereka mulai menuntut ilmunya dengan menghafal Al-Qur’an terlebih dahulu”. Begitu juga Ibnul Jama’ah beliau mengatakan, “Orang yang menuntut ilmu harus menghafal Al-Qur’an secara mutqin (secara kuat)”. Demikian juga Ibnu beliau mengatakan bahwa, “Al-Qur’an harus didahulukan.” Pun juga ada salah seorang ulama saat ini Syaikh Abdul Aziz Ahmad Al-Humaidi, beliau menyatakan, “Para ulama terdahulu tidak pernah belajar ilmu apapun sebelum menyelesaikan hafalan Al-Qur’an”. Sehingga dikalangan para alim ulama tidaklah belajar ilmu lain, kecuali setelah menghafalkan Al-Qur’an terlebih dahulu.
Menghafal Al-Qur’an adalah ibadah yang mulia dan dilakukan ikhlas karena Allah SWT. Para penghafal Al-Qur’an atau yang disebut hafidz adalah orang-orang yang Allah SWT berikan kemampuan untuk mengingat ayat-ayat Al-Qur’an. Allah berfirman dalam Al-Qur'an yang artinya, "Bahkan, Al-Qur’an itu adalah ayat-ayat yang nyata, yang ada di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu.” (QS Al-Ankabut ayat 49) Orang-orang yang menghafal Al-Qur’an akan berada pada kedudukan yang tertinggi di sisi Allah SWT, sehingga memberikan keselamatan bagi diri sendiri dan orang-orang di sekitarnya Fiddunya Wal Akhirat. Diriwayatkan dari Utsman bin Affan RA bahwa Nabi SAW bersabda, ”Sebaik-baik kamu ialah orang yang mempelajari Alquran dan mengajarkannya (kepada orang lain).” (HR Bukhari dan Muslim). Dari Umamah RA bahwa Nabi SAW bersabda, ”Bacalah Alquran, karena dia akan datang pada hari kiamat sebagai pembela (pemberi syafaat) bagi orang yang mempelajari dan menaatinya.” (HR Muslim). Para penghafal Al-qur’an termasuk orang-orang yang telah dipilih oleh Allah sepanjang sejarah kehidupan manusia untuk menjaga kemurnian Al-qur’an. Saat ini, menghafal Al-qur’an menjadi sebuah trend yang menyimbolkan kesalehan individu dan jaminan kebahagiaan Fiddunya Wal Akhirat. Sebagai penghafal Al-qur’an, sudah seharusnya ia dapat menanamkan nilai-nilai Qur’aniyah dalam kesehariannya, sehingga Alqur’an tidak hanya hadir dalam memorinya, akan tetapi juga dalam tingkah laku dan menjadi sebuah karakter dalam dirinya. Inilah yang kemudian disebut dengan karakter qur’ani, yakni karakter yang menanamkan nilai-nilai Al-qur’an kedalam jiwa sehingga perilaku yang dimilikinya mencerminkan apa yang terkandung dalam makna ayat Alqur’an. Allah berfirman dalam QS. Faatir[35]:
BACA JUGA: Bersama STEM/STEAM, Matematika Menjadi Wahana Kreativitas dan Solusi Nyata
ثُمَّ اَوْرَثْنَا الْكِتٰبَ الَّذِيْنَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَاۚ فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهٖ ۚوَمِنْهُمْ مُّقْتَصِدٌ ۚوَمِنْهُمْ سَابِقٌۢ بِالْخَيْرٰتِ بِاِذْنِ اللّٰهِ ۗذٰلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيْرُۗ
“Kemudian Kami wariskan kitab itu kepada orang-orang yang telah Kami pilih diantara hamba-hamba Kami, lalu diantara mereka ada yang menganiaya dirinya dan diantra mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang besar”
Allah SWT menjelasakan bahwa ada tiga golongan orang-orang yang menerima warisan kitab; golongan pertama ialah Dzalimun Li Nafsih, yakni orang-orang yang sedikit sekali dalam mengamalkan ajaran-ajaran Allah, mereka kurang patuh terhadap kewajibannya dan kurang taat terhadap laranganNya. Artinya, orang muslim tersebut ketika menjalankan kehidupannya tetap mengerjakan perbuatan wajib yang diperintahkan Allah SWT, tetapi tidak meninggalkan perbuatan yang haram. Kedua Muqtaṣid (pertengahan), yakni orang orang yang hanya terbatas pada mengerjakan kewajiban serta meninggalkan larangan Allah saja. Akan tetapi, terkadang seorang muqtashid tidak mengerjakan perbuatan yang dikatakan sunnah atau masih mengerjakan sebagian pekerjaan yang dikatakan makruh dan golongan ketiga Sabiqun Bil Kahirat, yakni orang-orang yang melakukan kewajiban serta hal-hal yang sunnah dengan sempurna serta meninggalkan segala larangan dan menjauhi hal-hal yang makruh. Kelompok inilah yang dikatakan sebagai 'Ahlul Qur'an.' Mereka rutin membaca Al-Qur'an, menghafalkan seluruh isinya, dan dapat mengamalkan isinya dalam kehidupan sehari-hari. Kelompok sabiqum bil khairat juga selalu mengerjakan amalan yang wajib dan sunnah serta meninggalkan segala perbuatan yang dikatakan haram, makruh, dan sebagian hal yang mubah. Siapakah yang dimaksud ? yaitu ahlul qur’an dan ahlullah (keluarga Allah) atau hamba-hamba khusus bagi Allah dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :
عن انس رضى الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله غليه وسلم إِنَّ لِلَّهِ اَهْلِيْنَ مِنَ النَّاسِ قَالُوْا: مَنْ هُمْ يَارَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: أَهْلُ الْقُرْآنِ هُمْ اَهْلُ اللهِ وَخَاصَّتُهُ