PASUNDAN EKSPRES - Baru-baru ini, muncul modus penipuan yang membuat resah masyarakat, hingga mendapat perhatian dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, menjelaskan bahwa modus ini biasanya melibatkan pelaku yang berpura-pura salah transfer dana.
BACA JUGA:Apple Siapkan iPhone Lipat dengan Teknologi Canggih, Begini Bocorannya
Modus operandi ini terjadi ketika korban tiba-tiba menerima transfer dana ke rekeningnya tanpa alasan yang jelas.
Kemudian, korban akan dihubungi oleh pelaku yang mengklaim telah terjadi kesalahan transfer dan meminta korban untuk mentransfer kembali dana tersebut atau menganggapnya sebagai utang yang harus dibayar.
Parahnya lagi, ada pelaku yang meminta korban untuk membayar bunga dalam jumlah besar.
"Jika hal ini terjadi, tips yang bisa kami berikan adalah segera laporkan kejadian tersebut. Jangan gunakan dana yang masuk secara tiba-tiba ke rekening. Kumpulkan bukti-bukti terkait kesalahan transfer, seperti screenshot dari ponsel dan pesan WA. Mintalah surat tanda terima dari kepolisian, kemudian laporkan kepada pihak bank dan ajukan penahanan dana, bukan pemblokiran rekening," ujar Kiki saat konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan pada Desember 2023 lalu, dikutip dari CNBC Indonesia pada Kamis (23/5/2024).
Selain itu, jika dihubungi atau didatangi oleh debt collector, masyarakat diminta tetap tenang dan tidak panik, serta menyampaikan bahwa mereka tidak pernah mengajukan dana tersebut.
Kiki juga menambahkan bahwa modus penipuan ini terus berkembang karena adanya kebutuhan masyarakat akan pendanaan.
Maraknya pinjaman online ilegal juga menjadi perhatian, sebab literasi keuangan digital di kalangan masyarakat masih rendah.
Terkait penawaran investasi ilegal, Kiki menjelaskan beberapa faktor penyebabnya. Di antaranya adalah "casino mentality", di mana masyarakat ingin mendapatkan keuntungan cepat tanpa memikirkan risikonya, serta tekanan sosial atau "peer pressure" dan ketakutan akan ketinggalan kesempatan atau "fear of missing out" (FOMO).
BACA JUGA:Harga Samsung Galaxy A55 dan A35 Turun Drastis di Indonesia
"Kami melihat adanya 'casino mentality' di masyarakat, di mana mereka ingin cepat untung tanpa memperhatikan risikonya. Ada juga tekanan dari lingkungan sosial, seperti peer pressure, dan keinginan untuk tidak ketinggalan peluang investasi yang seringkali berujung pada penipuan," tutupnya.
(hil/hil)