SUBANG-Pertengahan November 2024 lalu, publik Subang dikejutkan dengan penangkapan seseorang yang mengaku dirinya Tuhan di Cibogo. Diketahui, pria yang ditangkap oleh polisi itu seorang pemimpin spiritual berinisial HS.
Ketua MUI Kabupaten Subang KH. Abdul Manaf menceritakan kronologi penangkapan pemimpin spiritual aliran sesat, HS berdasarkan kesaksian Z. Saat itu HS tengah menyebarkan ajarannya di Cibogo, Subang.
"Jadi waktu itu Z yang merupakan kerabat dari pengikut aliran tersebut memberitahu MUI Kecamatan Cibogo bahwa ada seseorang yang mengaku diri sebagai Tuhan," ucapnya.
Z sendiri merupakan pria asli Soreang, Bandung, saat itu dirinya memang sedang mencari ibunya yang hilang dan diketahui terpapar ajaran HS.
Masyarakat sekitar yang mengetahui hal tersebut pun sontak berkumpul dan mendatangi kediaman HS, namun pihak Polres Subang segera mengamankan pelaku untuk menghindarkan dari kegiatan main hakim sendiri.
"Kalau polisi tidak segera datang mungkin sudah diamuk massa," ucapnya.
HS pun tak berkutik dan telah diamankan di Polres Subang pada Rabu (14/11) dan saat ini HS telah ditetapkan sebagai tersangka.
"Setelah itu, gelar perkara pun dilakukan setelah malam ketiga, yang bersangkutan dihadirkan termasuk saksi dan pengikut aliran tersebut," ucapnya.
HS ditangkap atas dugaan penistaan dan penyesatan agama. Akan tetapi saat ini juga masih tengah didalami tentang unsur penipuan yang terjadi dalam aliran tersebut.
Oleh sebab itu, Sekretaris Umum MUI Kabupaten Subang KH. Dadan E Hamdani mengungkapkan pihaknya sedang mempersiapkan fatwa untuk aliran sesat tersebut.
"Karena ini ada unsur pidana yang saat ini sedang diproses oleh pihak kepolisian, maka kita diminta untuk menerbitkan fatwa dan saat ini sedang diproses," ucapnya ketika didatangi para pengikut HS, pada Jum'at (13/12) kepada Pasundan Ekspres.
"Fatwa itu tidak sembarangan dikeluarkan, dari mulai dalilnya, kerangka masalahnya, dan lainnya harus jelas, baru kita keluarkan fatwa. Hadirnya saksi pada kesempatan ini juga bagian dari membentuk kerangka masalah tersebut," tambahnya.
Ketua Komisi Majelis Fatwa MUI Kabupaten Subang H. Jejen Zainal Mufid yang hadir dalam kesempatan yang sama menyampaikan beberapa perkiraan fatwa yang akan keluar, yakni menetapkan aliran tersebut adalah aliran sesat dan keluar dari Islam, terdapat bentuk penistaan agama, serta terdapat unsur penipuan.
"Mudah-mudahan dalam waktu dekat, karena kita masih harus menggodok dan dalilnya harus mutawatir. Kita sudah mengadakan lima kali pertemuan dan kita masih memerlukan data otentik serta informasi yang akurat terkait dengan aliran tersebut," ucapnya.
Selain mempersiapkan untuk mengeluarkan fatwa, MUI Kabupaten Subang juga akan melakukan bimbingan dan pengawasan di berbagai daerah terkait aliran sesat tersebut, baik secara personal, maupun lembaga sehingga masyarakat tidak masuk atau kembali kedalamnya.
Dikembangkan Sejak 1995
Aliran sesat ini, bukanlah barang baru di Kabupaten Subang. Sekretaris Umum MUI Kabupaten Subang KH. Dadan E. Hamdani, menjelaskan bahwa aliran tersebut telah dikembangkan HS sejak tahun 1995.
Meskipun demikian, faktanya HS memiliki latar belakang agama yang cukup kuat. Dirinya bahkan sempat menjadi Ketua Pemuda di salah satu organisasi Islam di Kabupaten Subang.
Namun, pada tahun 2000, HS sempat tidak terlacak keberadaannya dan kembali muncul pada tahun 2016 dengan ajaran yang dibawanya dari Romo Agung, guru spiritualnya di Cilacap, Jawa Tengah.
"Ajaran tersebut akhirnya sekarang terkonfirmasi sebagai ajaran Kejawen. Ajaran tersebut diajarkan dan memiliki pengikut yang sangat banyak," ucapnya.
Diketahui, jumlah pengikut HS kurang lebih sebanyak 300 orang dan kemungkinan lebih banyak lagi.
Salah satu inti ajaran tersebut ialah melakukan peribadatan atau mereka biasa sebut dengan sembahyang.
Kata KH Dadan, HS menyebutkan bahwa salat dalam Islam tidak ada. Sehingga HS menggantinya dengan Semedi.
Selain itu, dalam ajaran ini menganggap ketiadaan akhirat, atau secara spesifik tidak ada surga, dan hanya ada dunia sebagai neraka manusia, tidak ada kewajiban perempuan memakai hijab, pernikahan cukup kedua mempelai tanpa wali dan saksi, dan lain sebagainya.
Ajaran tersebut HS ajarkan dengan cara berpindah-pindah tempat, bahkan ajaran ini sempat berkembang di daerah Soreang, Bandung.
Ketua Komisi Majelis Fatwa MUI Kabupaten Subang H. Jejen Zainal Mufid mengatakan, selain mendalami unsur penyesatan dan penistaan agama, saat ini dirinya juga tengah menyelidiki unsur penipuan bersama Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI Kabupaten Subang.
"Kami sedang menanyakan kerugian-kerugian jamaah, bahkan jumlahnya hampir mendekati Rp 1 Miliar. Saat ini mereka terus melaporkan kerugian-kerugian tersebut ke Komisi Hukum kami," ucapnya.
Sadath M. Nur, SHI., MH, dari Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI Kabupaten Subang, yang juga seorang advokat dan dosen, menegaskan komitmen MUI dalam mengawal proses hukum terkait kasus ini.
“Kami dari Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI Kabupaten Subang siap memberikan pendampingan hukum, terutama kepada para korban aliran sesat ini. Kami memastikan bahwa keadilan ditegakkan dan adanya kepastian hukum yang jelas agar kasus serupa tidak terulang di masyarakat,” ujar Sadath.
Mantan Pengikut Kembali ke Islam
Sejumlah mantan pengikut aliran sesat telah mendatangi Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Subang untuk mengucapkan dua kalimat syahadat, menegaskan kembali komitmen mereka kepada agama Islam, pada Jumat (13/12) lalu.
Ketua MUI Kabupaten Subang, KH. Abdul Manaf, mengungkapkan bahwa kedatangan mantan pengikut tersebut merupakan respons terhadap ketegasan hukum yang tengah dijalani aliran sesat tersebut.
"Setelah kasus ini mencuat dan proses hukum berjalan, mereka menyatakan kembali memeluk agama Islam dengan mengucapkan syahadat di hadapan jajaran MUI," ujar Abdul Manaf pada Jumat (13/12).
Selain mantan pengikut, hadir pula beberapa saksi dalam acara tersebut. Setelah mengucapkan syahadat, para mantan pengikut menerima nasihat dari MUI untuk tetap berada di jalan yang benar.
"Kami memberi nasihat agar mereka memahami kembali ajaran Islam secara benar, ibaratnya seperti orientasi bagi mahasiswa baru," ungkapnya.
Abdul Manaf menjelaskan, banyak pengikut aliran sesat ini terjerumus karena faktor ekonomi. "Mereka tergiur oleh tawaran bantuan finansial yang disertai dengan ritual-ritual tertentu," ujarnya.
Sekretaris Umum MUI Kabupaten Subang, KH. Dadan E. Hamdani, mengungkapkan bahwa hingga kini sudah ada 27 mantan pengikut aliran sesat yang mengucapkan syahadat di Kantor MUI.
"Awalnya ada 6 orang, kemudian bertambah menjadi 21 orang, dan hari ini total ada 27 orang yang kembali kepada Islam," kata Dadan.
Ia menambahkan, bahwa sebagian besar pengikut aliran ini berasal dari kalangan menengah ke bawah, terutama pedagang kecil.
Para pengikutnya telah mengorbankan banyak harta benda, seperti sawah, kebun, dan rumah, bahkan ada yang mengorbankan urusan rumah tangga demi mengikuti ajaran aliran tersebut.(fsh/ysp)