PASUNDAN EKSPRES - Dampak pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol. Politik Korea Selatan saat ini tengah dilanda krisis pasca deklarasi darurat militer yang dilakukan oleh Presiden Yoon Suk Yeol. Hubungan presiden dengan oposisi kini kian memburuk.
Hal tersebut memunculkan kekhawatiran di kalangan diplomat Barat, terutama karena mereka berharap ketegangan politik domestik tidak memengaruhi kebijakan luar negeri Yoon yang selama ini disebut keras terhadap China dan Korea Utara.
Dampak Pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol
Sikap kerasanya bahkan mendapatkan pujian dari Washington karena dianggap selaras dengan kepentingan Amerika Serikat. Namun, harapan tersebut sepertinya tidak akan terelisasi.
Ketegangan domestik ternyata berdampak besar ketika Yoon secara mengejutkan memberlakukan darurat militer pada 3 Desember lalu.
Keputusan ini mengubah dinamika politik domestik dan mengaburkan citra Yoon sebagai pemimpin yang stabil dan pro-demokrasi di mata komunitas internasional.
Selama masa kepemimpinannya, Yoon dikenal sebagai pendukung kebijakan luar negeri yang menempatkan Korea Selatan sebagai "negara poros global" (Global Pivotal State).
Kebijakan ini mempromosikan nilai-nilai kebebasan, hak asasi manusia, dan supremasi hukum, sekaligus memperkuat hubungan dengan Washington dan NATO dalam isu-isu panas seperti Laut China Selatan, Taiwan, dan Ukraina.
Namun, fokus Yoon pada kebijakan luar negeri yang condong ke Barat serta pengabaian terhadap ketegangan politik domestik membuat mitra internasionalnya tidak siap menghadapi keputusan darurat militer yang kontroversial.
Philip Turner, mantan Duta Besar Selandia Baru untuk Seoul, menyebut tindakan Yoon sebagai langkah otoriter yang sulit diterima.
“Seperti halnya banyak warga Korea, termasuk para pendukung Yoon, saya tidak berpikir ada diplomat yang mengira Yoon akan sejauh itu, memberlakukan darurat militer tanpa dasar yang jelas. Tindakan ini tidak dapat dimaafkan dan tidak dapat dijelaskan, terutama dari seorang mantan jaksa yang memposisikan dirinya sebagai pendukung demokrasi,” kata Turner, dikutip Reuters.
Bagi negara-negara Barat, kebijakan Global Pivotal State yang digagas oleh Yoon dianggap sebagai langkah yang tepat untuk memperkuat aliansi, meskipun pada akhirnya harus runtuh akibat krisis dalam negeri.
Menurut Turner, walaupun kebijakan Global Pivotal State yang disampaikan oleh Yoon dianggap penuh dengan masalah, namun kebijakan tersebut masih dianggap penting oleh negara-negara Barat.
Mereka berharap residen Korea Selatan berikutnya tetap melanjutkan prinsip-prinsip inti kebijakan tersebut dalam praktiknya, meskipun mungkin dengan pendekatan yang berbeda atau lebih baik.
(ipa)