PASUNDAN EKSPRES - Revisi UU MK banyak menimbulkan kontroversi dampak dari dibahas secara diam-diam oleh DPR RI dan telah diterima oleh Menkopolhukam yang mewakili pemerintah.
Kini, mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mulai secara terbuka menyampaikan penolakan mereka.
Sebagai contoh, Hakim MK periode 2003-2020, I Dewa Gede Palguna, menyatakan bahwa pembahasan yang dilakukan secara diam-diam pasti menimbulkan pertanyaan besar.
BACA JUGA:Dinilai Batasi Kebebasan Pers, Revisi UU Penyiaran Tuai Kontroversi
BACA JUGA:Ada Rencana Kenaikan PPN 12 Persen di Tahun 2025, Sri Mulyani: Serahkan ke Pemerintahan Baru
"Pertanyaan pertama yang lahir dari benak saya ketika ada usul lagi perubahan UU MK dengan cara yang diam, Presiden dengan DPR, dan ternyata itu dibuat di masa reses yang ternyata pula tidak semua anggota DPR tahu, sebgaian bahkan masih ada yang di luar negeri, bahkan komisi III sendiri, ini kan menimbulkan pertanyaan," jelas Palguna dikutip dari Republika.
Selain itu, dampak negatif dari revisi UU MK ini sudah jelas terutama adanya sikap diam-diam pemerintah dan DPR yang tidak lagi mengundang ahli-ahli untuk diambil masukannya sebelum membahas revisi UU yang sangat krusial tersebut.
BACA JUGA:Revisi UU Penyiaran Lahirkan Poin-Poin Kontroversial
Adapun pendapat lain yang disampaikan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2013-2015, Hamdam Soelva mengenai revisi UU MK yang dilakukan secara diam-diam ini bukan hanya bisa meruntuhkan independensi MK tetapi juga bisa menjadi ancaman serius terhadap eksistensi sebuah negara hukum.
Mengapa bisa menjadi sebuah ancaman serius?
BACA JUGA:Pemerintah Mendorong Pembentukan Badan Tenaga Nuklir Indonesia dengan Cepat
Hamdan mengatakan bahwa konflik antara negara hukum domokratis dengan negara yang dasarnya menggunakan kekuasaan itu akan selalu terjadi ketegangan.
"Bagi saya, ini adalah ancaman sangat serius terhadap negara hukum karena salah satu fondasi pokok dari negara hukum adalah independensi dari lembaga peradilan. Kalau lembaga peradilan kehilangan independensinya, maka tamatlah riwayart negara hukum itu," jelas Hamdan.
Revisi UU MK ini menuai banyak polemik karena dinilai berbahaya oleh banyaknya mantan Hakim Konstitusi. (pm)