Opini

Peluang dan Tantangan Santri di Era Digital: Membangun Karakter di Tengah Perubahan

Peluang dan Tantangan Santri di Era Digital: Membangun Karakter di Tengah Perubahan

Oleh : Feri Rustandi
(Mahasiswa S3 Manajemen Pendidikan Islam UIN Bandung, penulis Buku SANTRI NEGARAWAN)

Di Indonesia Sudah menjadi tradisi setiap tanggal 22 Oktober, kita merayakan Hari Santri sebagai bentuk penghormatan dan apresiasi terhadap peran serta santri dalam sejarah bangsa. Santri, yang identik dengan mendalami pendidikan agama di pesantren, kini dihadapkan pada tantangan dan peluang yang dihadirkan oleh kemajuan teknologi informasi. 

Dalam era digital ini, santri tidak hanya dituntut untuk menguasai ilmu agama, tetapi juga untuk beradaptasi dengan perubahan zaman yang cepat. Penulis yang dulunya pernah nyantri ingin menggali lebih dalam tentang peluang dan tantangan yang dihadapi santri di era digital dewasa ini serta pentingnya membangun karakter di tengah perubahan tersebut. 

Hadirnya teknologi memberikan dampak yang luas baik bersifat positif bahkan ada dampak negatif, tinggal bagaimana kita bisa memfilter sesuatu yang bisa diterapkan, ada yang bisa digantikan dengan teknologi kebaruan misal kecerdasan buatan ( Artificial Intelligence) ada juga sesuatu itu tidak bisa di gantikan oleh canggihnya teknologi yaitu salah satunya makhluk yang bernama karakter, ia harus di bangun oleh tradisi, pembiasaan dan contoh dan pelakunya adalah manusia itu sendiri.

Peluang yang Dihadirkan oleh Era Digital

Perkembangan teknologi digital telah membuka menambah  banyak pintu khazanah bagi santri untuk mengembangkan diri dan kompetensi. Salah satu peluang terbesar adalah akses yang lebih terbuka dan luas terhadap informasi. 

Saat ini, santri dapat mengakses berbagai sumber belajar melalui internet, mulai dari buku elektronik, video pembelajaran, hingga forum diskusi. Dengan demikian, mereka dapat memperdalam pengetahuan agama serta ilmu pengetahuan umum.

Dr. Ahmad Syafii Maarif, seorang tokoh pendidikan dan budaya, dalam artikelnya menyatakan, "Pendidikan di era digital harus memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan, termasuk pendidikan agama." Ini memberikan isyarat bahwa santri memiliki kesempatan untuk belajar dengan cara yang lebih menarik dan interaktif, sehingga dapat meningkatkan pemahaman mereka terhadap ajaran agama.

Selain itu, santri juga dapat menggunakan platform digital untuk berdakwah dan menyebarkan ajaran Islam. Media sosial, misalnya, telah menjadi alat yang efektif untuk menjangkau audiens yang lebih luas. Dengan memanfaatkan media sosial, santri dapat berbagi pengetahuan, memperkuat komunitas, dan mengedukasi masyarakat tentang nilai-nilai Islam. 

Penelitian yang dilakukan oleh Rahmat Hidayat dalam jurnalnya menyebutkan, "Media sosial telah menjadi sarana baru bagi santri untuk berinteraksi dan menyebarkan pesan-pesan keagamaan secara efektif."

Tantangan yang Dihadapi oleh Santri

Namun, di balik peluang tersebut, terdapat tantangan yang tidak kalah signifikan. Salah satunya adalah tantangan dalam menjaga identitas dan nilai-nilai tradisional yang mulai tergerus dan mengalami pergeseran nilai. 

Dalam era digital yang serba cepat dan instan, informasi yang tidak terfilter dapat dengan mudah masuk ke dalam kehidupan sehari-hari santri. Hal ini dapat menyebabkan kebingungan dan bahkan pengaruh negatif terhadap pemahaman mereka tentang ajaran agama.
Dr. 

Nasaruddin Umar, seorang pakar tafsir dan budaya Islam, berpendapat, "Santri harus mampu memilih dan memilah informasi yang masuk dan tidak terpengaruh oleh radikalisasi yang dapat merusak pemahaman agama." 

Keterampilan literasi digital menjadi sangat penting bagi santri untuk dapat menyaring dan memahami informasi dengan kritis. Oleh karena itu, pesantren perlu memberikan pelatihan tentang literasi digital agar santri tidak hanya menjadi konsumen informasi, tetapi juga produsen informasi yang berkualitas. Tujuannya bisa dengan bijak dalam menerima dan mengolah informasi yang akuntabel dan terpercaya.

Tantangan lain yang dihadapi adalah kesenjangan akses teknologi. Tidak semua pesantren memiliki fasilitas yang memadai untuk mendukung pembelajaran digital. Banyak santri yang datang dari daerah terpencil dan tidak memiliki akses internet yang baik. Hal ini menciptakan kesenjangan pendidikan yang dapat mempengaruhi kualitas pembelajaran mereka. 

Sebagai solusi, perlu adanya kerjasama antara pemerintah, lembaga swasta, dan pesantren untuk meningkatkan akses teknologi di daerah-daerah yang kurang terlayani. Selain itu budaya di lingkungan pesantren yang membatasi akses teknologi informasi bagi para santrinya dengan tujuan agar santri fokus belajar terkait pembelajaran yang disampaikan para ustadz dan kyai nya, disisi lain tujuan ini bagus tapi disisi lain perlu ada strategi agar hak dan kebutuhan informasi agar tidak ketinggalan informasi.

Membangun Karakter di Tengah Perubahan

Dalam menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang di era digital, pembangunan karakter menjadi sangat krusial. Karakter yang kuat akan membantu santri untuk tetap berpegang pada nilai-nilai luhur agama dan budaya, meskipun berada dalam lingkungan yang terus berubah. Pembentukan karakter ini harus dilakukan secara terencana dan berkesinambungan di pesantren.

Pendidikan karakter di pesantren harus mencakup nilai-nilai seperti kejujuran, tanggung jawab, dan kepedulian sosial. Santri perlu diajarkan untuk tidak hanya fokus pada pencapaian akademis, tetapi juga pada pengembangan diri sebagai individu yang bermanfaat bagi masyarakat. Menurut Prof. Azyumardi Azra, seorang cendekiawan Muslim, "Karakter yang baik harus ditanamkan sejak dini, agar santri dapat menjadi teladan di tengah masyarakat."

Pendidikan karakter di lingkungan pesantren harus menjadi fondasi bagi santri untuk menghadapi tantangan global." Dengan memperkuat karakter, santri diharapkan dapat menjadi individu yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki integritas dan kepedulian sosial yang tinggi. Apapun tantangan arus globalisasi Ketika fondasi karakter yang kokoh tidak akan mudah tergoyahkan. 

Ingatlah, mesin super canggih sekalipun tidak akan mampu menggantikan nilai-nilai kemanusiaan yang diajarkan melalui pendidikan karakter. Keberanian, kejujuran, dan empati adalah kualitas yang tidak dapat diprogram. Teknologi mampu memberi kita informasi dengan cepat dan mudah, tetapi hanya pendidikan karakter yang dapat membentuk kita menjadi individu yang berintegritas. Mari kita utamakan nilai-nilai kemanusiaan dalam setiap langkah kita

Hari Santri yang kita peringati setiap tahun harus menjadi momentum untuk mendorong santri agar lebih proaktif dalam menghadapi era digital. Dengan memanfaatkan peluang yang ada dan mengatasi tantangan yang dihadapi, santri tidak hanya dapat memperdalam pengetahuan agama, tetapi juga berperan aktif dalam masyarakat sebagai agen perubahan. 

Melalui pendidikan yang berkualitas, akses teknologi yang memadai, dan penanaman karakter yang kuat, kita dapat berharap bahwa santri akan mampu menjawab tantangan zaman dan berkontribusi positif bagi bangsa. Mari kita bersama-sama merayakan Hari Santri dengan semangat untuk terus belajar, beradaptasi, dan berinovasi demi masa depan yang lebih baik. Dengan demikian, santri dapat menjadi harapan baru bagi Indonesia di era digital ini.

Berita Terkait
Terkini Lainnya

Lihat Semua