Kesalehan Sosial : Kunci Dalam Bermuamalah

Kesalehan Sosial : Kunci Dalam Bermuamalah

Kesalehan Sosial : Kunci Dalam BerKesalehan Sosial : Kunci Dalam Bermuamalah Muamalah

 

Oleh ;

Karyono Hafidzahullah, S.Si, M.Si, (Alumni Fak Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta, 

S2 Ilmu Lingkungan UNS, Konsultan, Researcher, Trainer dan 

BACA JUGA: Bersama STEM/STEAM, Matematika Menjadi Wahana Kreativitas dan Solusi Nyata

Pimpinan PPTQ LAUHUL MAHFUZH di Wonosari, Klaten, Jawa Tengah)

 

Tujuan utama diturunkannya al-Qur'an adalah untuk membangun kesadaran manusia dalam menciptakan individu yang saleh serta membangkitkan semangat kesalehan sosial. Mampu memberi pancaran cahaya hidayah, serta nilai positif dalam kehidupan, dan juga menjadi kompas kehidupan menuju manusia paripurna, mulia dan bermartabat.

 

BACA JUGA: Mengenal Musim Kemarau Basah yang Melanda Indonesia Saat Ini

Al-Qur'an tidak sebatas dapat meluruskan aqidah dan keyakinan dan menuntun ibadah agar benar dan khusyuk di hadapan Allah semata, akan tetapi juga berfungsi sebagai media untuk menjaga dan melindungi kita dari penyimpangan, serta menuntun kepada kebaikan secara konsisten. Seringkali terdengar di kalangan muslim, orang yang membedakan antara kesalehan Individu dan kesalehan sosial. Seolah-olah dalam Islam ada dua macam kesalehan; kesalehan individu dan kesalehan sosial. Itulah sebabnya, kenapa kesalehan tersebut tidak terukur seperti ibadah lainnya, dan terkadang tak jarang, menyebabkan perbedaan dalam memahami kesalehan tersebut. Paling tidak dalam pengertian Kesalehan Individu dimaksud adalah kesalehan yang hanya mementingkan ibadah semata yang berhubungan dengan Tuhan dan kepentingan diri sendiri, sementara kesalehan sosial dipahami sebagai kesalehan yang menunjukkan pada prilaku orang yang peduli dengan dengan nilai-nilai Islami, yang bersifat sosial. Maka yang terpenting sekarang adalah menjadikan satu Ibadah tidak hanya bernilai kesalehan individu tapi sekaligus bernilai kesalehan sosial. Sehingga ibadah itu tidak terdikhotami antara individu dan sosial.

 

Kesalehan sosial dalam perspektif Islam tidak bisa dilepaskan dari konsep dasar tujuan penciptaan manusia oleh Tuhan, dimana setiap agama dan juga ideologi non-agama (skuler), memiliki anggapan dasar tentang manusia, baik secara implisit maupun eksplisit. Anggapan dasar tentang manusia itu akan sangat mempengaruhi sistem sosial yang diciptakannya. Konsepsi tentang manusia telah banyak dikemukakan oleh para pemikir Muslim sejak masa klasik hingga modern saat ini, mulai dari yang tergolong filosof, seperti Al-Ghazali, Ibnu Sina, dan Iqbal, yang sufi seperti Al-Jilli dan Ar-Raniry, yang ilmuan seperti Ibnu Khaldun, dan Sayed Husen Nasr, serta yang intelektual seperti Ali Syari’ati, Muthahari dan Fazlur Rahman. 

 

Dalam perspektif para pemikir Muslim tersebut di atas, manusia tidak semata-mata sebagai makhluk yang harus melakukan pengabdian (ibadah) pada Tuhan secara individual semata, namun juga memiliki tugas dan peran sosial untuk menciptakan tata sosial moral yang egalitarian dan adil, menghilangkan fasad atau berbagai bentuk kejahatan yang dapat membinasakan masyarakat. Manusia memiliki tanggung jawab moral dan sosial untuk menjadi wakil Tuhan di bumi dalam mewujudkan kesejahteraan, kedamaian, dan kemakmuran bagi semesta alam. Di sinilah kesalehan sosial menjadi bagian yang tak terpisahkan dari tujuan utama penciptaan manusia. Hal ini merupakan tugas pokok kehadiran manusia sebagai “Khalifah Allah” di bumi.

 

Kesalehan sosial dalam Al-Qurán disebut dengan istilah itsar (mendahulukan orang lain). Itsar merupakan kemuliaan bagi jiwa yang membuat seseorang menahan dirinya dari keperluan yang dibutuhkan olehnya untuk diberikan kepada orang lain yang lebih membutuhkan. Syeikh Abdul Wahab Al-sya'roni, tokoh sufi abad ke-10, mengatakan bahwa itsar adalah kebiasaan kaum sufi yang dicintai oleh Allah SWT. Karena itu, Allah SWT memuji mereka, sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al- Hasr: 9 ; "....dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung." Ibn Miskawaih menjelaskan, Itsar adalah kemuliaan (karom), rasa menghibur, saling lapang dada. Termasuk dalam kategori kesalehan,selain kegiatan di luar ibadah yang berhubungan dengan Tuhan (habluminallah), juga tentunya kegiatan terkait hubungan dengan sesama manusia (habluminnas), seperti gerakan kepedulian sosial, kegiatan gotong-royong membangun kebersamaan dengan warga, kelompok dan masyarakat sekitar terkait lingkungan dan dompet kemanusiaan. Biasanya Ayat-ayat Al-Qur'an yang berbicara tentang kesalehan dari kata Shalaha dan derivasinya sebanyak 180 kali, 30 persennya dibarengi dengan kata keimanan (seperti alladzina amanu wa amilu al-shalihat). Ini menunjukkan bahwa keimanan adalah fondasi dasar dalam beramal saleh, keduanya ada selalu beriringan. Kesalehan tak terpisahkan dengan kesempurnaan iman, sebaliknya kesalehan tak berarti apa-apa tanpa dibarengi dengan keimanan. Jadi pada intinya bahwa untuk menjadi saleh kita harus bisa banyak berbuat yang baik dan memberi manfaat kepada orang lain (muamalah). Sebagai mana sabda Rasul:

 


Berita Terkini