PASUNDAN EKSPRES - Bank Indonesia (BI) telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 6,25%, langkah yang diperkirakan akan berdampak pada industri perbankan di Indonesia. Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia (BRI) Sunarso mengatakan bahwa kenaikan ini akan membawa tantangan bagi bank untuk menjaga likuiditas di tengah kenaikan suku bunga.
"Perbankan harus memikul beban akibat gejolak ekonomi ini. Artinya, kita harus bersusah payah mempertahankan likuiditas di tengah kenaikan suku bunga," ujar Sunarso.
Menurutnya, meski kenaikan suku bunga acuan bisa memicu beban bagi perbankan, langkah tersebut dianggap logis dalam mengatasi inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar. Meski demikian, BRI tetap yakin dengan posisi keuangannya, mencatat loan-to-deposit ratio (LDR) yang stabil di 83,38% dan pertumbuhan kredit sebesar 10,89%.
BRI mencatat laba bersih sebesar Rp 15,98 triliun pada kuartal I 2024, meningkat 2,69% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Pendapatan bunga bersih BRI juga naik 9,68% menjadi Rp 35,95 triliun. Selain itu, penyaluran kredit tumbuh 10,89% mencapai Rp 1.308,65 triliun. Rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) gross berada pada angka 3,27%, dengan NPL net sebesar 1%.
Dari sisi lain, Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan bahwa kenaikan suku bunga acuan tidak selalu harus diikuti oleh bank. "Tergantung pada kondisi likuiditas bank masing-masing. Jika likuiditas baik, tidak perlu serta merta ikut naik," kata Jahja. Meskipun begitu, BCA mencatat kenaikan kinerja dengan laba bersih sebesar Rp 12,9 triliun sepanjang kuartal I 2024, naik 11,7% dari tahun sebelumnya. Rasio LDR BCA berada di kisaran 70-71%.
Sementara itu, Presiden Direktur PT Bank CIMB Niaga Lani Darmawan menjelaskan bahwa kenaikan suku bunga acuan berpotensi meningkatkan biaya dana atau cost of fund. Hal ini bisa berdampak pada penurunan net interest margin (NIM) dan keuntungan bank secara keseluruhan. Pada Februari 2024, CIMB Niaga mengalami penurunan laba sebesar 4,69%, dengan kredit tumbuh 4,16%.
Menurut Trioksa Siahaan, Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), kenaikan suku bunga acuan bisa membuat pertumbuhan kredit tertekan, dan kualitas kredit berpotensi menurun. Namun, jika perbankan cukup efisien, kenaikan ini dapat diantisipasi. "Bank perlu melakukan efisiensi dan menjaga kualitas kredit untuk mengurangi dampak kenaikan suku bunga," ujarnya.
Perbankan Indonesia kini bersiap menghadapi tantangan dari kenaikan suku bunga acuan, sambil terus berupaya menjaga likuiditas dan pertumbuhan kredit yang sehat. Meskipun ada tantangan, sebagian besar bank masih optimis akan kemampuan mereka dalam mengatasi perubahan kebijakan moneter ini.