PASUNDAN EKSPRES - Kasus flu burung di Amerika Serikat. Tepatnya di Louisiana, kasus flu burung parah pertama pada manusia berusia 65 tahun dengan kondisi kesehatan yang lemah, dan tengah dirawat dalam kondisi kritis setelah diduga terpapar unggas dari perternakan kecil di halaman belakang.
Menurut Departemen Kesehatan Lousiana, pasien mengalami gangguan pernapasan serius akibat virus H5N1.
Kasus Flu Burung di Amerika Serikat menjadi Ancaman Masyarakat
Demetre Daskalakis, Direkutur Pusat Nasional untuk Imunisasi dan Penyakit Pernapasan CDC mengungkapkan kasus tersebut menandai pertama kalinya infeksi flu burung pada manusia di AS yang dikaitkan dengan unggas non-komersial.
Sejak April 2024, CDC telah mengonfirmasi 61 kasus flu burung pada manusia, sebagian besar terjadi pada pekerja peternakan sapi perah yang bersentuhan dengan ternak yang terinfeksi.
Virus ini pertama kali menyerang sapi perah di AS pada tahun 2024, dan menandai penyebaran baru yang sebelumnya lebih umum ditemukan pada unggas.
Namun, kasus di Louisiana ini berbeda. Virus yang menginfeksi pasien berasal dari strain D1.1, yang ditemukan pada burung liar dan unggas, bukan dari strain B3.13 yang menyerang sapi perah. Strain D1.1 ini juga dilaporkan menjangkit manusia di British Columbia, Kanada, dan Washington.
Di tengah meningkatnya wabah, California, negara bagian penghasil susu terbesar di AS, telah menetapkan status darurat untuk menghadapi penyebaran virus.
Sebanyak 649 peternakan sapi perah, atau sekitar 60% dari total peternakan di negara bagian tersebut, dinyatakan positif terinfeksi flu burung sejak akhir Agustus.
Pada 12 Desember, empat peternakan di California Selatan juga dilaporkan terinfeksi. Hal ini mendorong Gubernur Gavin Newsom untuk memperluas respons dari tingkat regional menjadi pengawasan dan tindakan di seluruh negara bagian.
Dalam pernyataan daruratnya, Newsom menekankan bahwa langkah ini bertujuan mempercepat respons dengan meningkatkan fleksibilitas dalam pengelolaan tenaga kerja, kontrak, dan aturan lainnya.
Wabah flu burung yang dimulai sejak 2022 telah menewaskan 123 juta unggas dan menyerang lebih dari 860 peternakan sapi perah di 16 negara bagian. Virus ini menyebabkan kerugian besar pada industri peternakan dan meningkatkan risiko kesehatan bagi para pekerja.
Meskipun kasus flu burung yang parah ini baru mulai terdeteksi, risiko penyebaran virus ke masyarakat umum masih dianggap rendah oleh CDC.
Sebagian besar kasus flu burung yang terjadi di AS hanya menyebabkan gejala ringan, seperti mata merah atau konjungtivitas, sehingga belum menjadi ancaman besar bagi masyarakat secara keseluruhan.
Namun, para ahli tetap mengingatkan bahwa kasus flu burung ini bisa berpotensi menjadi ancaman serius. Terutama pada penyebarannya yang terus meningkat atau jika virus mengalami mutasi lebih lanjut.
Peneliti Amesh Adalja yang dikutip Reuters, menekankan bahwa kasus flu burung yang parah ini, walaupun jarang terjadi, tetap harus menjadi peringatan karena genotipe virus yang ditemukan pada burung liar berbeda dengan genotipe virus yang menyerang sapi. Perbedaan tersebut bisa memengaruhi cara virus menyebar.
(ipa)