PASUNDAN EKSPRES - Hasyim Asy'ari, seorang akademisi yang terjun ke dunia politik dan pemilihan umum, dikenal sebagai Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia yang baru saja diberhentikan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Lahir pada 28 Mei 1965, Hasyim menempuh pendidikan tinggi di Universitas Diponegoro, Semarang, dan meraih gelar Doktor Hukum dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Sebelum menjadi Ketua KPU, ia adalah dosen dan peneliti yang berfokus pada hukum pemilu dan pemerintahan.
Karier di KPU
Hasyim memulai karier di KPU sebagai anggota pada tahun 2017. Ia terlibat dalam berbagai pemilihan umum, termasuk Pemilu 2019 yang berlangsung secara serentak. Pada tahun 2022, Hasyim terpilih sebagai Ketua KPU menggantikan Arief Budiman. Selama masa jabatannya, Hasyim dikenal berusaha meningkatkan transparansi dan integritas proses pemilu di Indonesia. Dia mendorong penggunaan teknologi informasi dalam pemilu untuk meminimalisir kecurangan dan memastikan proses yang lebih efisien.
Kinerja dan Kontroversi
Meski Hasyim Asy'ari dikenal memiliki dedikasi tinggi terhadap tugasnya, masa jabatannya tidak lepas dari kontroversi. Salah satu isu yang mencuat adalah dugaan tindakan asusila yang melibatkan seorang anggota panitia pemilihan luar negeri (PPLN) di Belanda, berinisial CAT. Kasus ini mencuat setelah CAT melaporkan Hasyim ke DKPP, menyebutkan bahwa Hasyim kerap berkomunikasi dengan cara yang tidak pantas dan memberikan perlakuan istimewa yang melanggar batas profesionalisme.
Fakta Persidangan dan Keputusan DKPP
DKPP mengungkapkan bahwa Hasyim sering mengirim pesan pribadi kepada CAT dengan nada yang tidak sesuai untuk seorang pejabat publik. Pesan-pesan tersebut, seperti "for your eyes only" dan "not for share", menunjukkan bahwa informasi yang dibagikan Hasyim bersifat rahasia dan tidak semestinya dibagikan di luar lingkup tugas resmi. Informasi yang disampaikan Hasyim termasuk rencana perjalanan ke luar negeri dan opini pribadi terhadap pernyataan Menko Polhukam mengenai politik uang.
Dalam persidangan, DKPP menilai bahwa tindakan Hasyim menunjukkan adanya upaya untuk membangun relasi kuasa dengan pengadu. Selain itu, fakta bahwa Hasyim beberapa kali membayar tiket pesawat dan menyewakan apartemen untuk CAT semakin memperkuat dugaan adanya hubungan yang tidak profesional. Berdasarkan bukti-bukti tersebut, DKPP memutuskan untuk memberhentikan Hasyim Asy'ari dari jabatannya sebagai Ketua KPU dan anggota KPU.
Reaksi dan Dampak Keputusan DKPP
Keputusan DKPP ini menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat dan kalangan politisi. Beberapa pihak mendukung keputusan tersebut sebagai langkah yang tepat untuk menjaga integritas lembaga penyelenggara pemilu. Mereka menilai bahwa tindakan tegas ini penting untuk memberikan contoh bahwa tidak ada yang kebal hukum, termasuk pejabat tinggi KPU.
Di sisi lain, ada juga yang merasa bahwa pemberhentian Hasyim adalah langkah yang terlalu keras. Mereka berpendapat bahwa meski Hasyim melakukan kesalahan, kontribusinya terhadap penyelenggaraan pemilu di Indonesia tidak bisa diabaikan begitu saja. Mereka mengusulkan agar Hasyim diberi kesempatan untuk memperbaiki diri dan mempertimbangkan sanksi yang lebih ringan.
**Perkiraan Kekayaan Hasyim Asy'ari**
Sebagai pejabat publik, Hasyim Asy'ari diharuskan melaporkan harta kekayaannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Berdasarkan data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang terakhir dilaporkan, Hasyim memiliki kekayaan yang cukup signifikan. Estimasi kekayaannya mencakup aset berupa tanah dan bangunan di beberapa lokasi, kendaraan bermotor, serta sejumlah simpanan di bank.
Diperkirakan, kekayaan Hasyim Asy'ari mencapai lebih dari Rp10 miliar. Jumlah ini mencerminkan hasil kerja kerasnya sebagai akademisi dan pejabat publik selama bertahun-tahun. Namun, dengan adanya keputusan DKPP yang memberhentikan Hasyim, masa depannya di dunia politik dan pemerintahan mungkin akan mengalami perubahan signifikan.
Dengan diberhentikannya Hasyim Asy'ari dari jabatannya, ia harus menghadapi tantangan baru dalam kariernya. Hasyim mungkin akan kembali ke dunia akademis yang sudah lama ia tekuni sebelum masuk ke KPU. Sebagai seorang doktor hukum, ia memiliki banyak pilihan untuk melanjutkan kontribusinya di bidang pendidikan dan penelitian.
Namun, tidak menutup kemungkinan Hasyim juga akan mencari cara untuk membersihkan namanya dan mungkin kembali ke dunia politik atau pemerintahan di masa depan. Banyak pejabat yang pernah menghadapi skandal atau kontroversi berhasil bangkit dan membangun kembali karier mereka dengan melakukan reformasi dan menunjukkan dedikasi yang baru.
Kasus Hasyim Asy'ari adalah pengingat bagi semua pejabat publik tentang pentingnya menjaga etika dan profesionalisme dalam menjalankan tugas. Tindakan yang tidak sesuai dapat merusak reputasi dan karier yang telah dibangun selama bertahun-tahun. Meski telah melakukan banyak hal positif bagi KPU, pelanggaran etik yang dilakukan Hasyim menunjukkan bahwa integritas adalah aspek yang tidak bisa dikompromikan.
Dalam konteks yang lebih luas, kasus ini juga menunjukkan pentingnya pengawasan dan penegakan kode etik di semua lembaga publik. DKPP, sebagai lembaga yang bertugas mengawasi penyelenggara pemilu, telah menunjukkan bahwa mereka serius dalam menjaga integritas dan transparansi proses demokrasi di Indonesia. Keputusan mereka terhadap Hasyim Asy'ari diharapkan dapat menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk selalu berpegang pada prinsip-prinsip etika dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka.