PASUNDAN EKSPRES - Hasyim Asy’ari, yang saat itu menjabat sebagai Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, mengakui bahwa rumah tangganya dengan istrinya, Siti Mutmainah, sedang dalam proses perceraian. Pengakuan ini muncul di tengah kasus asusila yang melibatkan dirinya dengan CAT, seorang anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) di Den Haag, Belanda.
Dalam salinan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang diperoleh oleh Solopos.com pada Kamis (4/7/2024), CAT mengungkapkan bahwa dirinya sempat terbuai oleh rayuan Hasyim Asy’ari. Hasyim, sebagai teradu dalam kasus tersebut, menjanjikan akan menceraikan istrinya dan menikahi CAT. Janji ini membuat CAT terpikat dan percaya pada Hasyim.
Hasyim Asy’ari akhirnya dipecat dari jabatannya sebagai Ketua KPU setelah kasus ini mencuat. Sebelumnya, Hasyim sempat mengubah Peraturan KPU (PKPU) tentang Tata Kerja tahun 2022. Perubahan ini menghapus klausul yang melarang pernikahan, pernikahan siri, dan tinggal bersama tanpa ikatan perkawinan sesama penyelenggara pemilu selama masa jabatan. Klausul baru hanya melarang ikatan perkawinan dengan penyelenggara pemilu saja, yang diduga sebagai upaya Hasyim untuk mendekati dan menargetkan korban.
Selain perubahan regulasi, perilaku Hasyim terhadap CAT juga menjadi sorotan. Sebagai anggota PPLN Belanda pada 2024, CAT menerima perlakuan khusus dari Hasyim yang bertentangan dengan etika kepemimpinan. Perlakuan ini termasuk pesan intensif yang tidak terkait tugas resmi, ajakan bertemu di kafe dekat apartemennya, dan bahkan memesan kamar hotel serta tiket pesawat untuk perjalanan dinas ke Singapura untuk CAT.
Tidak hanya itu, Hasyim juga membuat video pribadi yang berisi salam khusus untuk CAT. Berdasarkan temuan DKPP, Hasyim terbukti sejak awal sudah menargetkan CAT dan memberikan perlakuan khusus secara sistematis. DKPP menyatakan bahwa Hasyim menggunakan hubungan pekerjaan untuk menyusupkan kepentingan pribadinya yang bersifat seksual.
Kasus ini telah mencoreng nama baik KPU dan memunculkan berbagai reaksi dari publik dan para pemangku kepentingan. Banyak pihak mengecam tindakan Hasyim yang tidak hanya melanggar etika, tetapi juga menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi.
Pengamat politik dan pemerhati pemilu menekankan pentingnya integritas dan profesionalisme dalam penyelenggaraan pemilu. Mereka menegaskan bahwa kasus seperti ini merusak kepercayaan publik terhadap lembaga penyelenggara pemilu dan menuntut adanya reformasi untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang.
Setelah pemecatan Hasyim Asy’ari, KPU menghadapi tantangan besar untuk memulihkan reputasinya. Langkah pertama yang harus diambil adalah memastikan bahwa seluruh penyelenggara pemilu mematuhi kode etik yang ketat dan tidak ada toleransi terhadap pelanggaran. Reformasi regulasi dan pengawasan yang lebih ketat juga diperlukan untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan di masa mendatang.
Selain itu, KPU perlu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam semua prosesnya. Melibatkan masyarakat sipil dan organisasi pemantau pemilu dalam proses pengawasan dapat menjadi langkah efektif untuk memastikan integritas pemilu.
Dalam kasus ini, perlindungan terhadap korban juga harus menjadi prioritas. Dukungan psikologis dan hukum harus diberikan kepada CAT dan korban lainnya yang mungkin muncul. Penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku asusila di lembaga pemerintahan akan memberikan efek jera dan menunjukkan komitmen negara dalam melindungi hak-hak individu.
Kasus Hasyim Asy’ari menjadi pengingat akan pentingnya integritas dan etika dalam kepemimpinan publik. Reformasi dan penegakan hukum yang ketat harus dilakukan untuk memastikan penyelenggara pemilu bekerja dengan profesionalisme dan tanggung jawab. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan kepercayaan publik terhadap KPU dapat dipulihkan dan penyelenggaraan pemilu yang bersih serta transparan dapat terwujud di masa mendatang.