PASUNDAN EKSPRES - Tim Hukum Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, Annisa Maqdir Ismail mengungkapkan tiga dugaan nepotisme Presiden Joko Widodo untuk mendorong Gibran Rakabuming Raka maju dalam Pilpres 2024.
"Nepotisme yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo dapat diklasifikasikan menjadi tiga skema," ujar Annisa di sidang Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU) di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (27/3/24) yang mengutip dari sindonews.
BACA JUGA:Tim Hukum Amin Paparkan Gugatan Sidang Pertama MK
Annisa menjelaskan, nepotisme pertama yang dilakukan oleh Jokowi untuk memastikan Gibran maju sebagai calon presiden 2024 yaitu mulai dari memajukan Gibran sebagai Calon Wali Kota Solo.
Annisa melanjutkan, keikutsertaan Ketua MK Anwar Usman saat itu, yang merupakan paman dari Gibran, ikut dalam sidang perkara Nomor 90 Tahun 2023 tentang Batas Usia Capres-Cawapres.
BACA JUGA:Stadion Singaperbangsa Ditunjuk PSSI Sebagai Salah Satu Venue Liga 3 Nasional
Akan tertapi, putusan MK Nomor 90 itu berbuntut panjang yang pada akhirnya membuat Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan bahwa Anwar Usman melanggar kode etik.
"Lalu, keikutsertaan Anwar Usman dalam perkara Nomor 90 Tahun 2023 sampai dengan digunakannya termohon untuk menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka yang mana keduanya akhirnya dinyatakan melanggar etika," kata Annisa.
BACA JUGA:Kabinet Prabowoo, Gibran Rakabuming Raka Ungkap "Prabowo yang Menentukan Menteri, Bukan Jokowi"
Selanjutnya, dalam dugaan nepotisme kedua, kata Annisa, adalah dengan menyiapkan jaringan yang dibutuhkan untuk mengatur jalannya Pilpres 2024.
Mulai dari memajukan orang-orang dekat Presiden Jokowi untuk memegang jabatan penting sehubungan pelaksanaan Pilpres 2024, khususnya ratusan pejabat kepala daerah.
BACA JUGA:Kemnaker Imbau Perusahaan Beri THR Kepada Driver Ojek Online dan Kurir
Dugaan nepotisme yang terakhir adalah untuk memastikan agar paslon 2 memenangkan Pilpres 2024 dalam satu putaran, dengan cara mengadakan pertemuan-pertemuan dengan berbagai pejabat.
"Dilakukan dengan berbagai cara mengadakan pertemuan-pertemuan dengan berbagai pejabat di berbagai lini mulai dari pemerintah pusat hingga pemerintah desa yang kemudian dikombinasikan dengan politisasi bantuan sosial sebagaimana terlihat dari aspek waktu pembagian, aspek jumlah yang dibagikan, aspek pembagi bantuan sosial dan tentunya aspek penerima bantuan sosial," tutupnya.
(nym)